"Menurut kamu perutku gimana? Udah kelihatan belum baby bump-nya?"
"You look great, Adhisty."
"I know, I always look great. Yang kutanyakan kan bukan itu."
Wajah Taru menegang. Setelah berpikir sejenak dia berkata, "Badan kamu masih kecil kok."
"Jadi belum kelihatan baby bump-nya?! Padahal bagiku udah mulai muncul loh ini. Beratku juga naik. Duuuh... sehat nggak ya si Adek?"
"Adhisty maaf, aku bingung. Tadi kupikir kamu mau dibilang badannya kecil."
"Aku mau tahu pendapat kamu tentang perut aku."
"Udah kelihatan kok... kan tiap malam Papanya ajak ngobrol."
"Terus kenapa tadi bilang badanku kecil?"
Taru mengangkat bahu, "Bukannya cewek sukanya dibilang kecil ya?"
Adhisty menatapnya tegas dan menantang, "Aku nggak peduli siapa cewek yang ada di bayangan kamu itu, tapi kalau sudah ngomong sama aku, bilang aja yang sebenarnya."
"Oke. Kamu gendutan," balas Taru sigap
"Gently, Taru..." Adhisty memelotot sambil berusaha sabar dan tidak meneriaki ayah dari anak yang dia kandung.
"Tapi masih sangat cantik," buru-buru Taru memperbaiki kata-katanya.
Adhisty tersenyum. Dia berjinjit dan mengecup pipi Taru, "Good boy."
Adhisty pergi, meninggalkan Taru yang masih termangu sambil mengusap pipinya. Akhir-akhir ini Taru merasa istrinya menjadi semakin aneh. Setiap hari Adhisty pasti mengecupnya meskipun hal itu tak ada dalam ritual yang telah disepakati.
Belum lagi sikap Adhisty di depan karyawan jika mereka sedang bersama, tangannya seolah ogah menjauh dari lengan Taru. Jika tidak dirangkul, digandeng, pastilah tangan Taru digenggam. Seolah tangan pria itu tak boleh menganggur saat mereka bertemu.
Taru sempat berpikir bahwa alasan keanehan ini karena hormon sehingga membuat Adhisty makin sering bergairah. Untuk itu, dia selalu menyambut senang sang istri setiap malam.
Menjelang minggu ke-16 kehamilan, kehidupan malam mereka semakin membara di atas ranjang. Bagi Taru, Adhisty semakin atraktif. Taru sendiri merasa bahwa akhir-akhir ini dirinya menjadi semakin lemah di hadapan Adhisty. Perempuan itu tak perlu menggodanya macam-macam, tinggal menyentuh daerah sensitifnya dan dia pun bisa langsung menegang dan bekerja semalaman.
"Taru, ayo..." Adhisty memanggilnya untuk bersiap berangkat ke kantor. Taru tersenyum.
Ada sesuatu dalam dirinya yang mendamba keberadaan Adhisty dan itu bukan hanya sekadar gairah.
***
"Bu... Pak... ini dedeknya udah keliatan ya jenis kelaminnya," Dokter Opi bicara sambil melihat layar USG.
"Apa, Dok?" tanya Taru.
"Jangan, Dok!" Cegah Adhisty cepat.
"Kok jangan?" Taru pun bingung.
"Temen-temen aku ada yang kepengen bikinin baby shower tujuh bulan nanti. Mau ada acara revealing baby sex juga," jelas Adhisty. Dokter Opi terkekeh mendengarnya.
"So?" tanya Taru yang tidak merasa tercerahkan oleh pendapat tadi. Apa hubungannya pesta itu dengan keinginannya untuk mengetahui jenis kelamin anaknya saat ini.
"Ya jadi sekarang kita minta dokter untuk tulis jenis kelamin anak kita, kasih ke temenku supaya dia bisa koordinasiin sama EO mereka, terus nanti pas tujuh bulan di reveal dan kita bisa surprised," jelas Adhisty.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlovable Husband [DIHAPUS SEBAGIAN]
RomanceHidup Adhisty harusnya sempurna, dengan kesuksesan karirnya dan kenyataan bahwa Ayahnya termasuk ke dalam lima besar orang terkaya se-Indonesia. Tapi setelah menginjak usia 34 tahun, seorang pria datang ke dalam hidupnya dan mengacak-acak kebahagiaa...