Jaguar Raka berhenti tepat di depan gerbang istana Wijaya. Turun dengan outfit yang kemarin Keira "belikan" untuknya, lelaki itu melemparkan senyum pada satpam yang berjaga.
"Siang, ini rumah Keira, kan?"
Satpam tersebut melihat penampilan Raka dari atas sampai bawah. Ia memang masih mengingat sosok yang mengantar nona Keiranya semalam, tapi pria itu berpikir jika lelaki di hadapannya kini hanyalah driver online.
"Iya. Sudah ada janji temu, Masnya?"
"Udah."
"Baik, saya panggilin Tuan Ben dulu ya."
"Eh?"
Sepasang alis tebal Raka bertaut saat satpam tersebut justru berlalu meninggalkannya alih-alih membukakan pagar. Antusias yang tadi menguasai, kini seolah tertindas oleh perasaan takut yang mendadak menyergap dirinya.
Raka tahu, ia memang harus menghadapi Ben seperti yang Keira ucapkan semalam. Raka pun telah menyiapkan diri di rumah sebelum tancap gas ke istana Wijaya. Tapi lelaki itu tidak menyangka jika rasanya seperti akan bertemu calon mertua. Deg-degan banget!
Sampai sang penjaga kembali, diikuti oleh sosok yang tiba-tiba membuatnya merasa terintimidasi.
Benara Wijaya. Dengan kaus oblong putih polos biasa yang diyakini Raka merupakan Gucci Washed Cotton T-shirt dan celana panjang Fila berwarna navy, membuat Raka kini mengerti bagaimana pantasnya seorang Ben mendapatkan pujian.
Cara lelaki itu berpenampilan tidak neko-neko. Walaupun outfitnya branded, gaya Ben seolah tampak sederhana. Tidak terkesan expensive sama sekali. Berbeda dengan Raka sebelum Keira melakukan "make over" padanya.
Hmm, pantas saja Keira sangat mengagumi Benara. Raka yang "normal" saja mengakui bahwa calon kakak iparnya tersebut benar-benar lahir tanpa cela. Mulai dari fisik hingga caranya menarik perhatian dengan usaha nihil, atau bisa dikatakan berpakaian "seadanya".
"Siang, Bang," sapa Raka saat Ben telah berhadapan dengannya. Hanya gerbang tinggi yang kini menjadi batas di antara mereka.
Sebelah alis Ben terangkat. "Cari Keira?"
Diam-diam ia menelan ludah. Kepercayaan Raka soal dirinya yang lebih ganteng dari Ben semalam sontak lenyap begitu saja. Dari dekat, Raka bisa melihat betapa sempurnanya lelaki itu.
Kalau boleh dikatakan, ketampanan mereka sebenarnya setara. Masing-masing punya kelebihan. Ben dengan lesung pipit yang jarang diperlihatkan dunia, seperti halnya gingsul Raka. Hanya mata hazel Ben dan rambut cokelat natural Raka yang bisa dinikmati khalayak ramai. Jangan lupakan bibir tipis Ben yang misterius serta bibir berbelah nan seksi milik Raka.
Tapi aura yang menguar dari seorang Benara membuat ketampanan penyandang Wijaya itu lebih terasa daripada Kusuma. Ibarat kata, Benara hanya perlu berdiam diri, membiarkan kharismanya yang bekerja menarik kaum Hawa. Sedangkan Naraka harus-wajib-kudu-mesti tebar pesona dengan mengukir senyum mautnya agar perempuan bersedia menyerahkan diri.
Khusus Keira, perlu dengan iming-iming make up dan usaha yang agak menguras energi.
"I-iya, Bang. Mau jemput Keira."
Ben memanggut-manggut. "Namanya siapa?"
"Hmm?"
"Kamu. Nama kamu siapa?"
"O-oh..." Raka mengusap tengkuknya. "Raka, Bang. Naraka Kusuma."
Menyadari kegugupan Raka, Ben mengulas senyum simpul. "Santai aja. Saya cuma tanya." Kemudian kedua matanya menajam. Dengan rahang terkatup, Ben melanjutkan, "Kecuali kamu main-main sama adik saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess and the Boss! [DITERBITKAN]
HumorTelah Diadaptasi ke SERIES di MAXStream & Sudah Terbit, Tersedia di Seluruh Gramedia Indonesia. "Kamu mau nggak jadi pacar saya?" "Excuse me?!" "Nanti saya beliin make up. Sepuas kamu." "Deal!" Naraka Kusuma, pemilik Sky Lounge yang selalu tertarik...