Delapan

22 5 2
                                    

Hari ini rasanya begitu bahagia. Matahari cerah berseri, bunga-bunga bermekaran, daun-daun berguguran, pelangi dibalik awan merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu. Rasanya seperti terlahir kembali ke dunia!

Tidak, tidak.

Aku hanya bercanda. Itu tadi terlalu berlebihan. Tapi satu yang benar, aku tidak bisa mendeskripsikannya. Yang pasti hari ini rasanya aku senang sekali, bahkan jantungku sedari tadi masih terus berdetak. Eh, salah, berdebar maksudku.

Tolong ingatkan padaku untuk berterima kasih sekali lagi kepada bu Shanti yang telah memberikan tawaran sekaligus memaksaku untuk berpartisipasi di acara dies natalis nanti.

Aku baru menyadarinya. Andai saja hari itu bu Shanti tidak memaksaku ketika aku menolak, mungkin aku akan sangat menyesal sekarang.

Kalian mau tahu apa yang membuatku sesenang ini?

Jawab iya! Jangan bilang tidak! Terserah kalian mau tahu atau tidak, aku akan tetap memberi tahu.

Pemaksaan? Biarin!

Karena aku tidak tahu harus memberi tahu kepada siapa jika bukan kalian. Ini adalah sesuatu yang kupendam sendiri selama hampir tiga tahun.

Jadi, aku akan bernyanyi didampingi ketua osis yang sekarang memegang jabatan. Kalian sudah tahu, kan?

Nah, ketua osis yang sekarang menjabat itu adalah mantan wakil ketua osis sebelum aku mengundurkan diri dari jabatan ketua osis di pertengahan semester dulu.

Sebentar, kata-kataku terlalu rumit tidak?

Hah. Intinya, kelas sebelas dulu aku terpilih sebagai ketua osis bersama Leo sebagai wakilnya di SMA ini. Leo teman sebangkuku di masa orientasi dulu ya, bukan Leonardo Dicaprio.

Leo adalah cowok pertama yang kenal dekat denganku saat masa orientasi dulu, karena aku masih baru di kota ini sehingga tidak ada seorangpun yang kukenal. Jujur, aku memiliki perasaan lebih dengannya. Kami juga sekelas saat kelas sepuluh dulu.

Sayangnya, teman sebangkuku saat kelas sepuluh dulu, namanya Anita, menyatakan perasaannya kepada Leo. Aku yakin sekali saat itu Anita juga tahu tentang perasaanku walaupun aku tidak memberi tahu siapapun. Tidak ada gunanya juga jika aku menyatakan perasaanku sedangkan ayah sudah mewanti-wanti melarangku memiliki hubungan tidak jelas dengan seorang cowok.

Dan yah, akhirnya mereka berdua jadian.

Semenjak itu Leo menjauh, entah dia mendapat hasutan apa aku juga tidak tahu. Aku juga tidak akrab lagi dengan Anita teman sebangkuku itu. Bisa bebas berbicara dengan Leo saja hanya atas dasar kepentingan osis.

Kemudian kami naik kelas, dan aku sudah tidak sekelas lagi dengan Leo, apalagi Anita.

Yang kudengar, Anita pindah sekolah. Tetapi aku tidak tahu bagaimana dengan hubungan mereka. Aku mencoba tidak peduli lagi pada saat itu, walaupun aku masih menyimpan rasa kepada Leo.

Di tengah-tengah masa jabatanku sebagai ketua osis, aku mengundurkan diri. Sebagai wakil ketua osis, Leo yang menggantikan jabatanku.

Bukannya apa, bunda yang menyuruhku karena kegiatannya yang terlalu padat. Tentu saja bukan karena aku ingin menjauh dari Leo untuk move on.

Aku tidak sepengecut itu untuk menjauh dari seseorang karena ingin melupakannya. Walaupun pada akhirnya aku gagal move on, tidak apa. Dengan begitu setidaknya, hanya berpapasan dengannya pun aku merasa sangat senang.

Oleh karena itu sekarang langkah ringanku menuju ke ruang musik sekolah. Ini jam pulang sekolah. Seperti yang sudah dibicarakan dengan bu Shanti, aku dan ketua osis yang sekarang alias Leo akan berlatih setiap hari sepulang sekolah mulai hari ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang