25

387 43 12
                                    

Satria mengumbar senyum terbaiknya ketika melihat kedatangan Zoya. Sedangkan Zoya? Jangan tanyakan bagaimana perasaannya. Dia jelas terkejut melihat laki-laki yang ingin dijodohkan dengannya ada di rumahnya sekarang ini. Apa ini bagian dari rencana papanya?

Oh, good. Kalau dia tahu ini semua bagian dari rencana papanya untuk mempertemukannya dengan Satria, lebih baik dia tidak usah pulang saja sekalian ke rumah. Zoya malas membicarakan masalah perjodohan. Apalagi mengingat kondisi eyang yang masih belum sadar dari koma.

"Jadi kalian sudah pernah bertemu?" tanya Laren menuntut jawaban dari Zoya dan Satria.

"Sepertinya begitu." Satria masih setia menatap Zoya dengan senyum yang terlukis di wajahnya.

Dirga meminta Zoya duduk. Zoya pun menuruti permintaan papanya itu.

"Om minta maaf karena sebelumnya sempat membuat kekacauan. Om harap kamu tidak marah. Seperti yang kamu lihat sekarang, dia pulang ke rumah."

Zoya mengerti betul maksud perkataan Papanya. Kekacauan? Dia tahu kalau Papanya ini secara tidak langsung menyindirnya dan semua kekacauan yang terjadi juga karena kesalahannya.

"It's okay, Om. Tidak masalah."

"Terima kasih Satria, kamu memang yang terbaik."

Terbaik?

Dirga beralih menatap putrinya. "Zoya, Papa rasa kamu sudah membaca artikel yang terbit di internet beberapa hari yang lalu dan Papa pikir kamu tahu apa maksud dari semua ini."

Tentu. Zoya tentu tahu semuanya. Dia bukan orang bodoh.

"Hum. Zoya mengerti, Pa.." jawab Zoya.

"Bagus sayang. Mama yakin setelah melihat langsung siapa calon suami kamu ini, kamu pasti langsung suka."

Apa? Calon suami?

"Meskipun dia lebih dewasa, tapi Mama yakin Satria ini pasangan yang cocok dan bisa membahagiakan kamu sayang. Kamu juga bisa melihat sendiri kan sayang? Dia ini ganteng," Ssambung Laren. Raut kebahagiaan terpancar jelas diwajahnya.

Satria terlihat bangga dipuji seperti itu. "Tante terlalu memuji."

Disaat seperti ini, bagaimana bisa orang tuanya masih memikirkan tentang perjodohan? Bukannya menjenguk Eyang di rumah sakit, tapi orang tuanya ini malah sibuk membahas hal semacam ini di rumah.

"Papa ingin melanjutkan perjodohan kamu dengan Satria. Bagaimana pendapatmu?" Dirga menatap lekat wajah putri satu-satunya yang dia miliki itu.

Zoya terdiam sejenak. Dia yakin papanya ini sudah tahu jawabannya. Dia tidak ingin perjodohan ini berlanjut. Tapi mengapa Papanya selalu saja bersikap egois seperti ini? Harusnya Papanya tidak perlu lagi menanyakan pendapatnya, karena Papanya itu tahu betul apa jawabannya.

"Zoy.." Laren mengusap lengan Zoya. Tatapan matanya mengisyaratkan agar Zoya lekas menjawab pertanyaan Papanya.

Zoya menghela nafasnya perlahan. "Zoya pikir ini bukan waktu yang tepat membahas masalah itu."

Satria tersenyum mendengar jawaban Zoya. "Kalau begitu kapan waktu yang tepat?"

Zoya hanya diam. Dia agak malas menjawab pertanyaan Satria. Sementara Laren mulai jengah melihat Zoya yang hanya diam saja.

"Zoy..apa jawaban kamu?" tegur Laren.

"Papa dan Mama bisa tinggalkan kami sebentar?" Zoya membuka kembali suaranya.

"Sayang..kamu tinggal jawab saja, jangan membuat Satria menunggu terlalu lama."

"Biarkan mereka mengobrol, Ma." Dirga bangkit dari duduknya.

Kin & Zoya [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang