Chapter 7

588 73 28
                                    

Seorang pria tengah berdiri sendiri di depan sebuah masion. Ia seperti tengah menunggu sesuatu, sesekali matanya menatap jam tangan yang bertengger apik di pergelangan tangannya kemudian menatap pintu masion yang masih tertutup. Uap embun yang keluar dari mulutnya menandakan bahwa ia sudah lumayan lama berada diluar.

"Tuan Banri! Maaf membuatmu menunggu lama!"
Si empu nama menolehkan kepalanya ke sumber suara lalu tersenyum ringan. Di depannya berdirilah seorang pemuda yang masih mengatur nafasnya yang memburu. Beberapa bulir keringat menghiasi dahinya.
"Tidak apa-apa Riku. Santai saja" katanya sambil mengacak pelan rambut pemuda yang ada dihadapannya.

Riku membetulkan syalnya yang sedikit miring lalu bertanya,
"Tuan Banri akan mengajakku kemana? "
Banri memasukkan kedua tangannya kedalam saku mantelnya, lalu mulai berjalan pelan secara otomatis Riku juga mulai melangkahkan kakinya agar tak tertinggal.
"Sebelum saya mengatakan kita akan kemana, apakah Riku berjanji untuk siap pergi kesana? " kata Banri sambil mengulurkan tangannya dengan jari kelingking yang berdiri.

Riku terlihat ragu namun ia juga mengulurkan tangannya dan menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Banri.
"Aku berjanji. Akan kuusahakan aku akan siap pergi kesana"
Banri melepaskan tautan tangan mereka, ia menaikkan sebelah alisnya dan menatap wajah Riku.
"Mengapa kamu sangat yakin? Bukankah kamu belum tahu kita akan kemana? "
Riku menatap langit diatasnya, pandanganya menerawang seperti memikirkan sesuatu.

"Ini hanya tebakanku, kita akan pergi kesana kan? "

*************

Langkah kaki kedua orang itu berhenti secara bersamaan. Hawa dingin ditempat mereka berpijak sangat menusuk kulit walaupun mereka sudah memakai mantel tebal dan syal. Riku memandang tempat itu dengan perasaan tak menentu, tangannya mengepal di kedua sisi tubuhnya untuk menenangkan dirinya. Tubuhnya sedikit bergetar dan keringat dingin mulai menghiasi wajahnya yang pucat.
Banri yang mengetahui kondisi Riku menepuk bahu Riku dengan pelan.

"Jika kamu tak yakin untuk masuk kesana tak apa. Kita akan kembali lain kali. " kata Banri dengan cemas.
Riku menggeleng lemah, ia berusaha mengatur nafasnya yang mulai tak beraturan.
"Tak apa-apa... Aku pasti bisa... Sebentar lagi akan waktunya... Jadi aku harus bisa menghilangkan ketakutanku ini"
Banri masih menatap khawatir Riku, tangannya semakin mengerat ke pundak pemuda disampingnya.
"Kau yakin? "
Riku tersenyum kecil untuk meyakinkan pria yang ada disampingnya.
"Ya. Aku yakin sekali. "

Banri menuntun tubuh bergetar Riku. Riku berkata untuk tidak menuntunnya karena ia baik-baik saja namun Banri tahu bahwa Riku tak baik-baik saja dan bersikeras untuk menuntunnya. Mau tak mau Riku menuruti permintaan Banri.
Sampailah mereka di jembatan yang menghubungkan meraka dengan musuh sebenarnya.

Aura tak mengenakkan menguar dari 'gerbang' yang berada lumayan jauh dari hadapan meraka. Riku menghembuskan nafas guna menghilangkan perasaan yang memenuhi rongga dadanya. Matanya terasa memanas saat menatap 'gerbang' yang berdiri kokoh di hadapannya. Sementara dirinya yang diberi tanggung jawab untuk mengendalikannya tak sanggup untuk berdiri dihadapan benda yang akan ia kendalikan.

Riku mengigit bibirnya saat perasaan itu semakin menguat. Perasaan dendam, kemarahan, kesedihan, dan kesepian memenuhi rongga dadanya. Sadar bila kondisi Riku semakin tidak baik Banri menanyai Pemuda yang sedang ia tuntun ini.
"Riku... Kau tak usah memaksakan dirimu. Ayo kita pulang saja" katanya sambil mengelus punggung Riku. Ia melakukannya karena merasakan gejolak emosi yang tercemin di netra merahnya yang berkaca-kaca saat menatap 'gerbang' yang ada dihadapan mereka

Setelah beberapa bujukan akhirnya Riku mengangguk setuju untuk meninggalkan tempat itu. Banri dengan telatan menuntun tubuh Riku yang masih bergetar dan mengelus pelan punggungnya. Diujung jembatan yang menghubungkan 'gerbang' dengan tempat mereka berhenti, Riku berkata dengan suara yang bergetar seperti menahan tangis yang sebentar lagi akan pecah.

Mr. AFFECTiON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang