Sisa Senja dan Luka

218 33 7
                                    



Mungkin jika ditanya pada dirinya, Bambam akan katakan,

'Mengenal Mingyu adalah hal terindah yang pernah aku temui'

Karena Bambam dapati banyak pengalaman berharga, darinya Bambam mengenal apa itu cinta tulus tanpa syarat. Mengenal apa itu luka tak terucap. Mengenal bahwa penyesalan tak selamanya bawa sengsara.

"Bam?"

"Ya?"

"Apa ini tak terlalu berlebihan?"

Bambam tersenyum tipis, menolak pertanyaan Mingyu tentang penampilannya yang berlebihan. Nyatanya memang begitu, sosok didepannya ini malah terlihat luar biasa indah. Paras menawannya pancarkan keteduhan saat kau menatapnya, Kim Mingyu simpan kekuatan yang mampu buat orang jatuh cinta pada sosoknya. Pembawaannya yang tenang tapi siratkan keindahan akan kias bentuk kesempurnaan manusia.

Mingyu punya wajah yang tiap sisi memiliki sisi misterius yang membuat decak kagum tiap kali orang melihatnya. Mungkin tidak cukup terlihat, karena ada sisi kekanakan yang masih tergambar dalam gurat indah senyum hangatnya. Awal dua puluh, masih setengah dewasa tapi jelas mampu bawa laki-laki berlutut dikakinya.

Tapi yang Bambam sayangkan adalah sosok sahabatnya ini terkungkung duka dan suram yang lingkupi hidupnya. Terikat dalam sebuah hubungan yang bawa pilu kala senja, bawa duka dalam tawa. Jika mampu, Bambam akan lakukan apapun demi kebahagiaan orang ini. Bambam dapat lihat dari sorot indah manik cokelat yang perlihatkan ribuan ketulusan tanpa harap imbalan, dan Mingyu pantas dapatkan cinta yang lebih baik. Pantas dapatkan laki-laki yang lebih dari seorang Jung Jaehyun.

"Kau sempurna Gyu."

"Be-benarkah?"

"Ya, demi semua Boba yang Eunwoo berikan, Bambam tidak berbohong."

Tawa halus terdengar, hantarkan rasa hangat kala Bambam mendengarnya. Ya Tuhan, sudahkah Bambam katakan Mingyu sempurna? Jika sudah, biarkan sekali lagi dirinya memuji betapa sempurna sosok menawan di depannya ini.

"Ayo Gyu, kurasa Jaehyun sudah menunggumu, dan semangat kencannya."

Kata ajakan sekaligus penyemangat itu hantarkan rasa hangat ke tiap sisi wajah Mingyu yang memerah menahan rasa malu. Ingatan itu masih hangat di kepala Mingyu kala Jaehyun mengajaknya kencan sesudah pergi malam itu,

"Gyu?"

"Ya?" Jawaban berisi pertanyaan itu terlontar,

"Besok siang, kau ada waktu?"

"Tidak, memangnya ada apa?"

"Aku ingin mengajakmu kencan." Jawaban itu diakhiri naiknya kurva tipis tapi menghantarkan rasa hangat di kedua pipinya, mengolah darah lebih cepat membuat pipi Mingyu menjadi memerah di kedua sisinya.

"Tentu. Aku kosong setelah kelas," ahh, Mingyu gugup.

"Akan ku jemput besok, bersiaplah yang cantik, manis." Astaga, Mingyu malu.

Puk!

Tepukan ringan dipundaknya menyadarkan Mingyu dari ingatan itu, ia harus bergegas segera untuk menemui pria Jung itu.

"Hei, jangan melamun! Priamu sudah menunggu, lihat." Kata Bambam sembari menunjuk Jaehyun di sudut taman fakultas.

"Iya, aku akan bergegas. Terimakasih Bam sudah membantuku berdandan dan bersiap! Akan ku traktir Boba Large nanti! Sampai jumpa" ucap Mingyu sembari berlalu dengan pipi bersemu,

Sesudahnya Bambam tersenyum, menatap Mingyu yang berjalan mendekati pria Jung tersebut. Mungkin dirinya salah. Jaehyun masih berhak mendapatkan kesempatan kedua, jika semesta mengijinkannya untuk itu.

"Apa menunggu lama?" Gema suara Mingyu menyapa pendengaran Jaehyun begitu mendekat,

"Tidak, baru saja. Ayo." pria Jung itu menjawab, sembari menarik tangan Mingyu untuk mengikutinya. Mingyu hanya menurut, menikmati genggaman erat tapi tak menyakitkan tersebut.

"Kau ingin makan siang dulu Gyu?"

"Tentu. Mengapa tidak?" Mingyu menjawab sembari memberikan senyum kecil di ujung kalimatnya.

Jaehyun tersenyum, membalas senyuman Mingyu. Ah, dirinya gemas. Mengacak rambut Mingyu sebagai pelampiasan kegemasannya. Melupakan wajah Mingyu yang mulai memerah lagi,

"Hentikan Jae, Bambam menata rambutku sangat lama dan kau menghancurkannya dalam beberapa menit, menyebalkan"

"Maaf, habisnya kau menggemaskan. Aku tak tahan Gyu," pernyataan maaf itu menjadikan diri mereka lebih dekat.

Tapi ada enggan yang tak mau pergi, menarik ragu agar lekat. Sebab semesta masih mencoba bercanda, tentang waktu agar bersekongkol dengannya agar tak lekang.

Dari balik kaca mobil, Mingyu menatap hamparan jalan yang luas. Melihat kendaraan lalu-lalang di segala arah, sembari menikmati hangatnya senyum Jaehyun yang dituju untuknya dan eratnya genggaman kedua tangan mereka.

Senja adalah awal dimana sebuah rindu, sebuah hati, dan sebuah cinta. Dimana sahabat adalah hubungan yang bisa menjadi hal paling membingungkan dimana kau letakkan hatimu berada. Mata mereka menatap bias jingga dari balik kaca, dengan semburatnya yang mengolok. Semesta pun tahu dimana mereka meletakkan seluruh hatinya.

"Kita sampai Gyu," ucapan itu menyadarkannya dari lamunan kala menatap semburat bias senja.

Tangannya ditarik pelan, mengindikasikan untuk mengikuti langkah jenjang pria yang lebih tinggi didepannya tersebut. Memikirkan mimpi apa ia kemarin malam sampai bisa berpegangan tangan dengan Jaehyun.

"Kau ingin makan apa Gyu?"

"Bagaimana dengan Sushi?" Jawaban ragu itu terlontar dari belah bibir Mingyu yang berwarna merah muda.

"Tentu, apapun untukmu"

"Astaga, berhenti menggombal Jae. Itu menggelikan."

Tapi tetap saja wajah Mingyu bersemu merah mendengar untaian kalimat pendek tersebut. Jika seperti ini alur kencan mereka, semesta pun tahu akhir dari kencan ini.

"Habis ini kemana?" Pertanyaan itu Mingyu berikan sembari meneliti lawan bicaranya.

"Taman kota, menikmati senja sampai tenggelam digantikan rembulan."

"Aku tak tahu kau penikmat senja ditemani secangkir kopi latte," ucap Mingyu berisi sindiran tersebut.

"Aku menikmati senja, sekaligus mengingatmu."

"Cukup. Itu terdengar menggelikan,"

Lalu gaung tawa tersebut bersorai, mengabaikan ekspresi sang empu yang menahan malu. Menghantarkan gejolak rasa hangat yang datang akibat kalimat penuh pengulangan tersebut.

"Ayo pergi Jae, senja tak bisa menunggu."

Ajakan itu di iyakan dengan anggukan kecil dari pria Jung tersebut, lalu menarik pergelangan tangan yang lebih kecil untuk mengikutinya, menuju taman yang disinari semburat jingga penuh kerinduan.

Pada dasarnya semua telah begitu rampung tanpa kejelasan





TBC. Semoga masih ada yang menunggu work ampas buatan aku ini. Semoga lebih baik dari yang kemarin, semoga. Bintang oranye dan kritiknya jangan dilupakan 😊

Melankolia ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang