EMPAT

1.1K 148 18
                                    

" Sial! Sial! " maki Hafiz pada dirinya sendiri sambil memukuli setir mobil. Masih berada dalam mobilnya yang terparkir di bengkelnya yang sudah sepi, semua pegawai pasti sudah pulang jam lima tadi sore. Saat ini sudah jam sembilan malam.
" Kenapa bibirnya malah membuatku tergoda! Dasar sialan! " Hafiz merutuk dirinya yang salah mengambil langkah. Inginnya ciuman itu gunakan untuk membuat Gia menjauhinya dan berhenti menuruti keinginan Ibunya, namun justru dirinya terperangkap sensasi aneh saat mencium bibir gadis pilihan Ibunya itu.

Melangkah masuk ke ruang kerjanya yang terhubung dengan kamarnya, Hafiz melirik malas ke arah ranjang yang kosong dan dingin.
" Kapan terakhir aku mencium seseorang? " Yah tanpa perasaan jika hanya mencium ia sering lakukan, setahun lalu mungkin?

Hidupnya tak begitu suci setelah pengkhianatan mantan istrinya. Pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan beberapa wanita, tanpa rasa, hanya untuk menuntaskan kebutuhan biologisnya. Dan itupun dengan wanita berkelas, rekan bisnis atau kenalannya. Tapi hubungan itu tanpa ikatan apapun.
Hafiz telah membentengi hatinya dari hal yang disebut "cinta". Ia tak ingin merasakan pengkhianatan yang sama.

***

Gia menatap layar handphonenya yang menunjukkan pesan dari Hafiz.
" Maaf katanya! " Teriak Gia dalam kamarnya. Gia tak berniat membalas pesan Hafiz, dimatikannya Handphone dan dibaringkannya tubuhnya di atas ranjangnya yang empuk.

Tak dapat dipungkiri memang Gia menyukai Hafiz. Cinta mungkin. Ini bukan ciuman pertamanya, usianya sudah dua puluh tujuh, tak mungkin dia tak pernah berciuman.
Gia pernah dua kali berpacaran, saat SMA dan saat baru lulus kuliah. Tapi hubungan itu biasa saja, ciuman mantan pacarnya pun tak ada yang seliar ciuman Hafiz.
" Iih apaan sih kok jadi mikirin cowok mesum itu! " Gia menutup wajahnya dengan bantal, mencoba menghapus bayang bayang wajah Hafiz.

Menyalakan handphonenya kembali dan ingin membalas pesan Hafiz setelah beberapa saat mencoba untuk terlelap.

Satu pesan lain masuk dari Bu Laila
" Sayang, besok ke rumah ya, kalau bisa ajak mamah dan papahmu datang. Kita makan malam bersama. " Isi pesan Bu Laila.
" Maaf Bu, Mamah dan Papa sedang di luar kota sampai minggu depan. Kalau besok malam Gia sepertinya gak bisa. Sedang ada orderan cake pernikahan untuk lusa. Lain waktu kalau Gia bisa, Gia pasti datang. Atau sekalian sabtu malam saja? " Gia menelpon Bu Laila. Sebenarnya Gia ingin menghindar dulu dari Hafiz. Tapi untuk orang tuanya yang sedang di luar kota, itu benar adanya.
" Oke sayang, nanti kamu masak yah sama Ibu. Enak masakan kamu. Kalau gitu Ibu matikan yah telponnya. Istirahat dulu. Selamat malam Sayang. "
Bu Laila memutus sambungan telpon.

" Oke aku maafkan. " Gia menjawab pesan Hafiz dan kembali mematikan handphonenya, lalu terbuai dalam kehangatan selimut yang tebal dan terlelap menjemput mimpinya.

***

Kesibukan Gia hari itu benar - benar menyita waktunya.
" Kayaknya kita harus nambah pegawai deh mbak. " Kata Devi.
" Iya nih. Belakangan banyak yang ngajak kerjasama buat nyediain kue di hotel - hotel. Nanti aku minta Alin buat cariin tiga orang lagi deh. Atau kalian ada punya temen yang rajin gitu nggak? " Kata Gia kepada para pegawainya.
" Aku ada mbak. Kalau mau besok aku ajak kesini. Anaknya rajin, temen kost aku, baru aja keluar dari restoran tempat kerjanya karena pulangnya malem terus dan diomelin bapak kost karena keseringan bukain pintu tengah malem. "
" Boleh - boleh. Besok bawa aja kesini. Vino butuh temen lagi nggak buat delivery? " Tanya Gia kepada kurir Sweet.
" Satu lagi donk Mbak. Biar bisa cepet kelar, kalo jalurnya beda takut telat antarnya. Nggak enak donk sama pelanggan yang butuh cepat. "

Obrolan sore itu antara Gia dan pegawainya. Sweet berkembang pesat. Banyak pelanggan yang menyukai kue buatan Sweet , hotel - hotel juga sering memesan kue untuk acara yang diselenggarakan di hotel. Tak salah waktu itu dia memutuskan untuk membuka usaha ini dengan sahabatnya. Sekarang Gia pun telah mengumpulkan modal untuk merenovasi lantai dua di Sweet agar dapat dijadikan tempat menikmati kue kue yang baru di panggang.

***

Hafiz menunggu di seberang jalan toko kue Gia. Pesan yang dari pagi dikirim ke Gia untuk mengajaknya makan malam belum juga di balas Gia, dibacapun tidak, padahal Gia terlihat online.

Dilihatnya pegawai Gia keluar satu persatu dari toko itu, namun tak nampak jika Gia ikut keluar, padahal toko sudah di tutup dan lampu luar toko sudah di matikan.
Hafiz menyebrangi jalanan untuk mengecek apakah Gia masih di dalam sana, karena lampu di dalam masih terlihat menyala.

Bunyi lonceng yang ada di pintu terdengar nyaring dalam keheningan toko itu, membuat Gia berteriak " Maaf sudah tu... Kamu! Ngapain kesini? " Gia terkejut melihat Hafiz di dalam tokonya.
" Kamu nolak ajakan Ibu makan malam buat menghindariku kan? Dan kamu gak balas pesanku dari pagi juga karena menghindariku. "
" Menghindar? Saya sudah telpon Ibu kok semalam. Dan saya lagi sibuk sama pesanan jadi nggak sempat buat baca pesanmu! " Elak Gia. Yah biar sebenarnya memang dia menghindar dan malas untuk membalas pesan Hafiz.
" Oke. Sekarang ikut aku! " kata Hafiz dengan nada memaksa.
" Sorry ya Bang! Saya capek dan ingin cepat pulang. " tolak Gia. Dirinya memang benar benar merasa kelelahan hari ini.
" Aku yang akan mengantarmu. "
" Oke oke hhhmmmm. Mumpung masih jam delapan, bolehlah mampir makan. "
" Oke. Kutunggu di mobil. "

Kesal Gia meremas handphonenya tanpa sadar. " Oke jika harus begini buat dapetin cinta Kamu, aku ikutin maumu Abang! " cicit Gia.




Bonus double up.. Mumpung lagi semangat mengkhayal.

Please vote n comment yah
Bantu koreksi kalau ada salah salah kata

Makasih buat yang sudah baca.

Jayapura, 9 Juni 2020

Salam sayang kecup basahh buat Abang Hafiz. Hihihi

-ghee-

Kamu (PDF Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang