Hari ini adalah hari di mana Lentera mendapat giliran piket kelas. Karena Pak Risyad, penjaga kebersihan sekolah tidak akan membiarkan murid-murid malas dengan membersihkan kelas mereka.
Ia sengaja berangkat lebih pagi, agar tidak mendapat tugas berat dari rekan piketnya.
Kelas kosong. Lentera meletakkan tasnya di atas meja. Ia melangkah mengambil sapu. Memulainya dari bagian belakang.
Iyalah, mejanya di belakang, jadi dia memulainya dari meja sendiri. Dua baris sudah ia bersihkan. Kini ia membersihkan dua baris tersisa.
"Wah, Ra. Lo keberatan ya kalo suruh piket buang sampah." Kamel nyengir lebar, memasuki kelas bersama Naya.
"Jatah lo bersihin koridor kelas kita, Nay. Biar gue yang buang sampah." Kamel mengatur regunya.
"Yang belum dateng siapa?"
"Banyak. Ntar mereka yang jadi suruh-suruhannya Bu Afsa aja. Nyuruh hapus papan tulis, nyuruh bagiin kertas soal." Naya terkekeh.
Lentera dan Kamel ikut tertawa. "Btw kalian mau dateng ke kantin nggak abis pulang sekolah?" Lentera menatap dua teman piketnya
"Ngapain?" Kamel dan Naya bertanya serempak.
"Liat Samudra buatin seribu candi buat gue." Lentera tersenyum licik.
"Seriusan?" Kamel membulatkan mata antusias.
"Iya serius. Kemaren dia nyetujuin tantangan dari gue. Udah tanda tangan kontrak. Pagi ini dia datang bawa seribu candi yang gue minta."
"Penasaran gue. Boleh deh, ntar gue dateng." jawab Naya.
***
"Lentera!!!"
Lentera menoleh, mendekati Samudra yang memanggilnya.
"Mana candinya? Kalo gak ada gak bakal gue maafin."
Samudra terdiam, ia menggenggam kedua tangan Lentera, menatapnya dalam.
"Gue bawain seribu candi khusus buat lo, gue buat sendiri tanpa campur tangan orang lain, gue buat dengan penuh cinta, gue buat semalaman sampe gak tidur." Samudra melirik meja di sampingnya.
"Gue tau lo suka ngoleksi miniatur benda-benda. Makanya gue buatin buat lo miniatur seribu candi. Tolong terima dan maafin gue, ya ... "
Lenyera menatap layu, matanya berkaca-kaca tanda bahagia. "Gue maafin lo." Lentera seketika mendekap erat tubuh Samudra.
"Makasih, ya ... " Samudra tersenyum senang.
"Gue percaya kalo lo emang buat sendiri miniaturnya. Boleh gue simpen nggak?" Lentera menatap Samudra lekat.
Samudra mengangguk, "Boleh banget kalo itu."
Lentera kembali memeluk Samudra erat, "Lo emang yang paling the best!" bisiknya.
"Cieee ... yang udah baikan," Yura memasuki kantin dengan tepuk tangan keras.
"Awas lo, Sam. Jangan sampe lo ninggalin Lentera di rumah hantu lagi, ya. Emangnya lo mau klo disuruh buatin Lentera seribu kota." Yura terbahak, beberapa teman lain ikut terbahak.
"Emang, ya. Aneh liat cara kalian sahabatan. Mesra-mesraan setiap pagi, kayak orang pacaran. Tapi kalian gak pernah saling ngungkapin perasaan." Arnold mengajukan uneg-unegnya.
"Akhirnya uneg-uneg gue terwakilkan." Rafa ikut bicara.
"Gimana kalo kita paksa aja mereka jadian?" Kamel berseru antusias.
"Waaah ... boleh juga tuh," Yura tertawa.
"Udah kali diem, dramanya belum selesai." Samudra melerai, ia kembali menatap Lentera serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera - Samudra [END]
Ficção Adolescente"Lo gila? Tadi itu bahaya, Ra! Lo bisa mati kalo gue telat sedetik aja dateng ke sini!" Bahu gadis malang itu bergetar, air yang membendung di pelupuk matanya keluar deras, ia menunduk dalam. Pemuda di depannya menarik bahunya pelan, agar dia bisa b...