Hari pernikahan Septian dan Luna di laksanakan secara mendadak dan cepat, hanya ijab qabul tanpa resepsi yang di hadiri oleh keluarga Septian dan hanya paman Luna satu-satunya keluarganya yang hadir. Pagi itu Septian merasa gugup, menjabat tangan sang penghulu dan melantunkan ijab qabul satu tarikan napas.
"Bangcatt kenapa gue gugup-gugup kampret ya!" Septian celometan sebelum menjabat tangan sang Penghulu, ia bahkan sampai salah menyebut nama Luna dan si almarhum bapaknya. "Ini Wedding day apa wedang day sih? Kok anget-anget gimana gitu..." gerutu Septian sambil mengusap dadanya yang panas karena grogi.
Akhirnya proses akad nikah sudah selesai, Septian tersenyum bangga, ia memamerkan buku nikahnya yang sudah ia tanda tangani dan ia sombongkan pada Akmal.
"Gila broo, ternyata gue bisa kawin huahaha... Lo kapan nih? Masih jomblo, ck..." Septian mengejek Akmal sambil memajukan buku nikahnya.
Akmal menatap datar Septian, ingin menghantamkan seluruh isi masjid ini ke kepala Septian. "Sok keren, noh kebalik noh, malu gue maluu..." Akmal menunjuk buku nikah Septian yang ia pegang terbalik.
Septian langsung tersenyum masam, membalik buku nikahnya. "Noh dah bener! Tinggal otak lo kebalik nyempil di dengkul!"
"Enak aja, situ gaada cermin ya? Otak lo udah nyumbat pembuluh darah-"
"Akmal... Pengantin baru nya jangan diajak baku hantam dong!" Lia menepuk bahu Akmal.
"Yamaap tante, abisnya Ian sombong tuh!"
"Iri bilang aja! Noh nikah sama Snowie, kocheng oren Kak Ara, manteb tuh jandaaa..." Septian menunjuk asal kucing yang berkeliaran diluar masjid.
"Males, bekas! Gak sudii!" balas Akmal.
Septian hanya melirik sinis Akmal. "Mana nih ucapan selamat nya, terus amplopnya kalo tipis diketawain jenggot firaun lo!" balas Septian sambil menepuk bahu Akmal kuat.
Akmal melirik Septian kesal. "Gue isi sama paving noh amplopnya, kalo mau gue kirim satu ember!" laki-laki itu menampar kepala Septian dengan amplop putih, lalu menjabat tangan Septian. "Selamat nyet, semoga hidup mutahkir, sesawa-"
"Samawa goblok! Kok sesawa anjing?!"
"Bukan badjingan! Sesawa, sejahtera sentosa wa nya lo karang sendiri lah males, jangan lupa kasih gue ponakan yang dikit, kalo buat baca yasin dulu, dan kalo sebelum buat colong wae tuh akhlak tetangga!" Bisik Akmal di dekat telinga Septian.
Sedangkan Septian menepuk tangan Akmal kasar. "Sono lo doa gak bermutu, boro-boro malper! Di elus dikit mati suri, gue malper jaga lilin anying!" gerutu Septian yang dapat di dengar oleh Luna. Sedangkan Luna hanya menunduk seram.
Akmal tertawa ngakak, ia sudah tahu bahwa Luna itu terkena fobia sentuhan, dan ia tak membayangkan betapa tersiksanya Septian?
"Gue mo pulang, sapa tau besok nikah kayak lo!"
"Gaada yang mau sama tukang kuli neraka yang hobi nyemen tembok surga, dah sana lo jomblo! Hus hus-"
"GUE DOAIN MALAM PERTAMA DI TUSUK DUPA LO!"
Sedangkan Septian cekikikan.
Setelah prosesi akad nikah selesai, ia langsung di giring menuju rumah baru pemberian Papa nya, tak besar hanya lantai dua dengan kolam renang di belakang rumah.
"Ma, rumah Bang Ian kok ada perosotan, ayunan, jungkat-jungkit, emangnya PAUD apa?!" Septian mengedarkan pandangan nya mengabsen kejanggalan di belakang rumahnya.
Lia terkekeh. "Itu bukan buat kamu, Bang, buat cucu Mama... Kalo kamu mau naik gapapa, hiburan..." Lia menepuk pundaknya sambil tertawa, sedangkan Septian tersenyum kecut.
"Iya, ntar Ian berkembang biak ama macan tutul! Terus pake biji korma buat bikin nya!" Balas Septian kesal sambil menduduki jungkat-jungkit.
"Bang, kamu udah nikah nggak malu apa mainan begitu?"
"Salah siapa Mama yang tanem saham anak PAUD disini?"
*
Malam harinya
Mungkin bagi sebagian orang akan bersemangat... Ehem. Bagi Septian tidak, ia sudah misuh-misuh tak jelas."Lun masak kek! Mati keadaan perjaka sayang pahala gue meskipun secuil bintit kuda." Ia berdiri di depan pintu kamar Luna sambil berkacak pinggang. Sedangkan Luna menatap datar Septian, ia menggerakkan roda kursi nya mendekati Septian.
"Minggir." Balas datar Luna sambil memutar roda kursi menuju dapur, kamarnya terletak di lantai bawah karena Luna memakai kursi roda. Sedangkan Septian tidur di kamar lantai atas dengan fasilitas sultan yang di berikan Papa nya.
Luna segera membuka kulkas dengan hati-hati, meraih satu butir telur yang sangat susah di jangkaunya, bahkan ujung kursi rodanya ini sudah mentok menatap kulkas. Baru saja memajukan tubuhnya, sebuah tangan menyambar telur tersebut dan di pindahkan diatas tangan Luna.
"Kalo butuh bantuan itu bilang, dasar betina bergengsi segede akhirat!" gerutu Septian sambil duduk di kursi pantry.
Luna tak menggubris, ia mendorong kursi rodanya dengan tangan menuju kompor yang di setting rendah serata tubuhnya yang sedang duduk di kursi roda. Lalu mulai menghidupkan kompor dan menggoreng telur mata sapi diatas teflon dengan penuh perjuangan, bagaimana tidak susah jika ia duduk diatas kursi roda seperti ini. Dan beruntung, ia bisa memasak telur mata sapi meskipun agak gosong dan hasilnya amburadul.
Septian mengangkat satu buah telur yang sudah matang, lalu menaikkan alisnya. "Ini telor mata sapo apa telor mata dajjal sih? Herman saiya." Septian mulai memotong telur tersebut dan memasukkan kedalam mulutnya beserta nasi putih. "Hmm lo mau review jujur apa jujur?"
Luna hanya diam menatap lurus Septian dengan wajah datarnya.
"Oh jujur ya, oke, jadi telor mata bapak kau ini rasanya GAENAK SUMPAH ANJIR RASANYA KEK MAKAN HARAPAN, CHEP ARNOL BAKAL MASUK ICU NYOBAIN TELOR LO- eh lo gapunya telor ya." Septian berteriak tidak jelas sambil memasukkan semua telur mata sapi tersebut kedalam mulutnya. Luna jengkel, katanya tidak mau kok habis? Ini auranya pengen di santet.
"Bacot."
"Dosa perdana ngatain suami bacot ya! Gue sumpel pake sesajen mulut lo kalo lo ulangi lag-"
"Bacot!"
"Ooo berani lo?! Pake tangan kosong lo kalo branii!"
Luna hanya bisa menghela nafas, salah menikahi pasien mantan rsj, lebih baik ia duduk di kamarnya.
"Wooo tidak bisa! Kuy bikin penerus Atmadja!"
Sedangkan Luna hanya bisa menatap aneh Septian.
*
Hiyaa update jugak, ini ngetiknya jam dua belas malem haha🤣 yg ngebet Ian kawen dah kawenn noh
Jan lupa vote+komen nyaa...
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Ketua Osis
Teen Fiction[Atmadja series] "Jika lo kulkasnya mau dong jadi stop kontak nya..." Septian Wira Putra Atmadja bertemu dengan cewek yang memiliki fobia pada sentuhan atau di sebut dengan Haphephobia. Luna itu dingin dan tertutup, ia membenci keramaian, ia membenc...