Sebelum Picka kembali ke Canberra, ada beberapa hal yang harus ia selesaikan di Indonesia. Ada seseorang yang ingin Picka temui terlebih dahulu. Cara bahagia yang Picka pilih adalah berdamai dengan masa lalu.
Menyesap minumannya sedikit demi sedikit, senyuman tipis di bibir Picka terlihat tanpa beban. Semua masalah yang terjadi perlahan menemukan titik terang, yang berlalu biarkan saja. Ada pembelajaran di setiap masalah maupun masa lalu.
Picka berada di kafe kurang lebih sepuluh menit. Kemudian seseorang yang Picka tunggu datang dengan napas tersengal. Picka tersenyum, mengangkat tangan agar orang yang masih bingung berdiri di depan pintu mengetahui keberadaannya.
Onesha melihat Picka, merapikan penampilan lalu menghampiri Picka. Keduanya saling melempar pandangan, Onesha terkejut saat Picka menghubunginya dan meminta bertemu. Onesha pikir ini hanya penipuan, ternyata tidak. Senyum nyata membuat Onesha sulit mengungkapkan apa yang ia pikirkan. Picka yang diketahui telah meninggal datang menemuinya.
Cukup lama keduanya duduk dengan tenang tanpa berbicara. Menikmati alunan musik bersama kemacetan di luar sana. Terik matahari tidak membuat orang berkendara dua putus asa mencari nafkah, Picka tersenyum melihat semangat mereka.
"Lo pasti kaget," Picka membuka percakapan terlebih dahulu, tanpa menatap Onesha dihadapannya. Picka lebih memilih melihat para pencari nafkah.
Onesha menunduk, mengusap air mata. Ia mengangguk lalu tersenyum.
Picka melirik Onesha sekilas. "Gue hidup dengan baik. Jangan merasa bersalah lagi,"
Onesha mengangguk lagi. Picka menghembuskan napas, menyandarkan punggungnya ke kursi. Memfokuskan pandangan pada Onesha dengan tangan terlipat di dada. Dulu Picka merasa dunia tidak adil ketika mengetahui bahwa ia mempunyai saudara yang hidupnya jauh lebih baik. Membenci, tidak terima dan marah.
Banyak sekali pelajaran hidup membuat Picka menjadi dewasa. Semua tertulis dan mempunyai jalan tersendiri. Sekarang Picka bersyukur bahwa ia punya saudara.
"Jadi lo harus hidup dengan baik juga," Picka tersenyum.
Meski Picka merasa ikatan antar saudara belum terasa, memutuskan tali silaturahmi tidak akan Picka lakukan. Onesha harus tahu bahwa Picka bahagia memiliki saudara.
Meski awalnya canggung, keadaan dengan cepat merubah situasi. Onesha mulai terbuka pada Picka, berbicara santai, tertawa bersama, melepas rindu pada waktu yang tertunda di masa lalu.
"Jadi kakak mau pulang? Kapan?" Tanya Onesha menghabiskan minuman terakhirnya.
Picka mengangguk. "Besok, mau ikut?"
"Mungkin nanti,"
"Gue tunggu," Picka tersenyum. "Kalau ada apa-apa lo bisa hubungin gue,"
Onesha mengangguk tersenyum. Pembicaraan keduanya harus terhenti karena Capta datang menjemput. Picka dan Onesha berpisah, berpelukkan hangat.
"Bye," Onesha melambaikan tangan.
"See you," Balas Picka. Keduanya tertawa.
Picka menutup kaca jendela setelah memastikan Onesha sudah tidak terlihat. Picka tersenyum sekali lagi, menyandarkan kepalanya ke jendela. Satu beban hidup Picka terlepas.
"Bahagia banget," Capta menyentuh kepala Picka yang melamun.
Picka menggenggam tangan Capta. "Kita mau kemana?"
"Rahasia,"
Picka mendengus, memeluk lengan Capta. Menyandarkan kepalanya di bahu Capta. "Cap,"
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTAIN PICKA 2 [COMPLATE]
RomanceKamu boleh pergi, bukan jiwamu. Kamu boleh pergi, bukan nafasmu. Kamu boleh kembali, bersama semangatmu. Kamu boleh kembali, bersama aku jejakmu. Bagaimana seorang Captaines bangkit setelah kepergian sosok perempuan bernama Pickaella. 2020. (Update...