30 menit berlalu. Tetapi hatiku masih berdebar kencang dari tadi. Aku was-was kalau ini adalah prank, apakah bajuku terlihat normal?
Ya Tuhan, Jo datang. Diam-diam, aku menutup pagar rumahku.
"Mau kemana?" Aku membuka percakapan, karena dia diam saja.
"Ke pelabuhan aja." Jo menjawab singkat sambil memutar motornya. "Naik." Jo membuat gestur, mnegundangku untuk menaiki motornya. Dengan senang hati aku menerima ajakannya.
•×•
Angin malam terasa sangat dingin. Pukul sekian, tidak banyak lagi orang yang keluar kota. Aku senang. Sudah lama aku tidak merasakan manis kecutnya debaran jantungku ketika berada dekat dengan Jo.
Setibanya di pelabuhan, remangnya lampu jalanan seolah menambah berat tekanan di hatiku. Setelah turun dari motor, kami terdiam canggung.
"Mau ngapain, nih?"
"Lah, kan kamu yang ngajak"
Aku penasaran, apakah suaraku terdengar sinis? Aku harap tidak.Setelah melihat sekeliling, Jo menunjuk ke bangku di tepi dinding pantai. "Duduk sana aja yuk, mau ngobrol biasa aja."
Aku mengangguk kencang. Melihatku, Jo tertawa kecil. Suaranya indah, semakin memberi aku gambaran-gambaran dan pengharapan untuk kembali bersamanya. Aku semakin menyukainya. Aku jatuh lagi ke dalam liciknya jebakan Eros, aku jatuh cinta lagi.
"Masih suka gambar?"
"Masih, hehe.."
Hehe apaan, kenapa hehe!
"Kenapa?""Maunya minta tolong aja sih. Punya Wappa ngga?" Jo menyodorkan HPnya kepadaku, menunjukkan akun Wappanya. Tidak banyak yang dia tulis, tetapi sudah cukup membangkitkan rasa ingin tahuku akan dia.
"Mau request cover bukumu?"
"Iya, haha. Kamu masih mengerti apa mauku, ya?"
Aku hanya bisa tertawa. Demi Tuhan, aku terlalu mudah jatuh cinta terhadap lelaki satu ini.
Percakapan kami mengenai bukunya berlangsung lancar malam ini. Tidak hanya buku, kami juga membicarakan tentang sekolah kami. Dia masuk di SMA tetangga, dekat sekolahku. Kami juga membicarakan tentang keluarga, teman, dan kehidupan kami setelah kami berpisah. Heningnya malam pecah oleh suara deburan ombak malam, suara gelak tawa kami. Kami berinteraksi seolah kami tidak pernah memiliki masa lalu yang buruk. Seolah semua kembali seperti dulu ketika semua baik-baik saja.
Tetapi, apa mungkin semua bisa kembali seperti dulu?? Setelah semua yang aku lakukan padanya?
.
.
.
"Terus, bagaimana, kamu... sudah ada gebetan baru?"
"Bagaimana ya..."
Ini kesempatanmu satu-satunya Violet.
"Aku... tidak bisa memiliki gebetan."
"Kenapa?"
.
.
.
"Aku takut."
"Takut?" Jo menoleh kearahku, memancingku untuk melakukan hal yang sama kepadanya, "kenapa?"
Jangan bertanya seperti itu, Jo. Bagaimana aku harus mennjelaskannya padamu?
"Gimana jelasinnya ya..."
"Vio," tiba-tiba tangannya yang lebar dan dingin menyentuh punggung tanganku, bertumpang tindih satu sama lain. Telapaknya sedikit basah karena keringat. Jangan-jangan, dia juga merasakan hal yang sama denganku? "Please, jangan canggung lagi sama aku. Buka hatimu."
Mau tidak mau, kepalaku bergerak sendiri menatapnya. Mata kami bertemu. Sudah sekian lama aku menanti, kini aku merasakan hukuman yang surga jatuhkan kepadaku atas dosa untuk mencintai seorang yang pernah aku tinggalkan. Sungguh, perasaan apa ini? Apa ini yang neraka berikan kepadaku? Ribuan detak telah jantungku gerakkan, pori-poriku tanganku meneteskan keringat gugup, kepalaku sedikit pusing. Bukan birahi yang aku rasakan, tetapi perasaan ini tulus! Perasaan ini melingkupiku dan merasuki sukmaku, perlahan mengambil kendali atas bagian-bagian tubuhku.
Tanganku bergerak sendiri, tetapi aku mau telapak kamu bertemu satu sama lain. Pandangan kami terkunci. Aku memantapkan diriku untuk mengutarakan apa yang selama ini aku lalui, setelah 4 tahun kita terpisah.
"Aku menyesal," ini jujur, "seharusnya aku bersabar dan berusaha mengerti apa yang selama ini kau lalui." Aku berterus terang, walau kata-kataku terdengar berlebihan, aku ingin semua tersampaikan dengan baik. Ini kesempatanku.
"Aku masih menyukaimu, Jo."
Ternyata ini yang namanya mengutarakan perasaan ya?
Kami terdiam, tetapi mata kami yang berbicara. Air mataku sedikit meluap diluar kehendakku. Sembari demikian, aku menatap dia lekat-lekat, karena ini kesempatanku. Sudut matanya mebujur tajam, seolah ingin melukai aku. Tetapi bola matanya tidak demikian, bola matanya gelap, menyembunyikan reaksinya. Bola matanya bundar dan indah, membentuk lengkungan yang tak kalah indahnya dengan bibirnya yang sedikit termangap, entah karena dia terkejut atas apa yang aku ucapkan atau terkaget menlihat ekspresiku yang tidak biasanya. Iya, aku belum pernah menangis di depannya, aku belum pernah menangis di depan siapapun.
"Aku tidak memaksamu kembali, tetapi maafkan aku Jo." suaraku serak, aku ingin berhenti mengoceh sembarangan. Tetapi tak banyak waktu yang tersisa, ini kesempatanku. Aku ingin, semua rasa sakit dan rinduku padanya tersampaikan.
Tidak banyak yang ia bicarakan. Tangannya yang memegangku mengerti keinginanku. Cengkramannya menegang, tetapi tidak kasar. Tangan satunya lagi bergerak mendekati wajahku, menghapus air mataku yang berkumpul semakin berat di bawah kelopak mataku.
"Aku juga demikian,"
Bukan lagi air mata, tetapi senyuman tak dapat lagi ku bendung. Aku puas. Kata-kataku berhasil tersampaikan.
.
.
.
Henlo ipeh disini. Sori ceritanya belibet :')
Anyw ini sedikit-dikitnya diambil dari kejadian asli rl aing. So yeah. Mungkin kedepannya ada revisi
Sori telat ;-;
Krisar dimohon! Thanksin
KAMU SEDANG MEMBACA
• ELYSIAN • ✔
Short Story[COMPLETED; June 19, 2020] [Oneshoot/Twoshoot/Fourshoot story] Elysian (adj.) Beautiful or creative; divinely inspired. It's about us. About our story. About our inspiration, minds, thoughts. In this day, we make an Anniversary Project. We expressed...