SEMBILAN

1.3K 165 79
                                    

Hafiz memukul meja kerjanya, emosinya benar-benar terbakar dengan apa yang tadi dilihatnya.

Nggak mungkin aku cemburu kan? Baru kemarin Dia mengejarku! Sekarang malah bermanja pada Damar! Wanita memang sama saja, murahan!

Selalu saja Hafiz mengelak pada perasaannya. Selalu berpikir semua wanita seperti mantan istrinya, gampang berpindah dari satu pria ke pria lainnya. Hafiz tak ingin mengakui rasa cemburunya pada Gia, jadi menurut Hafiz, tak ada salahnya jika dia datang kepada Gia dan meminta untuk tak mendekatinya lagi.

***

Rumah Gia terlihat senyap karena sang pemilik rumah sedang terlelap di sofa ruang keluarganya. Hari ini Mamah dan Papanya tidak menemaninya di rumah karena mereka harus mengunjungi sepupu Gia yang baru saja melahirkan di Semarang.
Waktu liburnya Gia manfaatkan sebaik baiknya untuk bermalas-malasan. Mbok Yah biasa datang untuk membantu Gia beberes rumah. Mbok Yah yang merawat Gia sedari dalam kandungan hingga saat ini jadi begitu dekat dengan Gia.
Semenjak Gia menempati rumah dari Papanya, Mbok Yah lebih sering berada di rumah Gia dari pada di rumah Danu.

Seperti pagi ini, saat sedang membersihkan halaman depan rumah Gia. Sebuah mobil yang tak dikenali memasuki halaman rumah Gia. Mbok Yah berlari masuk ke dalam rumah untuk memberitahukan jika ada tamu yang datang. Melihat Gia yang nyaman terlelap di depan televisi yang menyala, Mbok Yah tersenyum. Berlutut di samping Gia, diguncangnya lengan Gia perlahan.

"Neng, bangun Neng. Ada tamu."
"Tamu? Siapa Mbok?" Gia menguap, mengusap matanya yang masih ingin terlelap.

"Permisi!"

tok tok tok.

Hafiz? Untuk apa dia kesini?

Bangun dari sofa, Gia hampir terjatuh jika Mbok Yah tak menahan tubuh Gia yang masih mengantuk.

"Mbok, tolong bikinin minum yah. Taruh aja di dapur nanti aku ambil, terus nanti mbok balik aja ke rumah Mamah lewat pintu belakang yah."

"Siap Neng."

Gia merapikan penampilannya sekedarnya. Lalu berlari ke arah pintu.

"Oh Abang, masuk dulu Bang!" Gia mencoba bersikap biasa saja, padahal wajah Hafiz sudah mengeras sedari tadi.

Duduk di single sofa, Hafiz menatap penampilan Gia yang terlihat baru bangun tidur.

"Sebentar aku ambilkan minuman dulu Bang."

Gia tak sadar jika saat itu Hafiz malah berdiri mengikutinya ke dapur. Dan Hafiz pun tak mengerti mengapa dirinya tergoda untuk mengikuti Gia.

Sebelum Gia mencapai meja makan untuk mengambil sirop dingin yang disiapkan Mbok Yah, tangan Hafiz memeluk pinggang Gia dari belakang. Gia terkejut dan punggungnya jatuh menempel dada Hafiz.

Entah apa yang merasuki Hafiz saat melihat penampilan Gia yang begitu menggoda, yang hanya mengenakan gaun tidur selutut.
Gia tak sadar jika gaun tidurnya menerawang dan menampakkan warna hitam bra-nya.

"Ehhh Bang!" desahan Gia lolos saat Hafiz mengecupi lehernya, lalu kecupannya turun ke bahu Gia.
Mendengar desahan Gia, semakin tersulut gairah Hafiz. Dibaliknnya tubuh Gia agar menghadapnya, sementara Gia menundukkan wajahnya malu. Namun Hafiz mengangkat dagu Gia, mengecup bibir ranum Gia. Dan tangan Hafiz meliar di balik gaun tidur gadis itu.

"Bang!" desah Gia.
"Ya ampun Sayang, kamu begitu indah! Aku ingin memasukimu saat ini."

Gelap oleh gairahnya, Hafiz benar benar tersihir oleh Gia. Dan anggukan Gia membuat Hafiz tak dapat menahan diri lagi. Diangkatnya tubuh Gia, mengedarkan pandangan, Hafiz mencari tempat untuk membaringkan Gia.

"Lantai dua." bisik Gia menunjukkan apa yang ada di pikiran Hafiz. Dan kesana-lah Hafiz membawanya, kamar Gia.

Dibaringkannya Gia diranjangnya, dikecupnya kembali bibir Gia.

Manis.

Hafiz memuji Gia dalam hatinya.

Diteruskannya ciuman ciuman panas mereka. Erangan kecil Gia bagaikan penyemangat bagi gairah Hafiz. Diusap perlahan payudara Gia yang telah terbebas dari bra-nya. Hingga kelembutan menjadi sebuah remasan.
Tangan Hafiz yang lain membelai kewanitaan Gia yang telah basah menembus celana dalam Gia.

"Kamu siap sayang?" bisik Hafiz disela rangsangannya, dan sekali lagi anggukan Gia telah meruntuhkan semua pertahanan diri Hafiz.
Hafiz melepaskan semua penghalang pada tubuhnya, sementara Gia telah benar-benar polos.

"Aku tak akan berhenti meskipun kamu memohon sayang!" bisik Hafiz di telinga Gia, menggigit gigit kecil telinga gadis-nya.

"Aku tak ingin kamu berhenti Bang! Ahhh...." jerit Gia saat Hafiz memainkan jarinya di dalam kewanitaannya.

Setelah Hafiz merasa Gia telah siap menerima bukti gairahnya pada milik Gia yang basah, Hafiz mendekatkan miliknya pada milik Gia.
Jemari Gia meremas seprai saat Hafiz berusaha memasukinya. Perih yang menyengat di sela penyatuan mereka, membuat air mata menggenang di ujung mata Gia.
Hafiz merasakan penghalang itu hendak melepaskan miliknya dari milik Gia, namun Gia menahan pinggang Hafiz dengan kakinya.

"Aku mohon masuki aku Bang!" dan Hafiz tak akan menahan diri lagi. Ditembusnya penghalang itu, dirinya menggila meraih kenikmatan dari tubuh Gia. Sementara setelah rasa perih menjadi nikmat bagi Gia, Gia mengimbangi gerakan pinggul Hafiz.

Nikmat. Bisik Gia dalam hatinya.

Mereka terhempas dalam puncak gairah bersamaan. Tanpa melepaskan miliknya dari kewanitaan Gia, Hafiz terlelap kelelahan. Gia-pun tak bisa menahan kantuknya.

***


Terhenyak dalam kesadaran, Hafiz melepaskan diri dari Gia perlahan agar Gia tak terbangun.
Menyelimuti Gia, karena takut dirinya tergoda lagi, Hafiz memunguti pakaiannya yang berserakan, lalu masuk ke kamar mandi yang ada di kamar Gia.

Perawan! Bagaimana bisa dia masih perawan! Sial! Sial!

Melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan jam sebelas siang, Hafiz keluar dari kamar mandi Gia.

Tepat saat handpone Gia berdering dan membangunkan Gia dari tidurnya, Hafiz menggeser pintu kamar mandi Gia.

Gia meraih ponselnya, belum menyadari dengan apa yang beberapa jam lalu terjadi. Dan tak sadar akan keberadaan Hafiz di sana. Kepalanya terasa pening, namun suara handphone yang masih berbunyi dan Gia menjawab panggilan masuk dari Sasa. Menspeaker panggilan itu, dan merebahkan kepalanya ke bantal.

"Hallo Gia Sayang, lagi libur kan? Ibuk ngajak makan siang nih. Aku jemput kamu yah! Sekalian ngomongin soal Damar, sukses yah rencana kita. He he he.. Katanya Dimas, Bang Hafiz ngamuk ngamuk di ruangannya." cerocos Sasa.

Dan saat mendengar nama Hafiz di sebutkan, Gia tersadar apa yang sudah terjadi beberapa jam lalu. Mengedarkan pandangan ke ruangan itu, didapatinya mata Hafiz yang berkilat penuh amarah.

Dada Gia nyeri menerima tatapan kemarahan Hafiz.

Hafiz pergi setelah membanting pintu kamar Gia.

Sasa dan Ibuk! Sialan Gia! Kenapa harus kamu libatkan keluargaku. Geram Hafiz.

"Maaf Mbak Sa, aku lagi ada urusan. Nanti aku hubungin lagi ya." tolak Gia.

Air matanya tak dapat lagi di tahan. Apa yang ditangisinya? Kemarahan Hafiz atau keperawanan yang di berikannya pada Hafiz dengan suka rela.





Thx buat yang udah nungguin Abang Hafiz n Gia.
Bantu koreksi kalau ada typo yah

Jangan lupa komentarnya juga votenya. Beneran aku pengin di komentarin 🤣🤣

See u next part

Jayapura, 13 Juni 2020

Salam sayang dari Abang buat Adek Gia

-ghee-


Kamu (PDF Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang