01

537 44 1
                                    

"Mas bangun, subuhan dulu sana.."

"Bentar ah yang, lima menit lagi ya."

"Keburu pagi mas, bangun dulu subuhan, nanti tidurnya dilanjut habis subuhan ya." bujukku dengan nada lembut.

Mas Dhito bangun dari tidurnya, namun masih enggan meninggalkan kasur. Kini ia tengah terduduk dengan mata yang masih terpejam, masih mengumpulkan nyawa dia. Haha

"Aku mau masak dulu, awas kalo kamu tidur lagi."

Aku berjalan mendekati pintu kamar, namun terhenti ketika mendengar suara tubuh mas Dhito yang kembali berbaring ke kasur, hhh kasian juga ini suamiku semalem lembur sampai pulang larut.

Niatku mau turun buat masak sarapan pun tertunda, aku kembali berjalan kearah ranjang mendudukkan diri disamping mas Dhito yang kembali tertidur itu.

Kuusap lembut rambut mas Dhito yang sedikit berantakan itu sembari merapikan nya,  kini kepala mas Dhito beralih ke pangkuanku dan ia menghadap ke perutku sambil kedua tangannya memeluk pinggang ku.

"Masih ngantuk banget ya?" tanyaku pada mas Dhito dengan tangan yang masih mengelus rambutnya.

"Hmm.." mas Dhito pun hanya bergumam sebagai respon dengan suara serak khas bangun tidur,

Sudah sepuluh menit kegiatan kita berlalu, kurasa sudah cukup untuk tertidur. Mas Dhito harus segera bangun untuk subuhan.

"Mas, ayo dong bangun"

"Hnggg iya-iya nih bangun, cium dulu tapi"

"Yaudah sini cium, awas aja kalo ga mau bangun lagi, aku guyur pake air" ancamku

"Istriku galak deh"

Tak menghiraukan ucapan mas Dhito, buru-buru aku mengecup bibir mas Dhito. Yang katanya mau sebentar pun gabakal sebentar kalo sama mas Dhito, yang seharusnya cuma kecupan kini diselingi lumatan karena mas Dhito menahan tengkukku saat aku akan memutuskan tautan kami.

Saat kurasa pasokan udara di paru-paru ku mulai menipis, akupun memukul pelan dada mas Dhito,

"Hah hah, kamu mah gitu, suka banget nyari kesempatan" ucapku sebal

"Hehe, gapapa dong sama istri sendiri ini"  jawab mas Dhito dengan cengirannya

"Udah sana kamu subuhan dulu"

"Iyaa sayangku"

—o0o—

Sembari menunggu mas Dhito turun, aku memutuskan untuk memasak sarapan.

Aku memilih membuat omelet saja yang simple,

Aku juga membuat jahe hangat sebagai minuman, memang semenjak menikah aku  membiasakan mas Dhito untuk meminum jahe hangat daripada kopi. Biar sehat.

Awalnya memang mas Dhito enggan untuk meminumnya karena katanya rasanya tuh aneh, tapi lambat laun mas Dhito mulai terbiasa, apalagi kalau mas Dhito pulang malam pasti aku akan menyediakan jahe hangat untuknya,

"Astagfirullah!" tiba-tiba ada yang melingkarkan tangannya di pinggang ku, untung aku tidak sedang memegang pisau, hhhh bisa bahaya kalo aku lagi megang pisau, soalnya aku lumayan latah ini.

"Kagetan banget nih istriku."

"Gimana ga kaget sih mas, kamu aja turun tangga ga ada suaranya gitu" mas Dhito pun hanya terkekeh.

Aku kembali melanjutkan kegiatanku memasak, tapi mas Dhito malah mengendus-endus leherku membuatku geli

"Mashh, geli tau ih aku lagi masa ini!" dengusku sebal

"Hehe, habisnya leher kamu kan menggoda, mana tahan aku tuh"

"Udah ah sana ngapain kek, gabut banget gangguin aku"

"Iyaa" jawab mas Dhito

Dari nadanya sih kayaknya ngambek, tapi gapapa lah lanjutin masak dulu, buat dia juga kan.

 ᴍᴀs - ᴋɪᴍ ᴅᴏɴɢʜʏᴜᴋTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang