9. Rumah Sakit

132 17 12
                                    

Samudra jongkok, ia mengatur napasnya yang menderu. Lantas berjalan gontai ke arah kursi. Terduduk lemas di sana.

"Sam, lo gak pa-pa kan?" Lentera berlari ke arahnya, menjulurkan air mineral.

"Gue gak pa-pa. Capek aja tadi berdiri berjam-jam di lapangan." Samudra menarik napas panjang.

"Lagian elo, udah tau disuruh bawa senter, pake alasan gak punya segala. Gak ada rumah yang gak nyediain senter, Sam." Kamel melambaikan tangan, "Ayo, Nay ke kantin. Gue laper."

"Rumah Tuan Muda kan besar, jadi gak perlu senter kalo mati listrik, pakenya diesel." Arnold tertawa, "Raf, lo mau ke kantin bareng gue apa Yura?"

"Kamu sama Arnold aja, Yang. aku mau nemenin Lentera." Yura angkat bicara, Rafa mengangguk.

"Kita ke kelas yuk, Sam. Gue mau ngomong sama lo." Lentera menyeret Samudra agar berdiri.

Samudra berdiri, menerka-nerka apa yang akan Lentera katakan.

"Ra!" Yura berseru.

"Apa?"

"Ada cowok lo di depan!" Yura menatap gerbang yang tak jauh dari lapangan upacara.

"Oh iya bener. Yur, lo ajak Samudra ke kelas dulu, ntar gue nyusul." Lentera melepas pegangan tangannya, lantas berlari menghampiri Justin.

Samudra menatap nanar. Dalam kondisinya yang seperti ini saja bahkan Lentera tega meninggalkannya.

"Udah, Sam. Lo yang sabar," Yura menepuk bahu Samudra pelan, membesarkan hati.

"Sekarang gue masih bisa sabar, Yur. Tapi besok-besoknya gak tau." Samudra tersenyum tipis.

"Kenapa lo gak ajak Lentera jalan bareng aja? Biar kalian punya waktu ngobrol." Yura duduk di kursi Arnold, sebelahan bersama Samudra.

"Udah gue coba. Tapi dia bilang mau dinner sama cowoknya."

"Kenapa gak maksa aja?"

"Gue gak bisa maksain kemauannya dia. Jadi gue cuma bisa junggu dia punya waktu buat gue."

"Tapi gak bisa terus-terusan gini, kan? Elo juga yang sakit." Yura menatap Samudra.

"Lo pernah berantem sama Rafa nggak, Yur?"

"Berantem?"

"Iya."

"Pastinya pernah lah,"

"Penyebabnya apa?"

"Ya, paling sering sih gara-gara salah paham. Kayak ... lo inget pas Rafa ngeclub bareng Aidda?"

Samudra mengangguk.

"Itu yang bikin gue kesel, abis itu kita berantem. Tapi sekarang gak pa-pa kan? Aidda sendiri yang jelasin kalo dia cuma ketemu gak sengaja sama Rafa. Jadi gue harus maafin." jelas Yura.

"Bisa kali ya, kalo gue bikin Lentera sama Justin marahan?"

"Lo gak boleh curang, Sam." Yura berkata serius.

"Kalo demi menang, kita bisa ngelakuin apa aja, kan?"

"Gak bisa." Yura menggeleng, "Lo namanya ngadu domba, lo bisa ngotorin cinta mereka. Udah kali diem aja, kalo Tuhan bilang kalian jodoh juga nantinya bakal disatuin lagi kok."

Percakapan mereka berhenti, Lentera telah kembali dari depan. Dengan membawa sekotak cokelat.

"Wadidaw!!" Yura berseru heboh. "Yang baru dapet coklat. Bagi ngapa?"

Lentera nyengir lebar, "Enak aja. Minta aja kali sama Rafa lo."

Wajah Yura menggelembung kesal, "Lo gak boleh gampang emosi pas Lentera cerita tentang cowoknya, Sam. Dengerin aja, ntar juga kebiasa." Yura berbisik pelan. Samudra mengangguk samar.

Lentera - Samudra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang