Lentera duduk melamun di mejanya. Sungguh akhir-akhir ini otaknya mentok.
Yura tak berhenti melambaikan tangan di depan wajah Lentera. Sambil menyapa berulang-ulang.
"HOY!" hingga sebuah teriakan keras membuat Lentera tersentak.
"Apaan sih lo!" Lentera melotot.
"Lagian, ngapain ngelamun terus sih?"
Yura duduk di ayunan sebelah Lentera, taman belakang rumah Lentera luas. Walau hanya satu lantai. Rumahnya besar dan luas.
"Kalo gue gak mau jadi pacarnya Sam. Gue mau gak ya, jadi pacarnya orang lain?"
Yura melongo, "Mending lo pacarin aja deh si Sam. Dari pada pacaran sama orang gak kenal."
"Justru dia orang kedua yang gue sayang."
"Hah?"
"Gue serius. Lo inget soal soal lorong hantu? Dia yang nyelametin gue. Terus di minimarket juga dia yang bayarin gue pas duit gue ketinggalan. Dan kemaren, pas gue nolak Sam buat jadian. Dia juga yang bener-bener ada buat gue. Lo sama yang lain nggak."
"Yaelah, kan gue di belakang lo. Liat lo lagi ngobrol sama orang, ya udah, gue, Rafa sama Samudra balik lagi. Iya sih, kita nguping." Yura nyengir lebar.
"Masalahnya, Yur. Dia udah tiga kali ketemu gue. Dan dari tiga pertemuan tak disangka itu. Dia putusin buat nembak gue. Tadi malem."
Yura menutup mulut tidak percaya. "Dia suka sama lo, Ra!"
"Gue juga suka sama dia."
"Nunggu apa lagi? Cuss dong! Terima."
"Oke sih, tapi kalo Samudra tau gimana?"
"Lo masih ragu sama janjinya Samudra buat gak pernah ninggalin lo?" Yura menatap sahabatnya itu.
"Ragu sih enggak. Cuma ... gimana ya. Gue gak mau Samudra punya pikiran buruk sama gue. Misalnya, dia mikir soal alasan gue nolak dia gara-gara mau jadian sama cowok yang lebih tajir. Kan itu hoax, gue gak mau kayak gitu."
Yura menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ini sebenernya lo yang dibikin ribet apa emang Samnya aja yang cemburuan?"
"Bukan dua-duanya. Cuma, gimana?"
"Gini aja, lo coba minta izin dulu sama Sam. Kalo lo jadian sama dia, dibolehin nggak sama Sam, kalo nggak lo bilang aja iya nggak jadi jadian. Gitu."
"Oke deh. Gue coba ide sampah lo!" Lentera melempar daun kering ke wajah Yura. "Gue mau langsung ke rumah Samudra."
"Gue gimana?"
"Ya lo tinggal gimana kek,"
Apa-apaan?
Setibanya di rumah Samudra, Lentera membuka helmnya. Meletakkannya di motor.
"Eeh, anak ceweknya Mami." Anita yang lebih dulu muncul sebelum Lentera siap menekan tombol bel.
Anita yang menginginkan anak perempuan memang sudah menganggap Lentera anaknya sendiri.
"Eh, iya Mi. Aku ke sini pengen ketemu sama Samudra." Lentera tersenyum sopan.
"Samudra gak ada di rumah deh, Ra. Coba kamu susulin dia ke rumah Arnold. Tadi izinnya mau ketemu sama Arnold.
"Gitu ya, Mi? Ya udah aku ke rumah Arnold dulu ya," Lentera mencium punggung tangan Anita. Lantas kembali melesat menuju rumah Arnold.
Lentera menekan tombol bel.
"Temennya Arnold, ya?" kakak perempuan Arnold yang membuka pintu. Lentera mengangguk lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera - Samudra [END]
Teen Fiction"Lo gila? Tadi itu bahaya, Ra! Lo bisa mati kalo gue telat sedetik aja dateng ke sini!" Bahu gadis malang itu bergetar, air yang membendung di pelupuk matanya keluar deras, ia menunduk dalam. Pemuda di depannya menarik bahunya pelan, agar dia bisa b...