"SEPTIAN!"
"Apa? Lebih kerass" sahut Septian jahil sambil mengunyah sisa bakwan yang berada di mulutnya.
"SEPTIAN WIRA PUTRA ATAMDJA!"
Semua anak langsung mengarahkan pandangan matanya pada sosok Septian yang dengan santainya mengunyah bakwan disaat upacara bendera seperti ini. Apalagi di tegur langsung oleh bapak kepala sekolah dengan pengeras suara di depan.
Handoko- selaku kepala sekolah mendelik tajam kearah Septian. Sedangkan laki-laki itu cuek-cuek saja memasukkan cakwe goreng kedalam mulutnya, ia juga sempat menawari gorengan pada teman-teman nya, ada yang di tolak ada yang menerima.
"Kamu sedang apa pada saat saya berpidato?!" Handoko mendekati Septian dengan wajah marahnya. Septian menyembunyikan satu kresek gorengan miliknya agar tidak di sita.
"Makan gorengan, Pak. Bapak mau? Ada lumpia, tahu isi, bakwan, cakwe. Yang anget yang anget, cangcimen-cangcimennn" seperti penjual keliling di perempatan lampu merah, Septian berteriak tanpa malu dan menawari Handoko bakwan goreng. Benar-benar sudah putus urat lehernya.
"Cukup!! Sekarang siapa yang menerima gorengan dari Septian?! Maju kedepan! Kamu juga! Maju!" Handoko mengelilingi satu persatu anak-anak, menarik beberapa siswa yang ketahuan makan gorengan hasil Septian membagi-bagi nya secara gratis.
"Akmal?! Kedepan! Biru juga! Kedepan! Ria?! Kamu juga kedepan!"
Septian memutar otak, ia menyelipkan kresek gorengan pada tangan Luna yang sedang istirahat di tempat dengan tangan di pangku kebelakang. Semuanya belum tahu, Septian pun dengan cepat berlari kedepan lapangan sambil cengingisan.
1
2
3"LUNA?! APA-APAAN KAMU INI?! KAMU JUGA MENYONTOH SEPTIAN?! AYO MAJU KEDEPAN!" Handoko berteriak garang saat mendapati Luna yang tengah menenteng kresek berisi gorengan milik Septian. Luna baru merasakan bahwa tangan nya berat dan ternyata kejahilan itu di ciptakan oleh Septian sendiri.
"Pak, bandar gorengan nya dari Luna, jadi saya boleh balik lagi kan?"
Luna mendelik samar, sudah di kerjai di jadikan kambing hitam pula.
Ia menatap tajam Septian, membuang bungkus gorengan tersebut dan maju ke lapangan, berdiri di dekat tiang bendera. Luna menunduk, auranya menggelap di sebelah Septian, sedangkan Septian sendiri mesam-mesem tidak jelas.
"Tidak!! Kamu juga kenapa tidak menolak gorengan itu?!"
"Ya namanya rezeki Pak nggak boleh di tolak... Kalo di tolak nanti matanya bintit sebelah-"
"CEPAT MAJUU!"
Septian hanya cengengesan, lalu maju ke depan bersebelahan dengan Luna.
"Puas lo bikin gue di hukum?!" Luna melirik tajam Septian.
Septian bersiul kecil. "Hmm... Puas banget, biar gue bisa di hukum sama lo, kalo jodoh pasti sering bertemu kan?"
Luna hanya kembali menunduk dengan hati dongkol luar biasa. Akhirnya setelah upacara bendera selesai, ke lima anak-anak yang ketahuan makan gorengan di suruh hormat pada tiang bendera selama dua jam pelajaran. Di lanjut dengan mengelilingi lapangan selama tiga puluh menit barulah mereka bebas, eits tapi tidak semudah itu, mereka harus ke guru piket untuk dapat surat izin masuk kelas.
"Anjing, Septi goblok! Ngapain juga gue accept gorengnya, anjingggg!" Akmal sudah misuh-misuh dengan bahasa Neptunus sambil kepalanya mendongak, tangan nya terulur hormat kepada ujung bendera yang terpasang.
"Gue juga, fuck... Siapa yang gak kegoda bakwan anget-anget gitu!" Biru menyahut sambil bersikap sama seperti Akmal.
Sedangkan Septian ngakak sendiri sambil bersikap hormat. "Makasih lho semua udah nemenin Septi..." guraunya sambil menoleh pada kelima anak di sampingnya.
Biru, Akmal, dan Ria bahkan sudah misuh-misuh di sepanjang hukuman berlangsung, sedangkan Luna hanya diam dengan pasang gaya hormat yang fasih, tanpa bergerak sedikitpun atau loyo seperti dirinya yang sudah menggos-menggos dengan leher keram.
"Anjing, leher gue, bukan nya bergizi makan gorengan malah buntung nasib gue!" Septian juga menggerutu di sepanjang hukuman terjadi.
Hukuman terakhir yaitu mengelilingi lapangan selama tiga puluh menit, kelima anak tersebut memgelilingi lapangan selama tiga menit tanpa berhenti.
"Woylah... Gue capek, bobo bentar lima abad" Septian mengatur nafasnya, belum sampai satu menit berlari mengelilingi lapangan, ia sudah jatuh terduduk dengan nafas tersengal.
Sedangkan matanya tak sengaja menangkap sosok Luna yang berlari mengelilingi lapangan dengan wajah pucat dan sepertinya di kuat-kuatkan, Septian tahu bahwa Luna tidak kuat.
"Lun culunn, sini deh sama Om, lo sakit kan?" Septian berdiri dan mengejar Luna yang masih berlari mengelilingi lapangan.
Luna hanya mendesis tak suka, sumpah demi apapun ia ingin ambruk diatas lapangan, tapi ia harus menyelesaikan hukuman ini.
Septian yang tidak di respon pun memaki Luna dam menepi kearah kantin, membeli dua botol minuman isotonik, meneguknya satu botol dan ia simpan satu botol lagi yang rencana nya ia berikan kepada Luna.
"Nih buat lo, jangan di buang, minum tuh..." Septian menyodorkan sebotol minuman yang ia beli tadi kepada Luna.
Luna hanya diam bergeming, berusaha menghindari Septian dengan mengambil jalan di sisi kirinya, memberikan space cukup jauh. Ia masih waras betul agar tidak pingsan jika di sentuh oleh seseorang. Inilah ia, Aluna Natasha yang mengidap phobia sentuhan atau Haphephobia, karena suatu trauma akhirnya Luna sampai mengidap phobia ini, cukup tidak masuk akal tetapi ini nyata, tubuhnya akan bereaksi jika di sentuh oleh seseorang, Luna itu tertutup dan menghindari keramaian.
"Gausah sok kenal!" desis Luna sambil melirik tajam Septian yang cengingisan membawa satu botol minuman isotonik.
"Biar kenal sekalian gue kenalin ke orangtua gue, mau gak?"
"Gila" Luna berhenti berlari, ia mundur beberapa langkah menuju gedung belakang sekolah, ia harap Septian tidak mengikutinya lagi, namun ternyata Septian mengikutinya. "Ngapain ikutin gue?!" ketus Luna.
Septian tidak menyahut, menarik tangan Luna dan menyelipkan satu botol isotonik tersebut.
Luna terkejut, reflek melemparkan botol isotonik tersebut hingga mengenai kaki Septian. Langsung saja Septian memaki-maki Luna dengan mengabsen seluruh republik binatang seperti, ehem-ehem anjing, babi, kuda dan banyak lagi. Sedangkan Luna sudah merasakan reaksi tubuhnya, ia sangat shock dengan dada yang mulai sesak.
"Kenapa dada lo?" tanya Septian santai saat melihat Luna yang mulai memegangi dadanya yang sesak.
Luna tak menjawab, menopang berat tubuhnya pada tembok dengan pusing yang sudah bergelayut."Mau gue pijitin nggak biar gak sakit?" sambung Septian jahil sambil menaikkan kedua alisnya menggoda.
Kalau Luna bisa melayangkan hantaman seratus kali pasti saat ini ia lakukan, namun ia justru terjatuh pingsan di depan Septian.
"WOI KALO LO NGEPRANK MALAIKAT IZRAIL JANGAN SETENGAH-SETENGAH, KALO LO MATI YA MATI AJA JANGAN BUAT MAINAN, NJING. DAHLAH JENGKOL GUE"
Tapi diam-diam Septian tersenyum kecil mengingat kejadian ini, kejadian yang membuatnya menumbuhkan rasa cinta di hatinya untuk sosok Luna. Pasti jika adegan ini di tulis sebagai novel dengan judul 'Gorengan in love' yang akan ia ceritakan untuk cucu-cucu nya kelak.
*
Maap ya baru up sekarang soalnya Rhie sibuk tamatin IY dan bikin squel nyaa😍 garing bat kan? Ini belom kawin dlu yaa, masih intro atau perkenalan. Tuhh udah janji mo apdet MWKO.
Uwuu judulnya bikin sawan🤣 ada yg pernah upacara makan gorengan? Contohlah Bang Ian, dan hidupmu sebentar lagi di ujung nyawa🤣
See you jan lupa vote+komen nya yaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Ketua Osis
Teen Fiction[Atmadja series] "Jika lo kulkasnya mau dong jadi stop kontak nya..." Septian Wira Putra Atmadja bertemu dengan cewek yang memiliki fobia pada sentuhan atau di sebut dengan Haphephobia. Luna itu dingin dan tertutup, ia membenci keramaian, ia membenc...