3

681 65 1
                                    

"Hei, kenapa kau tetap diam disini?" tanya ku.

"Memangnya kenapa?" dia bertanya dengan wajah polos.

"Itu pertanyaan konyol, Frans. Aku akan mengganti pakaianku dan kau akan tetap disini?" Aku menaikkan alis sebelah kananku.

"Lalu?" Tanya nya lagi.

"Keluar sebentar" Perintahku.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Goda nya.

"Ah kau ini! Kalau begitu aku akan berganti dikamar sebelah saja." Ucapku kesal.

"Nee (tidak), baiklah aku akan keluar." ujar nya lalu berjalan keluar dari kamar sambil melambai-lambaikan tangan nya.

"Jangan mengintip!" aku sedikit berteriak padanya.

"Ja (iya)" Jawabnya lalu menutup pintu kamar.

***

Aku memakai rok dibawah lutut berwarna hitam dengan kemeja berwarna putih, kemudian berjalan kearah cermin yang terletak di depan kasur Frans untuk berkaca. Rambutku kubiarkan terurai sekarang, terlihat pantulanku dicermin terlihat seperti bukan diriku. Aku memutar-mutarkan tubuhku didepan cermin, aku bahkan terpesona dengan diriku sendiri.

"Tulip" Ujar Frans yang tiba-tiba muncul di hadapanku.

"Ah kau ini menganggetkanku saja" Geram ku.

"Tulip yang cantik" Ujar nya.

"Apa maksudmu?" Tanya ku tidak mengerti.

"Kau indah sekali" Puji nya.

"Kau memuji ku?" Tanya ku.

"Tentu saja, apa kau tidak merasa?" Ia menarik tanganku lalu membawaku keluar dari rumah.

"Kau ini, pelan-pelan! Aku baru saja sembuh." Aku menggerutu kesal.

"Maaf, aku terlalu bersemangat. Kemarilah! Lihat ini, cantik sepertimu bukan?" dia membawaku ke sebuah Taman kecil yang berada disamping rumahnya. Terlihat beberapa bunga Tulip berwarna-warni yang sangat cantik tertata rapi didalam pot kecil berwarna hitam.

"Wahhh" aku membulatkan bibirku dengan sempurna. "Kau mendapatkan Tulip-tulip ini darimana? Di Hindia Belanda tidak ada tanaman seperti ini" Tanya ku.

"Aku membawanya dari negeriku, lalu kutanam disini. Tanahnya sangat subur sehingga Tulip ini tidak mati." Jelasnya.

"Sebenarnya sebelumnya aku sudah dibuat heran dirumah ini" Ujarku seraya menghirup aroma bunga Tulip itu.

"Kenapa?" Tanya Frans.

"Tidak menyangka, bisa berhadapan dengan pengeran setampan ini" sekarang aku sedang berdiri menatap Frans, menatap mata nya yang sangat cerah itu.

"Dan aku juga tidak menyangka, bisa berhadapan dengan dewi secantik ini, cantik seperti Tulip." Frans mengambil bunga Tulip berwarna merah itu lalu menyelipkannya diatas telinga sebelah kananku.

"Frans! Kenapa kau merusak Tulip itu?" Aku memasang wajah tidak suka.

"Kenapa? Tanya nya. "Tulip nya masih banyak, jangan khawatir. Ditambah kau, bagaikan Tulip abadi yang tidak akan pernah rusak."

"Akan tiba masa nya aku akan rusak, Frans. Apabila Tuhan menyayangiku, lalu menjemputku." aku tersenyum tipis padanya.

"Topik ini membuatku sedikit sedih. Alihkan pembicaraan ini." Ujarnya lalu mengajakku untuk duduk di kursi yang bersebelahan dengan taman ini.

"Kita seharusnya tidak tinggal bersama" Ujar ku.

"Mengapa? Kau tidak suka?" Tanya nya.

"Bukan begitu maksudku, orang-orang akan mengira aku adalah gundik mu. Tidak jarang tentara-tentara Belanda yang mengambil perempuan Pribumi untuk dijadikan sebagai pemuas hasrat tanpa ikatan perkawinan yang sah" Jelas ku.

"Sudahlah, percaya saja padaku. Lagi pula aku tidak melakukan 'itu' padamu kan. Ayo masuk, sangat panas disini." Ajak nya.

Lalu kami pun masuk ke dalam rumah. Keluarga kecil kesayanganku sudah pergi untuk selamanya. Saat berucap dibibir, aku mengikhlaskannya, namun hatiku berkata tidak. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah takdir Tuhan dan aku harus menerimanya.

•••

Tempo DoloeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang