Epilog

9 2 0
                                    

Tahun-tahun berikutnya Dena melakukan kuliahnya dengan sangat lancar karena memang gadis itu sangat cerdas. Sesekali Dena juga menghubungi ibunya untuk sekedar bertanya kabar ataupun bercerita tentang kesehariannya disana selama perkuliahan. Ia juga menceritakan tentang Dion orang yang selama ini selalu membantu hari-hari Dena dan gadis itu juga mendapatkan beberapa teman baru selama perkuliahannya, Dena sangat merasa aman dan nyaman berkuliah disana.

Sampai disatu saat, memang Dion sudah lebih dulu menyelesaikan perkuliahannya disana. Dion juga sempat kembali ke Indonesia dan hari ini ia datang lagi ke Inggris katanya ia hanya ingin jalan-jalan. Dena juga sudah berjanji akan menemui Dion hari itu. Mereka bertemu disalah satu tempat makan yang sudah dipesan terlebih dahulu oleh Dion. Gadis itu memang sebenarnya sedikit heran, biasanya Dion tidak pernah mengajaknya makan malam apalagi ditempat yang sangat mahal dan dengan pemandangan yang bagus dan begitu indah di lantai 2 tempatnya duduk sekarang.

"Dena lo mungkin bingung karena gue ga biasanya gini" kata Dion yang merasakan Dena yang mulai sedikit kebingungan.

"Iyaa sih... aneh aja biasanya kita jalan-jalan doang kayak biasa" balasnya.

"Sebenernya ada yang gue mau kasih tau ke lo yang udah lama gue pendem" suasana mulai hening, Dena makin kebingungan dan mulai sedikit gugup melihat wajah Dion yang berkata serius.

"Lo kenapa sih jadi srius gitu, bikin gue takut aja...".

"Gue udah suka sama lo dari lo kelaa 1 SMA, gue sering merhatiin lo dari dulu. Tapi gue ga berani ngungkapin ke lo Dena, dan sampe akhirnya gue tamat dari sekolah lalu gue kuliah di Inggris. Gue mulai berfikir pas pulang kayaknya gue harus ungkapin semuanya ke lo... ya tepat sekali gue terlambat dan keduluan lo udah pacaran sama orang lain. Gue juga minta maaf sama lo waktu itu gue lagi dirumah sakit karena mau jenguk sepupu gue dan gue liat ibu lo masuk rumah sakit dan sekali lagi gue ga berani nemuin lo dan cuma liat lo dari kejauhan" pengakuan Dion pada gadis itu yang membuat Dena sangat amat terkejut.

"Jadi yang bantu bayar biaya rumah sakit ibu gue itu lo kak?" tanya Dena.

"Iyaa bener karena gue merasa ga bisa bantu lo apa-apa saat lo lagi sedih, gue juga ga punya keberanian yang besar buat ketemu lo. Jadi, cuma itu cara gue nenangin hati gue biar ga ngerasa bersalah saat itu".

"Makasih yaa... gue ga nyangka kalo ternyata ada orang yang seperhatian itu sama gue. Maaf kalo selama ini gue ga menyadari hal itu" balas Dena.

"Dena gue tau mungkin semuanya terburu-buru buat lo. Tapi gue bersungguh-sungguh dengan apa yang bakal gue omongin kali ini" ujar Dion.

"Maksudnya?" tanya Dena.

"Gue emang bukan yang pertama dan mungkin gue waktu itu terlambat Dena... tapi kali ini gue ga bakal nyia-nyiain kesempatan yang gue punya sekarang" ujar Dion dengan wajah bersungguh-sungguh.

"Dena will you marry me?" ungkap Dion sambil mengeluarkan sebuah box kecil yang berisi sebuah cincin berlian.

Jantung Dena berdebar sangat cepat, tangannya mulai dingin. Gadis itu tidak menyangka bahwa dia akan dilamar oleh Dion pada hari itu. Tanpa berfikir dua kali, gadis itu tidak ingin menyia-nyiakan orang yang sudah berniat baik ingin melamarnya.

"Yes... I will...." balas Dena.

Setelah hari itu, Dion tetap menunggu Dena menyelesaikan perkuliahannya. Ternyata sebelum melamar Dena, lelaki itu sudah terlebih dahulu meminta izin kepada ibu Dena untuk melamar anak perempuannya yang paling ia sayangi itu. Tentu saja ibu Dena mengizinkan dan membiarkan Dena menentukan pilihannya. Dena akhirnya menyadari bahwa orang yang baik dan memang ditakdirkan untuk bersamanya tidak akan datang dengan diwaktu yang cepat, tapi diwaktu yang tepat.

                                    ----- END -----

Right Time with Right PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang