IZEKIEL ALPHAEUS

512 47 4
                                    

-TAMAN ISTANA RUBY-

"Zethy, tunggu aku."

"Ayo kejar aku kalau bisa."

Seminggu berlalu sejak kepindahan Athanasia ke Istana Ruby, dia sudah sangat akrab dengan Zenith, bahkan Athanasia memberikan nama panggilan khusus untuk Zenith. Namun, bukan Athanasia namanya jika tidak pelit dalam hal makanan kesukaannya.

"Ibu Lily memberi coklat itu khusus untukku."

Athanasia terus mengejar Zenith yang telah mencuri coklat pemberian Lily saat ulang tahunnya minggu lalu.

"Jangan mengoceh terus atau coklatnya aku makan."

Zenith yang sedikit lebih tinggi dari Athanasia, mampu mengalahkan kecepatan lari Athanasia. Sebenarnya dia tidak berniat memakan coklat itu, Zenith hanya ingin mengajak adiknya yang malas olahraga tersebut untuk lomba lari, dengan alasan mencuri coklat kesukaan Athanasia.

"Dasar pencuri coklat. Awas saja kalau ketangkap akan aku pukul."

Hosh.. Hosh...
Athanasia tidak dapat mengimbangi kecepatan lari Zenith. Napasnya tersegal-segal hingga dia beristirahat sejenak.

"Aku tidak akan menyerahkan coklat itu begitu saja. Lihat saja aku pasti akan menemukanmu Zethy."
Athanasia berteriak dengan kesal. Dia kembali berlari, tapi sayangnya dia sudah kehilangan jejak Zenith.

"Huaaaa... Hadiah ulang tahunku. Itu coklat favoritku yang hanya Ibu Lily berikan sekali setahun."

Athanasia menambah kecepatan larinya hingga kakinya tersandung, lalu dia terjatuh.

"Aduh..."
Seseorang mengaduh, tubuh Athanasia terjatuh di atas tubuhnya.

"Oh, maafkan aku. Apa kau baik-baik saja?"

Athanasia segera bangun, pandangan mereka bertemu. Anak laki-laki bermata kuning keemasan dan rambut putih itu menatap lekat wajah Athanasia. Dia terpesona dengan mata biru permata yang berpadu indah dengan rambut kuning keemasan milik sang gadis kecil yang ada dihadapannya.

"Apakah kau Tuan Putri Athanasia?"

Athanasia yang malu segera berlari, dia bersembunyi di balik semak.

"Ah, maafkan aku sudah membuatmu jatuh."

Anak laki-laki itu tersenyum mendengar permintaan maaf Athanasia yang sudah lenyap dari hadapannya. Wajahnya memerah, dia tidak pernah menyangka bahwa takdir akan mempertemukan dia dengan tuan putri yang sangat cantik itu.

"Justru saya yang harusnya minta maaf, Tuan Putri. Tubuh saya terlalu kecil untuk menahan Tuan Putri hingga Tuan Putri terjatuh bersama saya."

Dia mendekati semak tempat Athanasia bersembunyi.

"Tolong jangan mendekat! Ayah melarangku berteman dengan orang asing."

Anak laki-laki itu duduk membelakangi semak. Lalu dia memperkenalkan diri.

"Jangan takut, Tuan Putri. Nama saya Izekiel Alphaeus. Saya rasa Tuan Putri pernah bertemu ayah saya sebelumnya. Ayah bilang saudara Zenith sangat cantik. Dia memiliki mata pertama seperti Zenith dan rambut keemasan seperti Raja Claude."

Athanasia teringat sesuatu, warna rambut dan mata anak laki-laki itu sangat mirip dengan seorang kepala keluarga bangsawan yang pernah dia temui beberapa hari yang lalu.

"Oh, jadi kau anak si paman put... Eh maksudku Tuan Roger Alphaeus."

"Hahaha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hahaha... Itu panggilan yang lucu sekali untuk ayah saya. Tuan putri punya selera humor yang bagus, ya."

"Maaf, aku suka memanggilnya dengan panggilan itu karena rambutnya putih."
Wajah Athanasia memerah menahan malu, lagi-lagi dia menyesali perkataannya. Untung saja anak laki-laki itu tidak marah padanya, justru dia tertawa.

"Lalu, apakah Tuan Putri akan memanggil saya seperti itu juga? Kakak putih? Hahaha."

Mereka tertawa bersama. Athanasia merasa anak laki-laki itu bukanlah orang yang berbahaya. Namun, Athanasia masih malu untuk bertatap muka dengannya. Karena dia tipe anak yang sangat pemalu.

"Izekiel... Kau di mana?"
Terdengar suara dari suatu tempat yang tidak jauh dari mereka.

"Ayah memanggilku, saya pergi dulu, Tuan Putri. Senang bertemu denganmu, saya harap kita bisa bertemu lagi di lain waktu."
Izekiel segera berlari ke arah asal suara ayahnya.

Tiba-tiba, Athanasia menyadari sesuatu.
"Kalau dia anak paman putih, berarti dia adalah kakak Zenith."

Wajah Athanasia terlihat kesal ketika dia mengingat Zenith.

"Astaga... Aku lupa coklatku."
Athanasia berlari ke arah Istana Ruby, dia berharap Zenith sudah menyerah mengganggunya setelah lelah berlari menghindari kejarannya.

Namun, Athanasia tidak sengaja melihat sosok anak perempuan dan anak laki-laki di dalam rumah kaca.

"Bukankah itu mereka?"
Diam-diam Athanasia masuk ke rumah kaca dan mengawasi mereka dari balik tanaman hias.

"Kalau kakak pergi ke Arlanta, berarti aku tidak bisa bertemu kakak dalam waktu yang lama, kan?"

Zenith tampak merengek dengan seorang anak laki-laki yang sudah seperti kakaknya sendiri.

"Kamu sudah punya teman di sini, Zenith. Bagaimana hubunganmu dengan Tuan Putri Athanasia?"

Wajah Izekiel tampak memerah saat menyebut nama Athanasia, dia teringat kejadian yang baru saja terjadi padanya.

"Dia sangat baik padaku. Kami sering berbagi makanan dan mainan, lalu kami juga sering bermain bersama di taman istana."

Zenith sangat bersemangat menceritakan tentang Athanasia. Dia sangat senang memiliki saudara perempuan yang bisa diajak bermain bersama. Berbeda dengan saat tinggal bersama Izekiel yang lebih suka belajar dibandingkan bermain.

"Aku senang karena kamu akhirnya bisa bertemu saudara kandungmu. Semoga kalian selalu akur dan saling menjaga satu sama lain."

Izekiel semakin senang saat mengetahui bahwa hubungan adiknya dan Athanasia sedekat itu, dengan begitu Izekiel bisa tenang meninggalkan adiknya di istana.

"Tapi tetap saja aku akan merindukan, Kakak. Kakak sudah bersamaku sejak kecil."

"Sudahlah, jangan menangis lagi. Kakak janji akan menyelesaikan pendidikan dengan cepat, lalu mengunjungimu lagi di sini. Jaga dirimu baik-baik adikku."

Izekiel memeluk erat Zenith. Sejak lahir, Zenith sudah tinggal bersama keluarga Alphaeus. Karena itu hubungan Zenith dan Izekiel sudah seperti saudara kandung.

Sementara itu, di balik tanaman hias, Athanasia masih mengawasi mereka berdua. Tanpa sadar, di sampingnya ada seorang anak laki-laki berambut hitam dan bermata merah ikut mengawasi Izekiel dan Zenith. Saat Athanasia menengok ke samping, hampir saja dia berteriak karena kaget. Namun, anak laki-laki itu segera menutup mulut Athanasia agar mereka tidak ketahuan oleh Izekiel dan Zenith. Anak laki-laki itu membuat ruang terpisah di dalam rumah kaca agar mereka tidak bisa dilihat oleh orang lain.

"Siapa kamu? Apakah kamu seorang penyihir?"
Meski terkejut, entah kenapa Athanasia merasa anak laki-laki itu tidak berbahaya, bahkan wajah itu sepertinya familiar bagi Athanasia.

"Kau lupa padaku? Keterlaluan! Dasar adik yang bodoh."

"Eh... Adik?"

Athanasia kembali berpikir, dia tidak ingat punya seorang kakak. Sejak kecil dia hanya tinggal bersama Lily dan Felix. Dia menatap lekat wajah anak laki-laki mengaku sebagai kakaknya. Anak itu tidak mirip sama sekali dengan Felix maupun Lily, Athanasia semakin penasaran dengan asal-usulnya. Bisa saja dia anak asuh Lily dan Felix, seperti Athanasia. Athanasia sampai berpikir bahwa anak laki-laki itu adalah seorang pangeran dari kerajaan yang dipimpin oleh raja kejam yang dirasuki monster seperti ayah Athanasia.

"Hahaha... Ternyata kau benar-benar lupa padaku. Wajar saja, waktu itu kau baru berumur 2 tahun saat bertemu denganku. Tetap saja keterlaluan jika kau melupakan kakakmu yang tampan ini."

Athanasia hanya terdiam mendengar celotehan anak laki-laki yang mengaku sebagai kakaknya. Dia benar-benar tidak ingat punya seorang kakak. Namun, sekilas terlintas di ingatannya wajah seorang anak laki-laki bermata merah.

"Apakah kamu...... "

TBC....

Bagian selanjutnya
LUCAS

I'M A PRINCESS[Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang