VI. She Call Me, Bie

56 10 0
                                    

Bunga terakhir, Camelia.

Chapter VI : She called me, Bie.

Sudah hampir satu bulan lamanya aku berpacaran dengan Camelia, hubunganku dengan Camelia masih baik meskipun kita jarang bertemu karena aku sibuk dengan perkuliahanku. Ia juga tidak rewel dan lebih memilih untuk mengerti kondisiku yang tengah berkutat dengan tugas kampus.

Setelah dipikir-pikir, aku juga tidak bermalam mingguan seperti yang biasa pasangan di Indonesia lakukan, aku lebih memilih untuk bermain bersama teman-temanku. Selama beberapa bulan aku pacaran dengan Camelia, bisa dihitung dengan jari tangan aku jalan dengannya, itupun tidak di malam minggunya.

Bukan karena egois atau apa, tapi memang tipeku yang seperti ini sejak dahulu, yaitu lebih mementingkan teman-temanku dari pada pacarku. Aku juga pernah membatalkan janji kencan dengan pacarku demi temanku yang tiba-tiba membutuhkanku.

Namun suatu sore selepas jam kuliahku selesai, entah ada angin apa, aku merasa kangen kepada wanita berparas ayu tersebut sehingga aku mengajaknya untuk sekedar jalan-jalan dan melepas rindu akan sosoknya.

"Gimana kuliah lo?" Tanyanya begitu kami duduk di sebuah café tak jauh dari rumahnya.

"Banyak tugas, Mel. Jadi jarang ketemu nih kita." Keluhku pada keadaan yang sedang terjadi.

"Gapapa kok, semangat kuliahnya ya Kennan!" Ucap Camelia mencoba untuk menghiburku.

Aku mengangguk, "Oh iya, gimana lo mau ngelamar kerja lagi?" Tanyaku menyinggung soal pekerjaannya. Camelia beberapa hari yang lalu resign dari pekerjaan sebelumnya karena ada beberapa masalah.

"Palingan masih di mall lagi, Nan. Soalnya kemarin gue lihat ada lowongan tapi di mall sebelah." Katanya meyebut salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota tersebut.

"Yaudah gue dukung tapi kalo lo mau ngelamar di tempat yang jauh nanti gue anterin ya." Tawarku.

"Deh, gausah. Lo juga sibuk sama tugas kuliah lo." Tolaknya secara halus. Ia memang begitu paham jadwal dan tugas-tugas kuliahku yang akhir-akhir ini begitu padat.

Aku tersenyum, mengusap rambut panjangnya. Entah kenapa aku begitu suka mengelus rambutnya yang halus, "Selow, buat Camelia apa sih yang engga. Lagian ada beberapa tugas yang udah selesai."

"Iya, Bie."

"Eh apa tadi?" Tanyaku bingung karena ia menyebutkan kata yang tidak aku tahu artinya.

"Bie."

"Bie?"

Camelia tersenyum, "Iya, Bie. Dari kata Habibie, gue singkat Bie. Karena lo itu kesayangan gue."

Kini gantian aku yang tersenyum karena mendengar alasannya, "Kalo gitu gue manggil lo, Bei"

"Kok Bei?" Kini giliran Camelia yang terlihat bingung.

"Biar ada panggilan sayang ke elo, lagian mirip-mirip juga sama Bie, kan." Jawabku nyengir.

Sore itu aku benar-benar menghabiskan waktu dengannya hingga larut malam.

*****

Malam itu angkatan fakultasku diajak sparing oleh anak Ekonomi. Aku yang merupakan salah satu pemain futsal fakultas pun mengikuti acara tersebut. Aku berinisiatif mengajak Camelia, lagipula kebetulan malam itu adalah malam minggu. Sekalian kencan, batinku.

Jadilah itu malam mingguan pertama kita. Aku mengajaknya sedari sore agar bisa jalan-jalan terlebih dahulu dengannya. Awalnya aku mengajak Camelia untuk pergi menonton.

"Lama-lama gue paham banget selera pakaian lo, Bie." Ucap Camelia menunjuk pakaianku. Seketika aku melihat arah tunjuknya. Apakah ada yang salah? Batinku.

Bunga terakhir, CameliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang