Enam

192 21 14
                                    

.Matahari sudah di paling atas, kami masih berjalan memasuki hutan rimba ini. Suara-suara aneh terdengar di telinga, bahkan tiba-tiba bulu kudukku meremang tanpa diminta. Aku ingin bicara pada Randa, tentang keanehan yang aku alami, tapi dia tidak akan percaya.
"Kita istirahat, di sini dulu," tukas Randa.
Dia melepaskan tas ransel miliknya. Aku memilih duduk di bawah pohon pinus yang besar dan menjulang tinggi.
   Randa tidak duduk, dia malah mencari ranting pohon, setelah dapat dia menancapkannya di tengah, sama persis mentari menyorot ke bawah. Ranting itu lurus dan panjangnya kira-kira satu meter setengah.
   Kuperhatikan lagi, ranting kayu tersebut membentuk bayangan, saat matahari benar-benar tepat di atasnya, panjang bayangan tongkat stabil tak memendek atau memanjang.
Setelah itu, bayangan ranting kayu terlihat bergerak memanjang. Randa tersenyum melihat itu. kemudian dia menggali tanah, yah, aku tahu dia akan bertayamum.
Setelah itu, Randa berjalan ke belakang pohon untuk mengganti bajunya yang kotor. Lalu kulihat dia salat tapi tak menghadap kiblat. Dia terlihat khusyu melakukan peribadahan kepada Tuhannya.
"Aku tahu, aku tampan," tukasnya sambil tangan meluku kepalaku.
Aku tak tahu kapan dia selesai salat. Ah, memalukan sekali.
"Eh Randa, tadi kamu ngapain?" tanyaku sambil membantu melipat baju salatnya.
"Itu, tata cara menentukan waktu salat," jawabnya.
  "Kenapa harus salat?"
"Karena setiap muslim memiliki kewajiban yaitu salat, dan dalam keadaan apa pun harus salat," jawabnya.
Dia berdiri, lalu kembali mengulurkan tangannya. Kami berjalan berdampingan, hingga suara panggilan Ibu terdengar.
"Jangan lihat ke belakang!" larang Randa dingin.
  "Randa, tapi itu suara Ibu, apa dia mengikuti kita? Bagaimana jika Bapak menemukan Ibu?" Aku semakin gelisah karena panggilan itu semakin terdengar jelas. Namun, Randa menghiraukan ucapanku.
Aku melepas pegangan tangan Randa, lalu berbalik ke belakang. Di sana terlihat Ibu memanggilku, dia merintih sakit dalam sebuah lubang di pohon.
"Berbalik Putri. Ayo pergi!" ajak Randa sambil menarik tanganku.
"Tidak. Aku tidak mau!" Aku melepas tangan Randa dengan kasar. Lalu berlari menjauhinya, beberapa langkah aku masih mendengar suara Randa, setelahnya tak kudengar lagi langkah kaki mengikutiku.
   Ibu tersenyum ke arahku, jarak kami hanya beberapa meter. Dia melambaikan tangannya sambil tersenyum, aku mendekati Ibu lalu segera merengkuh tubuhnya.
Saat memeluknya, tubuh Ibu mengeluarkan bau amis yang menyengat, terdengar pula lengkingan suara tertawa perempuan,  semakin lama semakin terasa dekat.
Tiba-tiba  ... tubuh Ibu hilang, bergantikan kain kafan berlumurkan darah, dan tanpa aba-aba aku langsung melempar benda laknat itu.
Hi ... hi ....
   Suara lengkingan perempuan semakin terdengar, aku menatap ke atas, benar saja sosok mengerikan itu berada di atas pohon, dengan baju merah. Darah menetes dari ujung baju  miliknya, begitu pun wajah yang mengerikan. Aku tidak bisa mendeskripsikan wajahnya, yang kutahu itu terlalu mengerikan, dia melayang-layang.
  Aku segera bergegas lari, entah ke mana langkah kaki ini membawaku pergi, yang terpenting aku harus menyelamatkan diri. Berlari kencang terasa sia-sia, wanita itu terus melayang-layang di atasku, bahkan dia melintas tepat di depan mataku sendiri, lengkingan suara itu semakin membuatku ngeri.
  Aku tersaruk-saruk melewati hutan rimbun ini, tak kutemui Randa, hingga kedua kakiku ada yang menarik hingga membuatku jatuh terjungkal. Tarikan itu semakin kuat dan terasa seperti sebuah lilitan kain yang menarik tubuh. Aku berbalik dan melihat apa yang terjadi, benar saja kain merah itu menarikku, lalu melilit di atas sebuah pohon besar dan sebuah benturan terjadi hingga membuatku kehilangan kesadaran
  ***
Suara ritual begitu terdengar jelas saat kesadaranku telah pulih. Kini, aku sedang berbaring di sebuah batu besar, beberapa warga telah berkumpul, warga lain pun ikut datang lalu duduk berjejer, kepala masih terasa begitu sakit, aku tak mengerti hingga tiga orang perempuan tua datang. Mereka mengenakan sarung yang dililit di kepalanya, tak lupa di tangannya membawa sebuah kain putih. Salah satu dari mereka menutupi tubuhku setengah badan dengan kain tersebut. Dua orang lagi duduk samping kiri dan kananku.

"Buk, sebenarnya kenapa saya ada di sini?"
  "Kamu kena kutukan, Neng, dan kami akan menghilangkan kutukan itu," jawab salah satu perempuan.
Aku ingin bertanya lagi, tapi mereka menyuruhku untuk diam. Laki-laki tua datang, di tangannya terdapat seekor ayam hitam yang sudah disembelih, darahnya pun masih menetes, dia memberi intruksi pada perempuan yang duduk di depan kakiku, dia mengangguk, lalu menyibak kain yang kukenakan. Hingga bagian perut terlihat. Lelaki itu, meneteskan darah ayam di perut, sedangkan perempuan tadi menekukkan kedua kakiku hingga posisi saat ini mengangkang di depannya.
"Ritualnya sudah selesai, tinggallah tugas kamu mengeluarkan janin itu," ujar lelaki itu kepada perempuan yang di depan kaki.
   Dia hanya mengangguk, lalu mengurut perut rataku secara perlahan, semakin lama semakin kencang. Aku merasakan sakit yang kuat, perut seperti tertusuk sesuatu. Kedua tangan di pegang erat, aku hanya bisa merintih, urutan di perut semakin lama semakin keras.
  Randa, di mana kamu? Aku menyesal tak mengikuti apa katanya, hingga suara anjing terdengar menggonggong keras, menghentikan semua perbuatan mereka. Semua berlari menyelamatkan diri masing-masing. Aku tidak mengerti, mengapa sebegitu takutnya pada seeokor anjing.
   Aku bangun dan mengelus perut yang masih menyisakan sakit. Aku baru menyadari ternyata aku hanya memakai dua kain, yaitu kain sarung yang diikat sampai ke pinggang, sedangkan dari pinggang ke dada sebuah kain putih.
   "Putri, ayo!" Tiba-tiba Randa datang menghampiri. Raut wajahnya memperlihatkan aura ketegangan.
   "Randa, aku di mana? Kamu ke mana saja?" introgasiku padanya. Dia tak menjawab, hanya menyerahkan jaket miliknya.
Aku menerima jaket itu lalu memakainya, jaket yang sedikit kebesaran untuk tubuhku yang mungil. "Kita harus pergi, sepertinya lelembut itu akan segera datang. Ayo, kamu harus membersihkan badan, agar anyir darah tak mereka endus," perintahnya.
Kami kembali beriringan, berjalan dengan cepat, dan masuk ke pemukiman warga. Randa menyuruhku membersihkan badan, dengan rela dia membantu menimbakan air.
  "Cepatlah, jangan terlalu lama," tukasnya.
Aku segera masuk ke dalam kamar mandi tersebut lalu bergegas membersihkan badan. Sebelum masuk, Randa memberikan pakaian lengkap. Entah dari mana dia menemukan tasku.
Sesudah membersihkan diri, kami segera berlari, kudengar lagi suara perempuan melengking, beberapa warga menabuh pentungan bambu hingga terdengar bunyi nyaring. Semua pintu dan jendela telah di tutup. Kulihat langit tampak mendung, sepertinya hujan akan segera datang.
"Randa, kita harus sembunyi di mana?"
"Kita sembunyi di gubuk itu," jawab Randa sambil menunjuk pada salah satu bangunan kecil beratap ijuk, mungkin tempat mainan anak-anak kecil.
Kami bersembunyi di sini, aku semakin takut jika ditemukan oleh suara itu. Suara wanita yang pernah mengejarku, semua ketakutan hanya aku yang merasa, akan tetapi Randa terlihat santai.
Randa malah duduk bersila, lalu melafazkan sesuatu seperti bacaan arab. "Randa, aku takut!"
"Jangan banyak bunyi, Putri. Bacalah istigfar yang banyak," ujarnya.
   "Aku bahkan tak hafal bunyinya dan fungsinya." Kutatap wajah Randa lekat, tapi dia malah tersenyum. Jika diperhatikan lagi wajahnya tampan, dengan brewok tipis menghiasi dagunya.
"Astagfiruwloh hal adzim," ujar Randa. Napasnya begitu dekat menerpa wajah, jantungku tiba-tiba berdetak lebih kencang, ah apa ini?
"Baiklah."
Aku pun mengikuti yang Randa lakukan. Yaitu bersila, lalu memejamkan mata,  melafazkan yang Randa katakan tadi. Huh, bahkan saat seperti ini pula, wajah Randa datang menghampiri, kilatan senyumnya, bahkan geraknya malah terbingkai indah dalam ingatan.

#bersambung.

#bantu vote yuk, dan siapa nih yang gak sabar ngekepin versi lengkap di novel? Yang mau bisa list dari sekarang yah😍😍🥰🥰

Siapa Nasabnya? (Randa dan Putri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang