Jingga langsung terpanah saat pertama kali bertemu Samudra. Anaka Samudra. Cowok misterius yang menyita setengah fikirannya.
Karena rasa penasaran yang tak terbendung, Jingga mengesampingkan resiko-resiko yang bisa membuat hidupnya melayang. Demi m...
Jangan lupa singgahkan like, coment, masukkan library dan share ke teman-teman kalian ya hehehe.
Selamat membaca cerita Samudra,
10. Rutinitas
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Batasan yang aku buat bisa saja berubah-ubah sesuai situasi, jadi di pertemuan kali ini mari kita berteman,"
Samudra terbangun memegangi dadanya yang berdegup kencang. Keringat dingin membasahi kening dan seluruh tubuhnya. Nafasnya naik turun tak beraturan, seperti lelah berlari karena dikejar sesuatu lalu tercekik.
Mimpi itu. Mimpi yang selalu sama selama 7 tahun terakhir. Mimpi yang tidak pernah hilang meski berkali-kali mencoba dimusnahkan.
Seharusnya mata Samudra tidak memejam. Atau juga seharusnya jantungnya tidak boleh berdetak kembali ketika ia berhasil membuka mata.
Dua pilihan yang sulit. Seberapapun mencoba jika Tuhan tak berkehendak, Samudra akan tetap hidup.
Di ujung keterputus asaan, Samudra menyibak selimut, melihat jam di atas nakas 02.00 WIB.
Oh, ayolah selalu jam dini hari, padahal baru 1 jam yang lalu matanya bisa memejam meski lewat paksaan. Bangkit dari kasur lalu berjalan untuk mencuci muka di kamar mandi.
Setidaknya Samudra butuh penenang.
Termenung di depan kaca, dengan air yang masih menetes di dagu dan helaian rambut.
"Menjijikkan." umpat Samudra berdecih di ujung kata, ketika matanya menelisik bagian leher kiri.
Membuka laci, berharap menemukan sesuatu yang bisa membuatnya sedikit lebih tenang.
Mengacak, mengeluarkan barang, dan membanting. NIHIL. Tidak ada satupun yang bisa membuatnya stabil.
"Elsa..." geram Samudra seraya memegangi kepala yang mulai berdenyut.
Nama Elsa langsung muncul, karena semua ini pasti campur tangan ulahnya. Lihatlah nanti, bagaimana Samudra akan membuat gadis itu membayar perbuatannya.
Kembali menatap kaca, dengan senyuman smirk menyeramkan.
Sekarang Samudra tau apa yang harus dia lakukan.
"SAMUDRA. SAMUDRA."
Ketukan pintu dengan suara yang khas membuat Samudra langsung tersentak. Nafasnya kembali memburu, namun sorot matanya kembali meneduh.
"Samudra, apa kau ada di dalam?" ujar seseorang lagi dengan lembut namun sedikit berteriak, ada perasaan khawatir di kalimatnya.