Adhisty membuka matanya, perlahan kantuknya menghilang. Ia bergerak sedikit dan merasa ada yang menekan tubuhnya yang tengah tidur miring.
Perempuan itu pun menunduk, memeriksa sumber tekanan itu. Sebuah lengan melingkar rapat di bawah dadanya.
Mata Adhisty langsung terbuka lebar. Ia berbalik dan menemukan Taru sudah pulas tertidur dengan menggunakan piyama cokelat kesukaannya. Perlahan Adhisty meredam kepanikannya tadi, berharap gerakan tiba-tiba tadi tidak membuat Taru terbangun. Sekarang baru pukul empat pagi dan entah kenapa dia merasa bahwa Taru baru saja pulang dari kantor.
Adhisty sendiri baru pulas pukul dua malam. Sebelumnya, ia berusaha menunggu Taru pulang. Meskipun Taru telah berinisiatif membuat kunci duplikat agar tak perlu ditunggui, tapi Adhisty tetap tak tenang membayangkan Taru bekerja sendirian sampai begitu larut.
Perubahan sistem yang terjadi selama proses merger membuat banyak guncangan dalam kedua perusahaan mereka. Taru telah berusaha kuat tak hanya mengurusi Tarundaya Group, tapi juga beberapa bagian dari Tama Corp karena ia melihat Adhisty sudah cukup kelimpungan sendirian. Hal ini membuat waktu kerjanya membengkak.
Dalam jarak yang begitu dekat, Adhisty memperhatikan wajah tidur Taru. Ia lega melihat pria itu dapat beristirahat. Dahi dan alis yang biasa dikerutkan juga kini terlihat lepas, menggelitik Adhisty untuk mengusapnya sambil membatin, "Istirahat ya, jangan ngerung terus biar nggak pegal."
Sentuhan Adhisty membuat kepala Taru bergerak. Pria itu mendeham panjang. Tanpa Adhisty duga, tangan pria itu menarik Adhisty agar lebih rapat masuk ke dalam dekapannya.
"Ih, dipikir aku guling?!" bisik Adhisty tajam. Dalam pelukan Taru yang cukup erat, ia bisa merasakan napas Taru, kehangatan tubuh pria itu, dan wangi sabun beraroma lemon yang pasti dipakainya saat mandi setelah pulang kantor. Perlahan, semua itu membuai Adhisty.
"Nyaman juga dipeluk kamu," kata Adhisty pelan. Ia lalu kembali memejamkan matanya sambil mengadah, mencari aroma Taru di bagian leher. Satu lengannya mendekap wajah sang suami yang terbaring, sementara satu lagi melingkari bahu tebal pria itu.
Siapa sangka bahwa pria menyebalkan ini dapat menjadi teman tidur yang begitu nyaman?
***
Taru terbangun saat mendengar desahan lembut. Sesuatu dalam dirinya bergelung naik, membuatnya tersadar seketika dan menarik napas panjang. Wangi mint dari rambut Adhisty membuatnya segar. Ia pun langsung menangkap posisinya yang terjebak karena kedua tangan Adhisty melingkar di lehernya.
Risih dan bingung, ia bolak-balik menatap lengan dan kepala Adhisty. Sejenak ia terdiam mengamati wajah perempuan itu dari atas. Bulu mata yang tebal dan lentik serta hidung mancung yang proporsional membuat keindahan paras perempuan itu terpancar bahkan tanpa make up. Entah apa yang mendorong Taru, perlahan ia mengecup puncak kepala Adhisty.
Sang istri lalu bergerak, berganti posisi menjadi terlentang dan melepaskan rangkulannya. Aneh, Taru merasa sedikit kehilangan. Tapi ia segera beranjak ke sisi tempat ia biasa tidur dan mengambil kacamata, lalu melihat jam. Pukul tujuh, sudah waktunya dia bangun. Segera dia bangkit dari kasur untuk berolahraga. Sekilas ia menengok, melihat punggung Adhisty yang masih terlelap.
Lucu juga...
***
"Jelek gimana??"
"Jelek, saya nggak suka."
"Kamu tahu harga bed cover itu berapa?"
"Adhisty, kamu tahu kan kalau harga nggak akan pernah bisa membeli selera."
"Selera kamu yang aneh!"
"My bed cover were fine with grey and brown. Saya nggak perlu warna ungu atau biru pastel."
![](https://img.wattpad.com/cover/219131858-288-k878495.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unlovable Husband [DIHAPUS SEBAGIAN]
Roman d'amourHidup Adhisty harusnya sempurna, dengan kesuksesan karirnya dan kenyataan bahwa Ayahnya termasuk ke dalam lima besar orang terkaya se-Indonesia. Tapi setelah menginjak usia 34 tahun, seorang pria datang ke dalam hidupnya dan mengacak-acak kebahagiaa...