06. Fly to Singapore

375 63 4
                                    

Kinerja seseorang bukan hanya dinilai dari hasil akhir suatu pekerjaan tapi bagaimana bisa berproses untuk sampai mendapatkan nilai yang memuaskan atau paling tidak sesuai dengan ekspektasi yang diinginkannya. Belajar dari pengalaman atau mereplika kesuksesan orang lain, banyak cara untuk bisa dikatakan menjadi seseorang yang sukses.

Karena tentunya nilai kesuksesan itu berbeda-beda parameter ukurnya. Standar penilaian setiap manusia juga akan berbeda.

Tumpukan pekerjaan yang memang silih berganti menghampiri, seolah berkejaran dengan putaran waktu. Hidup adalah suatu ambisi untuk sebuah legitimasi, sebagian orang ada yang berpendapat seperti itu. Tapi benarkah bahwa kehidupan itu bisa memberikan celah untuk saling menjatuhkan tanpa sebuah ekspresi?

"Vind, kerjasama kita dengan perusahaan Mr. Liang harus bisa deal. Dan Papa tidak ingin menerima penolakan, untuk itu minggu depan kamu harus bertolak ke Singapura supaya bisa bernegosiasi dengan beliau." Edward Jaguar Hiranandani memberikan instruksi kepada sang putra untuk mengambil alih peranan penting negosiasi bisnis bersama Mr. Liang Yo di Singapura.

"Pa, tapi aku__"

"Sampai kapan kamu bisa percaya diri. Ini saatnya kamu tunjukkan kepada Sandrio bahwa kamu bisa dan tentunya kepada Dawai. Ketika kepercayaan itu bisa kamu dapat, papa yakin tidak sulit bagi Sandrio untuk melepaskan Dawai dan juga seluruh asetnya untuk bisa kau kendalikan." Hanya udang yang bersembunyi dibalik batu yang sulit untuk ditangkap, sementara lidah lebih menyukai hidangan bagaimana lezatnya udang dibalik bakwan.

Arvind tersenyum tipis, membayangkan apa saja yang nanti akan dia dapatkan ketika keluarganya akan bersatu dengan keluarga Ghazala. Menjadi menantu putri dan pewaris perusahaan satu-satunya dari Ghazala Corp Industries.

"Tidak akan ada yang bisa mengalahkan papamu untuk mengatur siasat dan strategi bisnis. Berangkatlah, sampaikan salamku pada Mr. Liang Yo." Edward menepuk bahu putranya dengan penuh bangga.

Tanpa membuang waktu Arvind segera mempersiapkan diri berangkat ke Negeri Merlion itu dengan semangat. Tidak lupa memberikan kabar kepada Dawai atas kepergiannya. Ah Arvind mulai mengingat bagaimana hangatnya Dawai menerima kehadirannya. Berada di samping Dawai itu adalah cobaan yang dirasa lebih berat daripada harus melakukan negosiasi bisnis. Arvind harus menekan segala gejolak yang mulai memenuhi otak dewasanya.

Arvind menekan nama yang sudah tersimpan sejak beberapa bulan terakhir ini di telepon genggamnya.

"Sayang, aku kangen." Suara pertama yang keluar ketika Dawai menerima panggilan teleponnya.

"Vind aku masih harus mempersiapkan diri untuk perjalananku besok ke Singapura dan sekarang harus latihan bersama teman-temanku."

Marvelous!!

Tuhan selalu memberikan jalan kepada pecinta yang sedang merindukan cara untuk bisa bercengkerama. Semesta memberikan dukungannya, adakah yang lebih indah dari bertemunya dua hati yang haus akan sentuhan cinta yang semakin bermekaran di dalam hati.

"Berapa lama kamu di Singapura?" tanya Arvind dengan penuh semangat, itu artinya mereka bisa bertemu di Singapura.

"Acaranya mungkin hanya lima hari." Dawai tidak memiliki waktu lama, dia harus segera berlatih untuk acara cultural performance di salah satu universitas dimana Dawai dan juga teman-temannya akan saling mempertunjukkan aksi panggung mereka.

Itu sebabnya Dawai tidak memiliki waktu yang lebih banyak untuk berbicara dengan Arvind, dan sepertinya Arvind mengerti akan hal itu. Masih ada 5 hari ke depan di Singapura untuk mereka bisa saling bertemu disela aktivitas masing-masing. Setelah mengucapkan salam perpisahan Dawai segera menutup panggilan Arvind meski hatinya tidak menginginkan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DAWAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang