tiga ; rumah agatha

1.8K 238 9
                                    

CHAPTER 3 : Rumah Agatha

Pemuda dengan nama lengkap Fadhir Gamara itu mendengus kasar sambil meletakkan ponsel diatas nakas dengan tidak manusiawi. Dimulai dari Agatha yang hanya membaca pesan darinya, tanpa sedikitpun niatan untuk membalas, sekarang Dania malah menyarankan Dirga untuk mendatangi langsung Agatha ke rumah cewek itu.

Jaden tertawa mengejek sambil memegang remot dan mengganti siaran televisi. "Enak? Makanya, bikin ulah aja terus"cowok itu tak menoleh kearah Dirga, namun terlihat jelas bahwa cowok itu menertawakannya dalam diam.

Dirga yang sengaja menyikut perut Ronny, meminta pembelaan. Disebelahnya ada Ronny memasang wajah kesal "Apasih" sambil berdecak bergeser menjauh dari Dirga.

Melihat respon cowok berkacamata itu, Dirga melotot sambil meninju pelan lengan Ronny, "ck, lu juga. Bantuin kek" namun lagi lagi, Ronny membalas dengan wajah mengejek sambil mengembangkan hidung.

"Temen macam apa lo"umpat Dirga.

Ronny dan Jaden mendelik bersamaan, "lo punya temen, Ga?"olok Jaden dengan ekspresi 'sok' terkejutnya. Ronny ikut ikut memegang dada dramatis.

Dirga berdesis kesal lalu bangkit dari duduknya, berbalik menghadap kedua temannya yang sibuk dengan hal masing masing.

"Ada yang tau rumah dia kaga sih?"

Jaden mengangkat kepala,"mana gue tau, dia orangnya kelewatan cuek, udah ah misi lo gue mau nonton" sambil melambai lambaikan tangannya mengusir Dirga yang menutupi layar tv.

Dirga memasang wajah datar kemudian berjongkok frustasi. "Jadi ini gimana nyet gue kesananya"

Jaden menoleh, menghela pelan kemudian menaikkan ponselnya tepat didepan wajah Dirga.

Rumah Agatha.

***

Gerbang hitam itu tertutup rapat, desain minimalis yang bersimpuh disetiap sudut rumah itu terlihat sepi. Disitulah motor Dirga bertengger, tepat didepan gerbang rapat itu. Cowok itu kebingungan sekarang. Jika cowok itu mengirim pesan pada Agatha, itu tidak mungkin. Pasalnya, kemarin saat cowok itu baru mengirim huruf p, cewek itu memblokirnya terang terangan.

Dirga berakhir mondar mandir didepan gerbang sambil berpikir keras. Cowok itu berkali kali bertukar pesan pada teman temannya—Jaden dan Ronny—hanya untuk mengungkapkan ke khawatiran.

"Ck"cowok itu berdecak sekali, melihat balasan tak peduli dari teman temannya. Entah pantaskah Dirga menyebut mereka sebagai 'teman'.

Dirga mengacak rambut frustasi, kemudian duduk diatas jok motornya. Cowok itu berkali kali melirik kearah rumah itu panik. Cowok itu sempat berencana pulang, sebelum seorang pembantu rumah tangga membawa sekantong besar yang ia yakini adalah sampah.

"Eh, mas nya ada perlu apa mas?"tanya wanita paruh baya itu setelah membuang kantong sampah itu dan membukakan gerbang.

"Permisi bu, ini rumahnya Agatha, bukan?"tanya Dirga canggung, cowok itu memainkan lidah dalam mulut, berusaha menghilangkan kegelisahan.

Tak lama ekspresi wanita itu berubah, ia tersenyum kemudian mengajak Dirga masuk. "Masnya temennya Non Gatha?"

"Eh—iya bu"jawab Dirga kaku, mengingat cowok itu lebih seperti musuh Agatha, dia jadi berpikir dua jali untuk menjawab.

"Mas tunggu disini dulu ya, saya pangil Non Gathanya dulu"pesannya sambil meninggalkan Dirga didepan teras rumah. Cowok itu hanya mengangguk sambil memandangi teras rumah Agatha yang cukup luas itu.

Tak selang beberapa lama, seorang cewek dengan perawakan khas berjalan menuju teras. Dirga yang menyadari kedatangan cewek itu langsung menoleh.

Cewek itu seperti biasa, menatapnya dengan datar penuh kebencian, hanya saja saat ini Agatha tidak mengenakan seragam.

"Ngapain lo kesini?"

Dirga melirik canggung, merasa tak biasa cowok itu mati kutu didepan Agatha. Cowok itu berusaha memecahkan kecanggungan.

"Em jadi——"

"Gausah basa basi, cepet"

"Eh, iya—gue mau minta tolong"

Agatha mengernyit sinis, "bantuan gue?"
Dengan yakin Dirga mengangguk mengiyakan. Cowok itu memeras bajunya sendiri. Entah apa yang ia lakukan saat ini.

"Jadi gini, gue waktu itu pernah ada dua kasus yang belum masuk buku hitam bk, sedangkan biar gue aman gue perlu pernyataan dari ketua kelas—"jelas cowok itu sambil menatap cewek didepannya itu.

"Ketua kelas? Emangnya gue pernah dianggap?"sergah Agatha datar. Dirga seketika bungkam sesaat.

"Oh, iya. Gue dianggap hanya ketika 'para anggota' gue yang membutuhkan perlindungan ya"sindir Agatha penuh penekanan. Cewek itu benar benar ingin meluap sekarang. Ia tidak peduli pada perannya yang akan berubah watak atau apapun, yang jelas cewek ini tak dapat lagi menahan amarah.

"Bukan gitu——"

"Berhenti bohong Dirga! Lo sama temen temen lo itu semuanya sejenis, cara pikir busuk nya juga sama!—Akh"pemotongan kalimat yang dilakukan Agatha terhenti digantikan oleh ringisan cewek itu sambil memegang dada.

"A-agatha..? Lo kenapa?" Dirga bergerak menuju Agatha yang sudah berjongkok sambil bernapas tertahan. Sekilas, cowok itu menatap kedua lengan Agatha yang dipenuhi bekas luka berwarna biru yang tidak berjumlah hanya satu. Cowok itu sempat tercengang, namun melempar jauh jauh pikiran itu.

"Tangan lo—"

Agatha langsung menyembunyikan kedua tangan dibalik punggung, cowok itu sudah tau. "Jangan diliat, lupain"

"Eh, tapi——"

Tangan Agatha mencekalnya kasar.

"Soal masalah lo ntar gue bantu"sergah Agatha sambil menatap datar. Cewek itu bernapas pada akhirnya, lalu berjalan masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan keberadaan Dirga dengan usaha menetralkan napas.

Dirga masih disana, dengan wajah cengo dan tangan yang melayang di udara, yang tak lama cowok itu masukkan kedalam saku celana. Niat awalnya, dia bersikap baik didepan Agatha demi izin membantu kasusnya, tetapi yang terjadi malah berbeda, justru cowok ini yang bungkam sekarang.

Dari niat awal yang tidak berjalan seperti seharusnya, melalui datang ke rumah cewek itu Dirga jadi sadar, rumah minimalis yang sepi itu membuatnya berpikir bahwa Agatha adalah anak yang jarang bersama dengan orangtuanya, dan kedua, Dirga jadi tau alasan Agatha mengenakan kardigan tiap saat.

***

ANTAGONIST [REMAKE] SOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang