ENAM

1.1K 160 55
                                    

Kangen Bang Hafiz??
Yuks mari di lanjut 


Gia merasakan lututnya lemas dan pasti sudah terjatuh jika tangan Hafiz tak menahan pinggangnya. Gia mendesah lirih di sela ciuman mereka. Hafiz merengkuh Gia dalam pelukannya, membawa Gia ke sofa tempat Gia terlelap tadi. Menghempaskan pantatnya di sofa, Hafiz meminta Gia duduk di pangkuannya. Bagai terhipnotis, Gia menuruti semua yang Hafiz katakan.

Gia duduk di pangkuannya dan Hafiz semakin menggila, ciuman ciuman Hafiz di leher Gia membuat gadis itu mengerang. Tangan Hafiz yang bebas mengusap paha Gia, naik dan semakin naik membuat dress Gia terangkat.
Tangan Hafiz pun semakin naik meraba perut rata Gia. Meninggalkan bekas bekas kemerahan di leher Gia, Hafiz ingin segera membuat tanda yang sama pada isi di balik bra Gia.

" Ooh.." erangan Gia lolos dari bibirnya saat Hafiz berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya sedari tadi. Dada Gia telah terbebas dari branya yang terangkat, dan seperti anak bayi yang kehausan Pria itu mengecup dada Gia.

Dering handphone di ruangan itu membuat mata Gia mengerjap, seperti telah tersadar dari sihir bernama Gairah. Turun dari pangkuan Hafiz, Gia merapikan pakaiannya, sementara Hafiz berdiri meraih handphone yang masih nyaring berbunyi dalam keheningan ruangannya. Nama Ibunya tertera di layar handphonenya, sudah tiga kali panggilan tak terjawab. Gairah benar benar menulikan mereka.

" Halo Buk?" Hafiz menjawab Ibunya sambil memunggungi Gia. 

" Dimana sih Bang? Dari tadi Ibuk telpon kok nggak di angkat?"

" Di bengkel Buk, tadi di kamar mandi, handphone ketinggalan di meja kerja. " dusta Hafiz.


Gia tak menunggu Hafiz menyelesaikan telponnya, setelah benar-benar bisa menguasai diri, dia keluar dari ruangan Hafiz perlahan. Berlari ke jalan raya menjauh dari bengkel, menghentikan taksi yang melintas. Duduk di kursi belakang, Gia masih terkejut dengan apa yang telah mereka lakukan tadi. Jika Ibu Hafiz tak menghubungi anaknya, bisa dipastikan bahwa dirinya akan berakhir di ranjang pria itu. 

Hafiz menghela nafas lega saat Ibunya memutuskan sambungan telponnya, namun terkejut saat mendapati Gia sudah menghilang dari ruangannya. Merutuk kesal pada dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan gairahnya, Hafiz menarik rambutnya frustasi. 

" Gia bukan wanita polos kan! Dia begitu pintar membalas ciumanku. " Hafiz mencoba membenarkan perbuatannya pada Gia. 


***


Sebulan berlalu, dan Gia masih menghindari pertemuan dengan Hafiz maupun keluarga pria itu. Dan entah mengapa seakan semesta mendukungnya, Bu Laila tak pernah menghubungi Gia dalam sebulan ini. Bahkan mungkin acara makan malam yang pernah Bu Laila tawarkan, sudah di lupakan oleh Bu Laila sendiri. 

Namun sepertinya ketenangan Gia berakhir hari ini saat celotehan Alfa yang memaksa neneknya untuk membelikan black forest terdengar di telinga Gia yang tengah duduk di kasir. 

" Tante Gia! " teriak Alfa sembari berlari mendekati Gia.

" Hallo tampan, mau kue apa nih? "

" Hallo Sayang, bagaimana kabarmu?"  Bu Laila menyapa Gia, tangan Gia terulur menyalami Bu Laila, bibirnya mengecup punggung tangan Bu Laila.

" Baik Bu. "

" Maaf yah, dari kemarin Ibu nggak hubungin kamu buat acara makan malam yang pernah kita rencanain. Anak Ibu malah pergi ke luar kota sudah sebulan ini, ngurusin bengkel cabang yang di Jogja. " Perkataan Bu Laila menjawab apa yang selama sebulan ini Gia pikirkan

Kamu (PDF Ready)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang