CH: 04 | Permainan

85.6K 8.5K 598
                                    

"Malam, Paaak!"

Pak Badrun yang tengah membersihkan kaca mobil kontan terkejut. "E-eh, malem Non Key. Sudah belanjanya, Non?"

Ya, pria itu memang "diusir" secara halus oleh Keira beberapa jam lalu. Sesuai perintah nona Keira, pak Badrun beralasan jika Keira pulang bersama teman-teman saat Ben menanyakan keberadaan adiknya tersebut.

Meskipun sempat heran, Ben tidak bertanya lebih lanjut. Pak Badrun menghela napas lega saat itu. Tidak ingin kebohongannya terbongkar dan menjadi senjata buat diri sendiri. Terlebih, tidak ingin membuat nonanya mengamuk! Hih. Seram!

"Udah dong!" jawab Keira senang. Terlalu senang sampai tukang kebunnya yang sedang bersantai ria dengan segelas kopi di gazebo, saling melempar pandangan dengan Badrun.

Mereka tahu, nona Keira memang periang nan ceriwis. Tapi kali ini auranya berbeda, seakan gadis itu baru saja menatap indahnya dunia. Bahkan satpam yang berjaga di gerbang pun ikut merasakan bunganya.

Semua tentu karena make up, jelas. Apa lagi?

Di tangannya kini terjinjing empat paper bag sekaligus. Estée Lauder, Sulwhasoo, Shiseido, dan tidak ketinggalan Sephora. Of course! Keira memang tidak main-main dalam meminta bayaran di muka. Total belanjaannya pun mencapai dua puluh enam juta, kurang lebih.

Ralat, LEBIH!

Terkesan memeras Raka? Tidak. Ini tandanya ia pintar memanfaatkan kesempatan! Kapan lagi belanja make up dan skincare tanpa perlu mendengarkan protes? Apalagi Raka cukup "penurut". Mau saja ditarik Keira ke sana kemari. Tidak seperti Ben yang belum apa-apa sudah mengeluh! Huh, lembek!

Keira membuka kedua pintu raksasa di hadapannya lebar-lebar dan melangkah masuk dengan riang.

Ben yang sedang menyesap kopinya sambil menemani Sinta berbincang di ruang tamu pun mengernyit. Kedatangan Keira berbeda drastis dibanding ketika gadis itu meninggalkan rumah.

"Beli make up ya kamu?" tebak Ben, agak tepat sasaran. Ia memang tidak paham merek kosmetik sehingga tidak familier dengan nama yang tertera di paper bag. Namun, tidak ada hal lain yang membuat Keira sebahagia itu selain make up dan video tutorial seorang perempuan—yang bahkan ia lupa wajahnya—di Youtube.

"Want to know aja!" Keira menjulurkan lidahnya.

"Eh, kok gitu sama Abangnya?" tegur Sinta, lembut. "Ditanya baik-baik tuh balasnya yang sopan dong, Sayang."

Keira mencebik saat Ben menunjukkan senyum kemenangan karena dapat pembelaan dari sang mama. "Key malas dengar pidato Bang Ben, Ma," kilahnya.

"Abang, kan, cuma nanya." Ben membela diri, tapi sedetik kemudian lelaki itu bersedekap. Siap mengusik kedamaian hati Keira. "Make up kamu udah banyak. Sampai overload gitu di rak. Buat apa sih?"

"Buat dipakai dong! Ada juga yang buat koleksi. Atau apa kek. Suka-suka gue!"

"Duit Abang," tegas Ben, mengingatkan gadis itu bahwa Keira tidak mengerahkan usaha apa pun dalam kelangsungan hidup selain menerima uang saku per-bulan secara cuma-cuma darinya.

Sesungguhnya, Ben tidak masalah kalau Keira belanja. Hanya saja ia masih tidak habis pikir dengan perempuan yang gemar mengoleksi make up banyak-banyak. Buat apa sebenarnya?

Ah, sudahlah.

"Ish!" desis Keira jengkel. "Tenang aja, Key nggak bakal minta or beli make up pake uang Bang Ben lagi. Simpan aja omelannya mulai dari sekarang. Beliin Key mobil, jangan lupa. Key siap dikurangin uang jajannya."

Princess and the Boss! [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang