Hari ini, aku akan sedikit sibuk. Aku menghubungi Bunda bahwa hari ini aku akan pulang terlambat, karena aku akan kerja kelompok.
"Iya, bunda. Love you." Aku pun mengakhiri panggilanku dengan bunda dan bersiap untuk bekerja. Aku membuka laptopku, dan memulai mode fokusku.
Tak butuh waktu lama, setelah 45 menit bekerja, kami sudah selesai mengumpulkan data yang kami butuhkan.
"Kerja bagus," Agnes meregangkan tubuhnya, tulangnya sedikit berderak. "Besok aku dan Vio akan menyelesaikan PPTnya, siapa yang bersedia mengeprint?"
Vivi mengangkat tangan, "aku saja, aku punya printer di rumah."
"Dengan begini pekerjaan kita hari ini selesai," Prastha membereskan buku-buku yang kami pinjam di perpustakaan. Terlihat berat, aku pun tergerak untuk membantunya mengangkat sebagian bukunya.
•×•
Setibanya di perpustakaan, kami segera membereskan buku-buku yang kami kembalikan, dan keluar dari perpustakaan kembali ke kelas.
Cahaya fajar dengan lembut menembus jendela, menerangi koridor yang kami lalui hanya berdua. Tidak banyak orang yang ada disini, karena jam pulang sekolah sudah lewat satu jam yang lalu. Walau demikian, cerita-cerita ceria Prastha meramaikan kecanggungan diantara kami. Aku menemukan diriku tidak lagi berdiam-diaman saat bersama Prastha. Tertawaku sudah lepas. Tak terasa, kami tiba di kelas kami.
Kelas kami lautan oranye mentari. Hangatnya surya mengisi ruang sempit ini, membawa atmosfer romantis yang menakjubkan. Tenggelam dalam suasana, setiap kata-kata Prastha meninggalkan percikan-percikan kecil yang menumbuhkan sesak pada dadaku.
Seperti merasakan hal yang sama, dia juga menikmati keindahan yang Tuhan berikan pada kami pada hari ini. Mulutnya terbungkam, ia berhenti berbicara, tetapi ekspresi yang ia berikan memberitahu aku bahwa ada hal yang ingin dia sampaikan kepada aku seorang diri. Aku bisa membacanya, dan kini aku mengantisipasinya. Dan aku tidak menyukainya.
Aku takut.
"Vio," aku memutar tubuhku gemetar menghadapnya. Aku takut, "kamu cantik."
"T-terima kasih..." Suaraku terjebak, tubuhku enggan menjawab, sel-sel tubuh ini tahu apa yang terjadi selanjutnya.
"Aku ingin memilikimu." Suaranya berat dan tegas, dia seorang sadis. Badannya tinggi kini sudah ada di belakangku.
Bersikap bodoh, aku bertanya kepadanya, "maksudmu apa?"
Aku sadar seharusnya aku tidak melempar kail lebih jauh lagi."Jadi pacarku?"
Aku takut. Pori-pori kulit pucatku menangis keringat. Aku tidak membencinya lagi, tetapi aku tidak mencintainya. Hatiku mati, tidak menumbuhkan bercabang. Aku merasakan sosok Jo menanti aku di ruangan terang, menanti jawaban yang akan aku ajukan kepada Prastha.
Tidak! Jo sudah meninggalkanmu 4 tahun lalu, di bangku SMP! Sadar Vio, sadar!
Batin dan egoku berkecamuk. Aku tidak bisa berpikir baik! Akal sehatku terhanyut dalam keraguan yang makin menguasaiku, semakin jauh seiring waktu.
Penuh sesal, aku menggerakkan lidahku yang kelu. "Aku... Tidak bisa."
Air muka Prastha berubah. "Kenapa?" Nada bicaranya gusar, dia kesal karena aku menolaknya. "Padahal sedikit lagi aku bisa mendapatkanmu."
Aku takut. Semestinya ini kesempatanku untuk move on. Tetapi, aku menolaknya. Dan aku menyia-nyiakan kesempatan yang sudah disediakan bagiku.
Langkah Prastha berderap, dia mendekat dengan membawa maksud yang tidak baik.
AKU TAKUT!
Sedetik sebelum Prastha berhasil menyentuhku, Agnes datang di waktu yang tepat.
"Yolé!" Agnes merebut aku daripada Prastha, dan kami berlari keluar sekolah.
Aku bernafas kencang, tetapi aku lega. Tetapi kenapa? Seharusnya aku menerima pernyataannya tadi. Aku harus move on. Ini semestinya sebuah kesempatan baik yang aku sambut. Aku menyesal. Tetapi aku takut. Begitu banyak 'tetapi' yang hadir di benakku saat ini. Kata-kata Agnes minggu lalu merutuki aku karena membuang sia-sia kesempatan yang telah terbuka bagiku.
Aku lelah, aku mau pulang
•×•
Selepasnya aku keluar dari kamar mandi, aku melempar badanku ke kasur. Kepalaku terasa sedikit berat masih terpaku pada runtutan monolog yang sama berulang kali.
Aku mesti move on.
Jo tidak mungkin kembali.
Kalau dipikir benar juga. Tidak mungkin Jo tiba-tiba mengajakku jalan atau bahkan balikan. Kita sudah tidak kontakan selama 3 tahun. Aku saja yang terlalu banyak bermimpi.
Aku mengaktifkan layar HPku, hendak mencari hiburan untuk mengalihkan aku dari kepenatan akan roman. Aku benci cinta-cintaan. Tetapi, pesan masuk dari Prastha malah makin memicu keraguanku. Dengan malas aku membuka dan membaca isi pesan yang dikirimkannya kepadaku.
Sebentar, sebentar... Aku tidak salah baca, kan? Author tidak salah ketik, kan?
Aku berulang kali membaca, dan semakin membingungkan diriku dengan memikirkan balasan bagi pesan yang Jo mendadak kirimkan.
Jariku gemetar, walaupun sederhana, aku berusaha keras tidak terlihat aneh sedikit pun.
Oh, Tuhan. Begitu banyak kesalahan yang aku lakukan hari ini.
Tapi hati kecilku berkata, ini bukan dosa. Ini yang terbaik.
Tidak apa, semua keraguanmu harus kamu akhiri sekarang.
Ini adalah kesempatan yang terbaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
• ELYSIAN • ✔
Short Story[COMPLETED; June 19, 2020] [Oneshoot/Twoshoot/Fourshoot story] Elysian (adj.) Beautiful or creative; divinely inspired. It's about us. About our story. About our inspiration, minds, thoughts. In this day, we make an Anniversary Project. We expressed...