AKSARA [4]

6.1K 1K 389
                                    

“Tetaplah berteduh meskipun hujan sudah reda.”

—Tiana Ganetta Ibrahim—

******

Hari sabtu dipagi hari, Netta telah duduk manis di halaman rumah dengan satu toples kue kering dan segelas teh hangat. Dia menunggu kedatangan Aksara yang 30 menit lalu mengabari akan berkunjung ke rumah Netta untuk meminta sarapan karena di kostannya tidak ada makanan hanya ada air putih saja.

Netta menggeleng tidak habis pikir padahal Aksa berasal dari keluarga yang sangat mampu tapi di sini berkelakuan seperti orang tidak punya apa-apa, kemana-mana naik vespa kuning dan berpenampilan sederhana bahkan Aksa juga tidak segan-segan turun ke sawah untuk mencari belut bersama teman-teman kostannya meskipun endingnya dia hanya menjadi pengacau saja karena sering tergelincir ketika berjalan di pinggiran sawah, maklum dia anak Jakarta yang belum pernah jalan di sawah berlumpur.

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya orang yang ditunggu datang juga. Dan lihat saja penampilannya saat ini, dia datang dengan vespa kuning, hoodie hitam dan celana yang awalnya panjang dia gunting jadi selutut ditambah lagi telinga yang memakai anting mainan seolah-olah terlihat seperti ditindik padahal aslinya tidak. Aksa benar-benar tidak mencerminkan seorang anak dari keluarga berada, yang katanya juga cowok itu pernah umroh dua kali.

Netta berdiri. “Wah preman pasar dari mana ini?” ledeknya.

Sedangkan Aksa malah nyengir di atas motornya sambil sibuk merapihkan rambut yang sedikit acak-acakan. “Dari hatimu.” Ujarnya kemudian berjalan menghampiri Netta lalu menyodorkan tangan.

Mau tidak mau Netta menerima uluran tangan Aksa lalu menciumnya. “Mau ngapain kesini?” tanya Netta setelahnya, dia pura-pura lupa padahal Aksa sudah memberi tahu sebelumnya bahwa cowok itu akan numpang sarapan di rumahnya.

Aksa tidak langsung menjawab, cowok itu malah duduk santai di kursi bekas Netta duduk seraya menyeruput teh sisa dan memakan kue kering.

“Nge gembel.” Sahut Aksa dengan kaki yang dia tumpangkan layaknya boss besar.

Netta mendengus kemudian berjalan ke arah pagar yang belum Aksa tutup kembali. Aksa memang tamu tidak tahu diri.

Aksa berdiri. “Istri yang baik.” Pujinya seraya mengacak rambut Netta ketika gadis itu telah kembali.

Netta menyingkirkan tangan Aksa yang bertengger di atas kepalanya karena risih. “Ayo masuk.” Ajaknya seraya memasuki rumah terlebih dahulu lalu diikuti Aksa di belakangnya.

“Papa mertua kemana?” tanya Aksa ketika memasuki rumah yang terasa sepi.

“Lari pagi.” Sahut Netta lalu membawa Aksa ke arah meja makan yang sudah tersaji beberapa lauk pauk yang dimasak oleh asisten rumah tangga yang bernama Bu Ika.

“Eh gak usah repot-repot.” Ujar Aksa ketika melihat Netta menuangkan nasi setelah keduanya duduk.

Netta mendelik. “Dih, jangan geer, ini buat gue.” Ujarnya tanpa basa basi.

Aksa menggaruk tengkuknya. “Kirain mau belajar jadi istri yang baik hehe, padahal mah gapapa disiapin juga.” Celetuknya setelah itu mulai meraih piring baru untuk diisi nasi.

“Dari tadi istri-istri mulu bahasan lo, Sa.”

“Emang lo gak mau jadi istri gue?”

Netta mengedikkan bahunya, “jodoh gak ada yang tau.”

DIA AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang