Zoya menatap Eyangnya yang terbaring di ranjang rumah sakit. Dia hanya bisa melihat Eyangnya terbaring kaku dari luar ruangan, karena sampai sekarang dokter belum mengizinkan siapapun masuk ke dalam.
'Ada masalah dengan jantung Bu Delina. Jauh-jauh hari Saya sudah peringatkan untuk meminum obat dan rutin check up ke rumah sakit. Bahkan waktu pertama kali beliau mendatangi Saya dua tahun yang lalu ketika beliau mengeluhkan seringnya sakit dibagian jantung, beliau hanya menganggap itu hanya nyeri biasa. Bu Delina sama sekali tidak menghiraukan peringatan dari Saya. Beliau ngotot dan berkata kalau beliau baik-baik saja.'
Reaksi jantung Bu Delina semakin hari semakin menunjukkan ketidakstabilan. Saya yakin sebelum Bu Delina drop, ada sesuatu yang terjadi hingga membuat beliau terguncang dan membuat serangan jantungnya kumat. Saya sarankan sebaiknya jangan membuat Bu Delina stres apalagi sampai drop. Saya tidak bisa menjamin setelah siuman nanti beliau bisa pulih dengan cepat atau tidak. Namun kami akan berusaha keras untuk kesembuhan beliau.'
"Kenapa Eyang masih belum sadar?" lirih Zoya.
"Eyang pasti akan segera sadar." Satya mencoba menguatkan Adiknya.
"Kenapa Eyang nggak pernah cerita tentang penyakitnya? Kenapa? Eyang sudah lama sakit tapi kenapa tidak pernah cerita ke kita?"
Selama ini Zoya tidak menyadari kalau eyangnya sedang sakit. Dia bahkan dengan teganya meninggalkan Eyangnya di rumah. Cucu macam apa dia ini? Tanpa sadar Zoya menitikkan air matanya.
Satya menyandarkan punggungnya ke dinding rumah sakit. Dia tentu saja ikut menyesali semua yang terjadi pada Eyang. Sebagai cucu tertua di keluarga Airlangga, bagaimana bisa dia tidak mengetahui kondisi Eyangnya sendiri?
Satya memejamkan matanya sejenak lalu menarik nafasnya dalam-dalam. "Eyang wanita yang kuat, dia pasti sembuh."
Satya berusaha menenangkan Zoya. Meski dalam hati dia juga berusaha untuk menguatkan hatinya sendiri. Namun dia tidak mungkin menunjukkan kesedihannya dihadapan Zoya. Adiknya ini pasti akan bertambah sedih jika mengetahui dirinya ikut rapuh melihat Eyang terbaring tidak berdaya di rumah sakit.
Tidak lama kemudian ponsel Satya bergetar.
"Halo. Saya tidak bisa pergi sekarang. Saya tahu ini penting. Cancel saja. Saya bilang cancel!"
Satya menutup ponselnya. Wajahnya terlihat kesal.
Zoya mendekati kakaknya. "Ada apa, Kak?"
"Nggak ada apa-apa."
Zoya tahu sebenarnya Satya sangat sibuk dikantor.
"Selesaikan urusan Kakak di kantor. Biar aku yang jaga Eyang disini," ucap Zoya.
"Eyang lebih penting dari kerjaan. Kamu tenang saja."
Tidak lama kemudian ponsel Satya bergetar lagi. Namun kali ini dia me-reject panggilan itu.
"Itu pasti penting. Lebih baik Kakak pergi ke kantor sekarang."
"Kamu ten-"
"Please. Biar aku yang jaga Eyang disini. Kakak selesaikan urusan Kakak di kantor," potong Zoya.
Satya menghela nafasnya. "Baiklah. Tapi kamu yakin tidak apa-apa Kakak tinggal?"
"Hum. Kakak tidak perlu khawatir."
"Baiklah. Kalau ada perkembangan, langsung hubungi Kakak."
Zoya mengangguk. "Hum."
Kemudian Satya beranjak pergi dengan langkah terburu-buru. See, kalau kakaknya itu pergi dengan terburu-buru seperti itu pasti ada urusan yang sangat penting dikantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kin & Zoya [Completed]
ChickLit➡️ Jangan copy milik saya, yaa✌😁 ➡️ Follow sebelum baca ✌😁 ➡️ Jangan lupa tinggalin jejak komentar juga ✌😁 ➡️ Sambil tahap revisi Part dibawah 30 karena banyak random!!! Singkat cerita... Kehidupan Zoya memiliki sisi bahagia dan kesedihan yang da...