"Key?"
"Hmm?"
"Lihat hape Abang yang satu lagi nggak?"
Keira melirik Ben yang tengah sibuk mencari-cari ponsel di berbagai sudut ruang keluarga. "Iya. Nih, lagi Key pakai."
Gerakan lelaki itu lantas terhenti. Ia mengerling pada adiknya dengan wajah datar. "Bilang dulu lain kali, jangan buat panik."
Keira berdecak seraya mengubah posisinya menjadi tengkurap di sofa. "Ah, bisa beli lagi." Kemudian ia kembali fokus pada layar lebar Samsung Fold di tangannya.
Hal tersebut mau tidak mau membuat rasa ingin tahu Ben muncul. "Nonton apaan sih?"
"Kepo!" Keira menjulurkan lidahnya.
"Lagian sampai melotot gitu nontonnya. Jauhin sedikit hapenya. Nanti matanya sakit," tegur Ben.
Keira tidak menggubris kali ini. Ben yang semakin penasaran dibuatnya pun diam-diam mengintip video yang tengah diputar tersebut.
"...selanjutnya aku akan pakai concealer di kelopak mata sebelum pakai eyeshadow-nya. Sebagai pengganti eye primer biar warnanya nanti lebih pigmented..."
Ya, kira-kira seperti itulah bahasa sanskerta yang diucapkan perempuan dalam video tersebut.
"Make up terus," sindir Ben.
"Komen terus," balas Keira tidak mau kalah. "Dasar netizen!"
Ben mengembuskan napas. Tidak ingin ada keributan berkepanjangan, ia mengalihkan pembicaraan. "Wisuda kamu jadinya kapan?"
"Masih lama. Key mau ikut yang akhir tahun aja. Biar bisa barengan sama teman-teman angkatan Key yang belum selesai skripsinya," jawab gadis itu tanpa mengalihkan perhatian dari beauty vlogger kesayangannya, Aluna Sarasita.
"Terus mau sambil cari kerja atau gimana?"
"Duh! Key nggak mikir begituan, Bang. Nggak mau mikirin." Bertepatan dengan jawabannya yang acuh tak acuh, ponsel Keira bergetar singkat. Menandakan pesan masuk.
Prisca:
Di mana cuy?
Keira lantas mengetik balasan. Menelantarkan ponsel abangnya yang masih memutar video, tergeletak di sofa begitu saja.
Keira:
Masih di rumah.
Prisca:
SI ANJIR! GUE SAMA JOVAN UDAH NYAMPE.
Keira:
Oke, wait. Gue otw!
Prisca:
Cepeeet!
Keira:
Sabar ih!
Bergegas, Keira meraih tas Pradanya. Melakukan touch up singkat sebelum akhirnya bangkit dari tempat.
"Mau ke mana?" tanya Ben saat Keira hendak berlalu.
"Ke Sky Lounge. Biasa, nongki-nongki."
"Sama siapa?"
"Teman-teman."
"Cewek semua?"
"Iya dong!" Keira mengibas rambut ikalnya yang dicat pink muda. "Belum ada Prince Charming yang datang merebut hati Key!" ujarnya seraya mendekap dada.
"Ya udah hati-hati," ucap Ben tanpa menggubris drama singkat yang dibuat sang adik. "Ingat ya, jangan minum aneh-aneh. Jangan pulang malam-malam."
"Aye aye, Captain!"
***
Suasana ruang makan di kediaman Kusuma kali ini masih dikuasai oleh keheningan. Tidak seperti biasanya.
Raka melirik sang bunda yang tengah mengoyak daging ayam dengan pisaunya, ganas. Ia tahu, wanita itu masih menjalankan aksi mogok "bicara" pada anak semata wayangnya tersebut.
"Bun?"
Raka mengembuskan napas saat Soraya, bundanya, tidak menggubris. "Makannya pelan-pelan, Bun."
Soraya mengerling. "Nggak usah peduliin Bunda deh!"
Lelaki itu meringis kecil mendapati aura permusuhan yang masih kental dari sang ibu. "Bunda sampai kapan mau ngambek sama Raka? Raka sedih lho, Bun."
"Riki sidih lhi, Bin!" cibir Soraya dengan bibir mencebik. "Sampai kamu kabulin permintaan Bunda minggu lalu. Titik!"
Raka meletakkan alat makan di tangan dan memijit pelipisnya yang mendadak berdenyut nyeri. Sudah seminggu ia tidak merasakan kehangatan wanita itu hanya karena Raka belum membawakan "calon mantu" ke hadapan beliau.
Di usianya yang sudah genap kepala tiga bulan lalu, Soraya semakin geger menghantui Raka dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada lawan jenis. Bukan tidak laku. Tidak sama sekali. Raka hanya belum menemukan someone special yang benar-benar pas untuknya. Semua perempuan yang pernah berhubungan dengannya, tidak sampai membuat Raka mengalami "gejala" kasmaran seperti yang para pecinta rasakan.
Naraka Kusuma, pemilik Sky Lounge, salah satu restoran termewah yang berlokasi di daerah Gunawarman, Jakarta Selatan serta memiliki cabang di Seminyak Bali. Tempat nongkrong favorit para kaum elite yang tidak pernah sepi akan pengunjung, alias selalu ada uang yang senantiasa mengalir untuknya. Tajir memang. Ditambah fakta bahwa dirinya adalah anak semata wayang dari Eddy Kusuma, pemilik Persona Group yang menaungi sejumlah stasiun televisi swasta nasional.
Soal fisik, Raka tidak perlu diragukan! Lelaki itu bisa dikatakan memiliki paras bak dewa Adonis saking indahnya. Tampan? Banget!
Hanya saja, semua itu belum cukup membuatnya menemukan cinta sejati.
Selama ini Raka memang menjalin hubungan dengan para perempuan yang sesuai dengan tipe idealnya. Berpenampilan menarik, dewasa, dan agak "seksi". Tapi tidak satu pun dari mereka yang berhasil membuat Raka menetapkan hatinya. Ujung-ujungnya, semua Raka tinggalkan dengan rasa hormat.
Dibelikan apa pun yang mereka mau sebelum akhirnya diberikan kata "putus".
Namun, ada satu makhluk yang membuat Raka saat itu sanggup memikirkannya selama berhari-hari. Makhluk yang tidak pernah Raka bayangkan akan hinggap di kepalanya.
Ciiit...
Suara keras kaki kursi yang diseret paksa membuat Raka mendongak dan menemukan bundanya telah bangkit, siap berlalu dari meja makan.
"Bunda mau ke mana? Makannya, kan, belum selesai?" tanya Raka saat piring Soraya masih setengah utuh.
"Nggak nafsu!" sewot wanita itu lantas pergi ke kamarnya dengan langkah terentak-entak.
Raka baru akan menyusul saat suara sang ayah membuatnya kembali terduduk di tempat.
"Udah, biarin aja. Percuma kamu bujuk juga. Nanti malah makin ngamuk," ucap Eddy, mengingatkan Raka jika istrinya tersebut cukup keras kepala.
Raka mengangguk lesu. "Iya, Yah."
"Eh, tapi bukan berarti Ayah ada di pihak kamu lho!" ralat Eddy segera. "Ayah juga setuju sama Bunda. Sudah waktunya kamu menikah, Nak."
Damn! Here we go again.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess and the Boss! [DITERBITKAN]
HumorTelah Diadaptasi ke SERIES di MAXStream & Sudah Terbit, Tersedia di Seluruh Gramedia Indonesia. "Kamu mau nggak jadi pacar saya?" "Excuse me?!" "Nanti saya beliin make up. Sepuas kamu." "Deal!" Naraka Kusuma, pemilik Sky Lounge yang selalu tertarik...