19.

2.7K 179 2
                                    

"Gue masih sakit loh, Gas. Libur sehari lagi ngapa dah," protes Raka, tangannya kini sudah di tarik oleh Bagas agar jalan mereka lebih cepat menuju kelas.

Pasalnya, kini mereka hampir saja telat karena jalanan yang selalu saja macet setiap harinya. Untung saja Bagas sudah membereskan semua urusan administrasi di rumah sakit semalam, jadi subuh-subuh mereka langsung keluar dari sana tanpa hambatan.

"Diem lo, bacot mulu. Bentar lagi ujian, masih aja mau libur."

Raka diam, mensejajarkan langkahnya dengan Bagas.

Sesampainya di kelas, Adira terlihat menghampiri Raka, Bagas hanya melirik sekilas ke arah mereka kemudian berlalu pergi ke tempat duduknya.

"Ka, ada yang nitip ini." Adira mengangsurkan sebuah kotak berwarna merah darah dengan pita cantik yang mengikatnya berwarna putih.

"Apaan nih?" Raka menerima kotak itu.

Memang, ini bukan yang pertama kali ia di berikan hadiah-hadiah kecil dari teman ataupun adik kelasnya, namun tidak ada lagi yang berani memberikan setelah semua hadiah yang sampai di tangannya hancur atau terkadang langsung di buang ke tempat sampah olehnya. Ini pertama kalinya setelah sekian lama.

Tumben sekali.

Sebenarnya, bukan tanpa alasan Raka melakukan itu. Ia ingin menghilangkan pandangan orang-orang tentang ia yang di anggap playboy. Ya, Raka memang playboy dulunya, tapi tidak ada yang mengetahui alasan pasti di balik perubahan drastisnya.

"Udahlah, terima aja. Kasihan dia. Gue ketemu sama dia dari pagi-pagi banget, dia nungguin di depan kelas, padahal waktu itu kelas masih sepi. Tapi lo nya gak muncul-muncul sampe bel mau bunyi, jadi gue tanyain dia, terus ngasih ini deh." Adira menjelaskan panjang lebar pada Raka.

"Oke-oke. Makasih, Ra." Raka tersenyum cerah seperti biasanya.

Adira hanya mengangguk lalu berlalu meninggalkan Raka yang masih berdiri di tempatnya, menyimpan hadiah itu di tasnya. Mungkin nanti saja ia akan membukanya.

"Wes, mamen udah masuk. Gimana kabarnya, Mas Bro?" Jofan duduk di kursi, tepat di samping Raka. Pemuda jangkung itu mengunyah permen karetnya.

"Baik Bro, seperti yang lo liat." Raka berujar santai.

"Bagi permen lo dong, pelit amat dah." Raka menggeledah saku Jofan, berharap menemukan permen karet di sana.

"Anjing!" suara Bagas yang terlihat begitu emosi menginterupsi mereka.

Raka menghampiri Bagas, penasaran. Tak biasanya anak itu marah jika tidak ada yang mengganjal pikiran atau penglihatannya.

"Ngapa dah? Pagi-pagi udah marah ae."

Bagas diam, memejamkan matanya guna meredam emosi yang sudah mencapai ubun-ubun.

"Siapa yang duduk di meja gue semalam?!" Pandangan Bagas menajam, menatap pada temannya satu per satu. Giginya gemeretuk saling beradu.

"G-gue, kenapa?" Fandi mengangkat tangannya ke atas. Bertanya sedikit ragu, takut jika yang ia lakukan akan membuat Bagas semakin marah.

"Lo, Bersihin meja gue, sekarang!" Bagas menunjuk Fandi, tatapan tajam itu seakan membuat lawan bicaranya kehilangan darah seketika.

"Sebenarnya ada apa, dah?" Raka bertanya pada Bagas, masih tak mengerti dengan akar masalah yang terjadi. Meja Bagas masih terlihat rapi, tapi mengapa anak itu bisa semarah itu pada Fandi.

"Cium, nih." Bagas menciumkan tangannya yang terlihat sedikit berair.

Raka menurut, membau tangan Bagas yang mendekat ke arahnya.

Out Of ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang