Lentera mendongak, menatap bermacam-macam jenis wahana bermain, beberapa penjual permen kapas.
"Lo mau boneka beruang, Ra?" Samudra merangkul pundak Lentera.
"Gak mau." Lentera menggeleng dua kali.
"Kan lucu?"
"Lucu? Lo pikir beruang lucu? Ntar kalo tiba-tiba kelaparan gimana? Lo mau dimakan beruang?"
"Tolol banget sih lo! Kan cuma boneka." Samudra menatap hina.
"Gak mau, gue gak suka boneka." Lentera tetap menggeleng.
Samudra diam, mengalah. Sudah hampir tiga puluh menit mereka berputar-putar, tapi tetap belum menemukan wahana yang cocok.
"Kita naik apa kek, yang agak ekstrem gitu?" Samudra mengeluh.
"Gue phobia suara gaduh. Lo pikir suara orang-orang alay yang teriak-teriak gak jelas itu ada bedanya sama suara geledek?" Lentera menggeleng lagi.
"Parah lo, Ra. Ngajakin gue ke pasar malam tapi gak mau naik wahana." Samudra menggelayut di besi besar wahana kora-kora.
"Kita naik kuda-kudaan aja." Lentera tersenyum cerah.
Samudra menggedik, "Lo mau diketawain bocah, hah?"
"Nggak juga sih, hehe... "
Mereka kembali berkeliling mencari wahana yang akan dinaiki. Hingga kemudian jalan tertutup oleh sebuah wahana.
"Kita ke sini aja, Ra. Lorong hantu." Samudra berseru riang.
"Asal gak ada suara geledek gue mau masuk." Lentera mengangkat bahu.
"Lo gak phobia hantu, kan?" Samudra bertanya lagi.
"Nggak, kecuali kalo hantunya mirip kayak lo." Lentera menatap wajah Samudra tajam.
"Kenapa?"
"Eh, iya lah. Lo kira gue mau salah gandeng? Bukannya gandeng tangan lo malah gandeng tangan hantu?" Lentera melotot marah, "Udah ah, ayo cepet masuk, kasian tiketnya kalo gak dibeli."
Lima menit, mereka resmi memasuki wahana lorong hantu.
Pintunya terbuat dari kayu, terlihat sudah lapuk. Lantainya bahkan seperti berdebu tebal. Sarang laba-laba terlihat remang, Lentera berjalan pelan sambil terus menggandeng tangan Samudra.
"Kita keluar aja, Sam. Gimana?" Lentera berbisik ketakutan.
"Kita bahkan belum ketemu sama hantunya, Ra. Gue punya dendam sama hantu suster ngesot di sini," Samudra balas berbisik.
"Dendam apaan?"
"Dulu suster ngesotnya udah bikin sepatu gue mencelat gak tau kemana, ilang."
"Aelah, sepatu doang."
"Ya kalau pake kakinya sekalian?"
"Iya, iya... udah jangan berisik, ntar kalo tiba-tiba gue salah gandeng sama hantu yang mirip lo gimana?"
Samudra tidak menanggapi, matanya terus mengawasi, takut tiba-tiba ada hantu yang muncul.
Anehnya. Semakin masuk, rumah hantunya semakin gelap. Lebih banyak lorong lagi di dalam, beberapa persimpangan.
"Kita belok ke mana?"
Sejauh ini belum ada hantu yang menampakkan wujudnya di hadapan mereka.
"Sam, lo ngapain megangin kepala gue?" Lentera kembali berbisik. Suara jeritan pengunjung terdengar dari kejauhan, ada tangisan anak kecil terdengar, Lentera tau itu pasti bukan suara hantu asli. Suara rintihan kuntilanak, suara suster ngesot, dan macam-macam suara menyeramkan lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera - Samudra [END]
Teen Fiction"Lo gila? Tadi itu bahaya, Ra! Lo bisa mati kalo gue telat sedetik aja dateng ke sini!" Bahu gadis malang itu bergetar, air yang membendung di pelupuk matanya keluar deras, ia menunduk dalam. Pemuda di depannya menarik bahunya pelan, agar dia bisa b...