Tidak ada yang lebih menegangkan dari hari jadi yang bertepatan dengan akhir pekan. Seolah pasangan tersebut harus memusatkan perhatian mereka untuk hari jadi tersebut. Apalagi, bagi Taru dan Adhisty, hari itu dinilai penting karena itu adalah hari ulang tahun perkawinan mereka yang pertama.
Suasana dalam ruangan olah raga sudah menghangat karena pemiliknya telah memeras peluh sejak dua jam yang lalu. Pagi itu Taru berusaha meredam gugupnya dengan bergerak sebanyak mungkin. Setelah melakukan seratus kali push up, ia mengecek ponselnya dan membaca pesan dari Olive yang sudah ia baca seribu kali sejak ia terima pukul sepuluh tadi malam,
"Surprise box will be arrived to your home at eight am."
Taru memeriksa jam di ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Adhisty pasti sudah selesai membuat sarapan. Ia menarik napas panjang dan berusaha bersikap wajar.
Taru tak pernah memberi kejutan kepada seorang perempuan. Bahkan untuk ibunya sendiri. Ia tak suka sensasi takut dan resah yang harus dirasakan sambil menunggu kejutan itu tiba. Ia ingin ini semua cepat selesai. Tapi kini dia harus bertemu Adhisty dan mengucapkan selamat hari ulang tahun perkawinan.
"Heeey... Champ... why so sweaty?" Adhisty yang ternyata baru selesai melakukan yoga kehamilan di dekat kolam renang menyambut Taru yang baru turun dari tangga. Meskipun pria itu dibanjiri keringat di sekujur tubuhnya, Adhisty tetap mengecup pipi suaminya tersebut.
"Sudah tahu keringetan, masih aja dicium?" tanya Taru tanpa bersusah payah menyembunyikan perasaan senangnya. Semakin lama kecupan Adhisty semakin membuatnya ketagihan. Kini paginya terasa ganjil tanpa kecupan perempuan itu. Taru pun membalas dengan memberikan kecupandi dahi sang istri.
Jantung Taru berdegup saat Adhisty memeluk tubuhnya yang basah tanpa ragu sambil menjawab pertanyaannya tadi, "Aku jilatin aja pernah, masa' cium doang nggak mau?"
Kemesraan mereka semakin terasa wajar dan mengalir begitu saja. Suami dan istri sudah bukan lagi sekadar peran yang dijalankan dengan rasa tanggung jawab, tapi juga senang hati.
"Dhis, aku basah..." kata Taru canggung. Ia benar-benar takut membuat tubuh Adhisty lengket karena keringatnya meskipun senang merasakan kulit Adhisty menempel dengannya.
"Well, So am I, Taru," bisik Adhisty. Tubuh Taru menjadi kaku menahan rasa tegang di bawah perutnya. Dengan berat ia meneguk air liurnya dan mencoba mengendalikan diri.
"Ha- happy anniversary," kata Taru sambil memeluk Adhisty dengan cepat. Kalau perempuan itu tidak terganggu sama sekali dengan keringatnya, maka ia pun tak tanggung-tanggung dan membenamkan kepala perempuan itu ke dalam dada bidangnya.
Adhisty kesulitan berdiri karena menahan perut besarnya agar tak terhimpit tubuh Taru. Ia terkekeh dan menjawab, "Happy Anniversary!"
Dengan tenang Adhisty menarik tengkuk Taru sampai menunduk, lalu ia mengecup lembut bibir suaminya itu. Tentu saja Taru balas kecupan itu dengan permainan lidah yang cukup intens. Rupanya sisa gairah yang tadi dipancing Adhisty masih ada sedikit.
Adhisty terkekeh melihat kelakuan suaminya itu, "Ready to see your present?"
Taru mengangkat alis dan ujung bibirnya tinggi-tinggi. Resah dan gelisah itu kembali datang mendengar Adhisty sudah begitu bersemangat membicarakan hadiah. Pria itu hanya dapat mengangguk cepat. Adhisty pun mengajak Taru menuju ke ruang utama dan mengambil sesuatu di atas meja.
"So... this is for you..." Adhisty memberikan sebuah kotak yang berlapis kertas kado polos. Taru membukanya. Ia melihat sebuah kotak jam yang tak asing baginya.
"Ini brand favorit aku," Taru tersenyum menatap kotak jam itu. Jadi ini yang kemarin Adhisty diskusikan dengan Arun.
"Buka dong," pinta Adhisty.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlovable Husband [DIHAPUS SEBAGIAN]
RomanceHidup Adhisty harusnya sempurna, dengan kesuksesan karirnya dan kenyataan bahwa Ayahnya termasuk ke dalam lima besar orang terkaya se-Indonesia. Tapi setelah menginjak usia 34 tahun, seorang pria datang ke dalam hidupnya dan mengacak-acak kebahagiaa...