Chapter 10: Bersiap

8 6 2
                                    

"Tuan Muda..." akhirnya Nara Ahjuma muncul dengan Hyungjun Ahjussi disebelahnya serta beberapa pelayan dibelakang mereka.

Aku sedikit menjauhkan badanku dari Jaebum-ssi, agar Hyungjun Ahjussi dengan pelayan yang lain bisa memindahkan Jaebum-ssi kedalam kamar.

Hyungjun Ahjussi menelpon dokter keluarga Baek sedangkan Nara Ahjuma membereskan kekacauan didepan kamar Jaebum-ssi. Dan menyuruh pelayan yang mengantarkan sarapan tadi untuk berganti pakaian.

Dia juga menyuruhku untuk mandi dan menenangkan diri. Aku menuju kamarku dan langsung mandi tanpa pikir panjang.

Ternyata setelah seminggu inikah perkembangan yang kudapat, aku terus memikirkannya. Semua memang salahku, seharusnya aku sadar diri dan tidak datang ke tempat ini.

Aku hendak keluar dari kamarku untuk mengecek kondisi Jaebum-ssi dan mendapati sebuah mangkuk sup dengan sebuah note diatas meja dekat kasurku. Tertulis "Habiskan sup pengarmu dulu." Park Nara, Kepala Dapur Baek Mansion dengan sebuah emoticon senyum.

Mataku terasa panas, aku langsung mendongakkan kepalaku agar air mataku tak jatuh, sambil terus menarik dan menghembuskan nafas dengan berat.

Usai menghabiskan sup pengar yang disiapkan Nara Ahjuma, aku langsung menuju tempat aku tidur tadi malam, tentu saja untuk mengecek Jaebum-ssi. Aku masuk setelah mengetuk pintu dua kali dan melihat dokter sedang memeriksa keadaan Jaebum-ssi.

Lukanya sudah dibalut, syukurlah, ucapku dalam hati.

"Apa Tuan Muda baik-baik saja, dokter Kang?" Nara Ahjuma bertanya cemas kepada seorang dokter laki-laki paruh baya yang tengah mengembalikan posisi stetoskopnya ke pundaknya.

"Pendarahan di tangannya tidak terlalu dalam, hanya saja cukup melebar. Tuan Muda tidak bisa menggunakan tangan kanannya untuk sementara. Kakinya juga terkena serpihan kaca tapi tidak separah tangannya. Selebihnya, dia hanya perlu mengurangi kebiasaan minum-minum dan tidur terlalu larut. Walaupun masih muda, tidak menutup kemungkinan adanya kerusakan organ kalau terus dibiarkan begini." Dokter tersebut menjelaskan dengan penuh rasa cemas.

"Kapan lukanya kering dan perbannya bisa dibuka, dokter Kang?" Nara Ahjuma masih dengan ekspresi penuh cemasnya sambil memperhatikan si Tuan Muda yang tertidur pulas dibawah efek obat bius.

"Kalau dia tidak berulah, mungkin seminggu cukup untuk menyembuhkan luka-lukanya." ucap sang dokter sambil membenahi peralatannya.

"Arraseo, aku akan memanggilmu seminggu lagi, Hyun Min-a" ucap Hyungjun Ahjussi sambil mengantar dokter itu keluar ruangan.

Aku hanya menunduk saat mereka melewatiku menuju keluar kamar dan tak sengaja mendengar bisik-bisik mereka...

"Kali ini, apalagi yang dilakukan si bodoh itu" ucap dokter tadi ke telinga Hyungjun Ahjussi.

Hyungjun Ahjussi yang sadar mungkin aku mendengar perbincangan mereka, mengajak dokter tersebut untuk berbicang diluar saja.

"Moon-a...Gwaenchana-yo?" Nara Ahjuma sudah menyadari keberadaanku dikamar itu.

"Mianhae...Jeongmal Mianhae Ahjuma (Maaf...Aku bener-bener minta maaf, Bi)" walau berusaha untuk tersenyum tetap saja napasku terasa sesak dan mataku terasa panas. Dan hanya kata maaf yang bisa keluar dari mulutku sekarang.

"Aigoo, Gwaenchanna...gwaenchanna hmm" Nara Ahjuma berjalan menuju ku dan memelukku.

Lihat! Apa yang bisa diharapkan dari psikolog sepertiku, aku bahkan tidak bisa mengontrol emosiku.

Hari itu aku hanya mengabiskan waktu dengan berjalan-jalan di hutan buatan Baek Mansion. Aku berusaha menyerap semua energi positif yang ada disini, lebih tepatnya menjaga kewarasanku dengan tidak bergelimet di Bangunan Utama.

Tak terasa langit mulai gelap, bulan mulai tampak nyata di angkasa. Aku kembali ke Bangunan Utama, berusaha tampak professional padahal didalam aku hancur.

Pada yang saat yang sama, Tuan dan Nyonya Baek sampai dari pekerjaan mereka. Disambut Hyungjun Ahjussi yang sigap membukakan pintu mobil. Aku malah memilih bersembunyi dibalik dinding, tak berani menghadapi Tuan dan Nyonya Baek setelah apa yang terjadi tadi pagi.

"Bagaimana kondisinya?" ucap Tuan Baek seusai keluar dari mobilnya.

"Tuan Muda tidak bisa menggunakan tangan kanannya sementara waktu, serta kakinya sedi..." belum selesai Hyungjun Ahjussi menyelesaikan kalimatnya.

Nyonya Baek memotong ucapan Hyungjun Ahjussi sambil keluar dari mobil dan menjinjing tasnya, "Kalian seharusnya lebih memerhatikannya, jangan sampai dia berusaha seperti waktu itu. Lagi pula dimana psikolog itu? Aku membayarnya mahal-mahal bukan untuk hal seperti ini." berjalan masuk ke Bangunan Utama diiringi Tuan Baek.

Aku melepaskan nafasku dengan sangat berat.

"Apa yang mereka bisa lakukan selain memotong perkataan orang dan menyalahkan orang lain." ucapku lirih sambil menahan diri agar tidak terjatuh ke tanah. Aku berusaha memantapkan langkahku, masuk ke lubang singa ini lagi.

Aku bergegas ke ruang makan. Jangan tertawai aku, karena masih memikirkan makanan di saat seperti ini. Aku harus tetap sehat selama di kandang singa ini, itu mengapa aku harus tetap makan.

Nara Ahjuma menyambutku dengan senyum ramahnya, "Apa kau sudah merasa baikan? Kuharap begitu, cepatlah makan, makanannya akan segera dingin." menarik salah satu kursi meja makan.

"Gomawoyo Ahjuma." meloloskan bokongku di kursi yang ditarik Nara Ahjuma dan segera menyantap makanan yang ada dihadapanku. Seperti biasa, 2 pelayan membawa nampan khusus keluar dari dapur untuk diantarkan ke tuan Muda.

Aku bergegas mengabiskan makananku dan menghentikan mereka.

"Biar aku yang membawanya." menunjuk ke dua nampan yang dibawa oleh kedua pelayan tersebut.

"Tapi Ibu Park menyuruh kami untuk mengantarkannya sendiri sekaligus menyuapi Tuan Muda." suara pelayan ini semakin mengecil, seperti ketakutan sebelum perang.

Bagaimana orang tidak ketakutan, si Tuan Muda itu walaupun tangan kanannya terluka, dia masih punya tangan kiri yang mungkin jauh lebih ingin menghancurkan segalanya sekarang.

"Percayakan ini padaku, doakan saja aku tidak terbunuh di tangan si Tuan Muda itu." mulutku ini terkadang sangat bagus dalam memilih kata-kata disaat seperti ini.

Kedua pelayan itu berusaha menahan tawa, sambil menyerahkan kedua nampan itu kepadaku. Yang satu lagi berinisiatif mengambilkan troli agar aku tidak kesusahan membawa kedua nampan besar ini dengan tanganku yang mungil ini.

"Gomawo" ucapku dan bergegas menuju neraka yang sesungguhnya (aku sungguh ingin mengumpat)

Ahhh...aku lupa menjelaskan kalau di bangunan ini ada lift. Yang fungisnya sekedar mengangkat barang-barang atau troli makanan agar lebih efisien. Aku masuk ke lift itu dan menekan tombol bertuliskan nomor 2.

Ttingggg, suara lift menandakan aku sampai di lantai yang kutuju. Lift itu membuka pintunya. Bukannya bergegas keluar aku malah terdiam di posisiku seakan tak siap akan yang akan kuhadapi.

Saat pintu lift mulai menutup perlahan, aku tersadar danburu-buru keluar dan pintu liftnya menghantam badanku yang belum sepenuhnya keluar.

"Arghh" pekikku. Aku meremas kedua lenganku yang terhantam pintu lift tadi, selepas keluar dari lift.

"Aiiishhh..." aku mulai berfirasat buruk mengenai hal mengantarkan makanan sekaligus menyuapi si Tuan Muda itu.

"Setidaknya kau hidup dengan baik selama 23 tahun ini, Moon. Gwaenchanna." berusaha membangun keyakinanku yang runtuh.

Aku sampai didepan kamar si Tuan Muda, menarik nafas dalam-dalm dan menghembuskannya. Aku mengetuk pintunya, tidak ada balasan dari orang yang ada didalam. Kuketuk sekali lagi, masih tidak ada balasan. Aku mulai curiga kalau-kalau si Tuan Muda ini melakukan hal yang aneh-aneh lagi.

Aku membuka pintu yang ternyata tak terkunci, dan benar saja....

Si gila ini, sedang menuangi miras ke tangannya yang masih terluka. Dan menatap kearahku dengan senyuman iblisnya itu.

Jangan lupa vote,comment, and tunggu update selanjutnya.
Author akan selalu sayang reader yang baik😂😂😂😘

Craziness, Revenge, and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang