"jirr cape juga" Joan bergumam pelan ketika sampai di lantai yang dituju.
"nah yang ini" Putri menunjuk nomor kamar dan segera membukanya. "okee thanks yaa"
Joan dan Ryan diam di depan pintu kamar. Putri agak sedikit bingung, kenapa mereka tidak langsung pergi dan turun. beberapa saat kemudian tangan Joan dan Ryan terangkat seperti meminta uang ekspresi tersenyum. Putri yang melihat itu segera menutup pintu kamarnya. Namun tidak sampai tertutup tangan Joan dan Ryan berusaha mencegahnya.
"oii mana bayarannya!"
"pasti ada tip dong!"
"Petugas hotel juga pasti dikasih tip kalo bawain barang kayak gini!"
Joan dan Ryan bersahut sahutan sambil mencegah pintu tertutup. Putri terus berusaha agar pintu nya tertutup.
Sesaat Putri membuka lagi pintunya. Joan dan Ryan pun terdiam, tangannya masih terangkat. Ekspresinya sekarang semakin senang. Putri menepuk tangan Joan dan Ryan seperti memberi tip lalu bergegas menutup pintu kamar.
"OOOOY!" Joan dan Ryan menggedor gedor kamar hotel--tidak dengan sekuat tenaga-- sambil berteriak.
Putri tertawa kecil di dalam kamarnya. Ia merasa berhasil membohongi Joan dan Ryan. Sementara itu Karin tidak begitu peduli.
Gerakan juga teriakan Joan dan Ryan terhenti. mereka menengok ke sekeliling lorong. Beberapa Pintu Hotel terbuka dan ada yang memperhatikan mereka.
"Joan Ryan, jangan berisik!"
Beberapa anak perempuan yang berada di lantai itu juga memberi peringatan. Joan dan Ryan pun termangu. Menyadari kelakuan mereka yang memalukan dihadapan para anak perempuan. Mungkin mereka menganggap sudah tidak punya muka lagi dihadapan anak perempuan lainnya. Akhirnya mereka pergi dan menuju tempat tenis meja.
"ooy Jo!"
"ooy Yan!"
Joan dan Ryan terdiam lagi. hanya keputusasaan yang melanda perasaan mereka. Tempat Tenis meja yang ingin mereka pakai sudah ramai dan banyak yang menunggu untuk bergantian bermain.
"Gimana Jo mau nunggu?" Tanya Ryan memecah keputusasaan mereka.
"Gue rada mager sih"
"sama gue kalo udah kaya gini juga udah mager"
Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak bermain Tenis Meja. Mereka pergi ke lobby dan duduk disana.
"kayaknya ini hari sial" gumam Ryan namun lumayan keras.
"Lo masih mending Yan, lo ngga masuk Istana Neraka kan?" Joan membalas gumaman Ryan.
"ya lagian lo salah masuk gedung, mana sama Tiara lagi kan." Ryan membalas Joan dengan santai. Namun seketika Ekspresi Ryan menjadi serius. Dahinya mengerucut dan matanya menajam.
"sama Tiara, Berdua" Ryan bergumam lagi. Ryan yang tadi duduk bersandar dengan tenang kini mendadak bangkit menjadi duduk siap. Joan yang melihatnya biasa saja, sedikit bingung.
"lo berdua doang sama Tiara Jo??"
"iyoi"
"Dari awal?
"iyoi"
"kok lo santai si??" Ryan terus menerus mendesak dengan pertanyaannya.
"ya emang biasa aja, malah gue kurang beruntung dapet Istana Neraka"
Ryan yang mendengar itu langsung menepuk keras kedua pahanya dengan tangannya. Ryan akhirnya mengoceh terus tidak terima dan meminta penjelasan Joan. Joan selalu menjawabnya dengan santai tanpa ada gairah apapun.
"emang lo nyolong start Jo parah!"
"eh kok gue, gue juga gak tau tiba tiba ketemu dia Yan, lagian emangnya lo mau berdua sama Tiara?" Joan akhirnya sedikit serius menanggapi omongan Ryan.
"yaa bukannya gue mau sama Tiara, tapi lo berduaan Jo, berduaan dengan cewe, cakep lagi" Ryan menambahkan.
"Ya kenapa lo ngga kayak gitu Yan? lagian lo juga ninggailin gue kampret main sendiri"
"Ya lo tau sendiri Jo, gue kan belom punya doi, mau ngincer siapa juga gue ngga tau."
Perkataan terkahir Ryan membuat mereka berdua menghela napas panjang. Meratapi nasib--menerima keadaan yang sekarang. sempat hening tanpa pembicaraan. Sesaat mereka berdua berdiri dengan kompak. Mereka berdua saling tengok keheranan.
"Gue mau jajan" ungkap Joan yang pertama.
"sama Gue juga" Ryan membalas dengan santai.
Ekspresi mereka berdua menjadi sedikit tidak santai. Mereka mempunyai pikiran yang sama. Salah satu orang harus duduk dan satu orang lagi pergi membeli. Mereka berpikir jika mereka berdua pergi pasti ada orang yang akan menempati tempat duduk lobby itu.
"duh Jo, kayaknya kaki gue lagi sakit" ungkap Ryan dengan akting merasa kakinya sakit. Seketika Joan menendang--dengan tidak terlalu keras--kaki Ryan. Ryan pun mengaduh kesakitan.
"Suit lah Yan, yang kalah yang beli"
Ryan pun setuju dengan usul Joan. dan seketika Ryan pun kalah. Joan mengeluarkan kertas dan Ryan mengeluarkan batu.
"Tiga kali lah Jo!" Ryan mengelak tidak mau kalah. dan seketika 2 ronde berikutnya dimenangkan Joan.
"5 kali Jo! biar lebih menantang!" Ryan tetap mengelak. Dan 2 ronde berikutnya berturut turut dimenangkan Joan. Skor Joan dengan Ryan menjadi 5-0
"Udah lah Yan, lo gabakal bisa menang dari gue hahaha"
Akhirnya Ryan pun mengalah--karena memang ia kalah--dan pergi menuju meja pemesanan. Joan pun duduk kembali menikmati kemenangan mutlak nya.
Sepanjang jalan yang pendek itu--menuju meja pemesanan--Ryan terus bergumam mengeluh. Sesaat ia berhenti mengeluh, ia melihat ada Putri dan Karin sedang berada di meja pemesanan. Ekspresi Ryan pun berubah dan Langkahnya di percepat. Putri yang menyadari kedatangan Ryan menyuruh Karin untuk lebih cepat dan pergi. Namun baru 3 langkah meninggalkan Meja pemesanan. Lengan Putri di genggam oleh Ryan agar tidak kabur.
"hahaha mau kemana lo" Ryan mengeluarkan senyum dan tertawa jahat. Putri mengaduh karena tertangkap oleh Ryan. Sekarang ia tidak bisa kabur lagi. Karin hanya melihat tanpa respon apapun.
Ryan pun menarik Putri ke Meja Pemesanan. Ryan melihat menu dan memesan sambil memegang tangan Putri agar tidak kabur. Saat ingin bayar Ryan menarik putri lagi menjadi kedepan meja pemesanan. Putri Pun tanpa mengelak mengeluarkan Kartu nya dan membayar.
"yes"gumam Ryan namun masih terdengar oleh Putri. Ryan pun reflek menengok ke arah lain agar tidak ketahuan.
"Yan" Putri memanggil Ryan.
"Ape Put?" Ryan tidak begitu menghiraukan Putri. Mereka masih ada di depan meja pemesanan.
"Tangan gue, mau sampe kapan lo pegang?" Putri berbicara dengan sedikit malu. Spontan Ryan pun melepas tangan putri dan tertawa senang.
-TYPO dan salah pemakaian kata tolong dimaafkan-
KAMU SEDANG MEMBACA
86 Days
Novela Juvenil"Aku menunggu mu, jawaban dari mu. Tak apa aku tersakiti asal tidak hidup dalam bayang-bayang. Terima Kasih telah membuat ku menjadi lebih baik, maafkan aku juga jika aku membuat mu menangis" Joan. Mencari jawaban sekaligus memahami kehidupan. Dia m...