09 - Confession (a)

6.6K 867 118
                                    

WOWWW so sorryyy updatenya ngaret karena aku lagi ukk👉🏻👈🏻🥺
tapi ada yang nungguin gakkkk?????

kindly leave your vote & comments🙏🏻



"Kita tunggu keputusannya terakhir di tanggal 13 ya, Kak. Bisa langsung konfirmasi aja ke nomor yang tadi saya kasih. Sekali lagi, terima kasih untuk waktunya," aku berdiri dari sofa dan menunduk memberi hormat.

Wanita muda yang ada di hadapanku dan Jeno tersenyum ramah, "Aku usahain kabarin lebih cepat dari tenggat."

Aku mengangguk dan memohon diri untuk pergi. Tangan kananku kembali digandeng Lee Jeno. Cowok itu menggerutu kesal karena selama satu jam aku mengobrol dengan pihak sponsor, aku tak menghiraukannya.

"Kamu dapet dispen sampai pulang kan?" tanyanya begitu kami sudah di mobil.

Aku mengangguk datar, sibuk mengetik di handphone untuk mengabari Chenle. Nyebelin banget, tadi aku sempat lihat snapchat Ryujin, rombongan Chenle itu sedang makan siang di Pochajjang. Aku malah belum sempat makan.

Masih fokus dengan handphone, aku langsung refleks mundur ketika tiba-tiba Lee Jeno mencondongkan tubuh tegapnya padaku. Wajah cowok itu benar-benar berada di depan wajahku. Kurasakan jantungku berdegup lebih kencang ketika tangan cowok itu bergerak ke sisi kanan tubuhku.

"Safety belt, sayang."

ISENG BANGET.

Baru ingin kutarik, tapi Jeno sudah keburu memasang safety belt ditubuhku. Setelahnya cowok itu mundur kembali ke tempatnya.

"Mumpung di Bogor kita ke Warpat yuk," ajaknya.

Aku mengernyit, "Warpat?"

"Hm. Warpat di Puncak. Kamu belum pernah kesana ya?" tangan kanannya memutar stir, sementara tangan kirinya menggenggam tanganku. Tipikal Lee Jeno kalau lagi nyetirin aku.

"Kakak tanya Malioboro kek, kalau itu aku tau. Di Jakarta aja baru dua tahun, gimana tau Bogor? Ini aja kayaknya pertama kalinya aku ke Bogor," kataku.

"Salah dong. Enam tahun. Sampai umur empat tahun kan kamu masih di Jakarta."

Aku memutar bola mata, "Ngga ingat apa-apa aku umur segitu."

Lee Jeno menoleh padaku, lalu tertawa kecil. Kurasakan jari jemarinya mengusap lembut telapak tanganku.

"Jahat banget. Padahal pas kecil kemana-mana sama aku."

"Serius? Bang Doyoung juga bilang gitu," kataku tertarik.

"Makanya liatin foto-foto di album dong. Mama Hyo kan apa aja difotoin. Dari kamu masih di perut sampai sekarang ada semua kali fotonya."

Ah, kalau itu aku tau sih. Mamaku dulunya model, jadi kehidupannya tak luput dari kamera. Bisa dibilang mamaku adalah objek yang photogenic dulu. Tapi ketika Bang Doyoung lahir, malah Mama yang jadi suka mengambil objek. Ngga ngerti juga kenapa jadi begini.

"Pijitin dong," suara Lee Jeno menyadarkanku. Cowok itu menarik tanganku menuju bisep berototnya.

"Pegel? Istirahat dulu aja," kataku.

Namun dia malah menggeleng. Mau tak mau kuletakkan tanganku di atas bisepnya. Menuruti kemauan cowok itu.

"Kak."

"Hm?"

"Ngga jadi."

Lee Jeno menatapku sewot, lalu tangan kirinya merangkulku. Membuatku masuk dalam rengkuhannya. Bahkan pipiku sudah menempel sempurna di dadanya.

fiance - lee jenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang