4. Selamat Jalan Melan

132 18 4
                                    

Kalla membolak balik kemeja warna krem di depan cermin, mengendusnya sekali. "Nggak bau, masih layak pakai lah. Untung belum kubawa ke laundry," Kalla memakai kemeja warna krem tersebut yang merupakan baju pinjaman dari teman kost yang menempati kamar di lantai dua.

Kalla menatap Lulu sambil mengancingkan kemejanya. Lulu masih tampak lemah sejak kemarin setelah pertemuannya dengan lelaki berpayung merah. Kalla juga tidak tahu bagaimana cara mengobati arwah yang sepertinya sedang sakit itu.

"Aku bakal ke kantor Daru lagi, tadi pagi dapat telepon dari HRD untuk interview lanjutan," Kalla menjelaskan ke Lulu. Lulu hanya mengangguk pelan sambil pandangannya kosong menatap dinding.

Kalla membuang napas pelan, rasanya kok sedih melihat Lulu lemas seperti itu. Biasanya hantu perempuan itu selalu bikin Kalla sebal dengan kecewetannya yang mirip ibu-ibu. Biasanya Kalla senang menggoda Lulu sampai Lulu merasa sebal dan cemberut, lalu kabur ke kamar kost sebelah, ngambek. Lulu sering ikutan nonton Drama Korea dengan Kiara penghuni kamar kost sebelah. Setelahnya biasanya Lulu akan ceria lagi melupakan kesebalannya pada Kalla. Tapi dalam keadaan seperti ini untuk berdiri saja rasanya Lulu tidak kuat apalagi kabur ke kamar kost sebelah.

Hati kecil Kalla merasa tidak tega meninggalkan Lulu.

"Apa aku lebih baik nggak ke sana, ya?" Kalla duduk di sisi Lulu.

Lulu membelalak menatap Kalla, "Kamu bilang apa? Kamu harus pergi ke sana! Bakal susah lagi cari pekerjaan di Jakarta. Kamu mau seumur hidup jadi pengusir hantu?"

"Sejujurnya aku nggak terlalu tertarik kerja di sana, apalagi setelah ketemu dukun berpayung itu." Kalla memutar bola matanya sebal mengingat lelaki berambut panjang tersebut.

"Kall... kalau kamu nggak jadi ke sana gara-gara aku, aku bakal makin merasa bersalah." Lulu menatap Kalla dengan tatapan yang sangat memelas. Kalla tidak tahan membuang pandangannya lalu berdiri.

"Iya, iya, aku berangkat! Tergantung gajinya dong sesuai nggak dengan ekspektasiku, kalau sesuai ya aku terima kalau nggak ya nggak, bukan gara-gara kamu. Kamu diam-diam di rumah ya, jangan keluar apa pun yang terjadi sebelum aku pulang!" Kalla mengambil tas dan berjalan ke arah pintu. Lulu mengangguk pelan sambil melambai ke arah Kalla yang tentu tidak dibalas lambaian juga oleh Kalla.

Belum ada lima menit sejak Kalla mengunci pintu dari luar, pintu terbuka lagi, kepala Kalla mencuat dari daun pintu yang terbuka setengah.

"Lu, aku sudah minta tolong Pak Satpam buat jagain kamu. Tahu kan, mantan satpam kompleks yang meninggal di bunuh setahun lalu. Aku minta tolong buat jaga di depan pintu kamar supaya nggak ada hantu yang maksa masuk sini dan gangguin kamu selama aku nggak ada," Ucap Kalla panjang lebar. Sosok hantu berseragam satpam berdiri di depan pintu kamar kost, mengangguk dan tersenyum hangat ke arah Lulu.

"Makasih sebelumnya," ucap Kalla pada si hantu satpam.

"Apa saja permintaan Non Kalla bakal saya lakukan. Non Kalla sudah bantu saya setahun lalu menyampaikan pesan ke anak saya di luar kota. Saya hutang nyawa pada Non Kalla," jawab si hantu satpam diplomatis.

Dalam hati Kalla lumayan tersentuh dengan niat balas budi si hantu satpam, tapi mendengar kata 'hutang nyawa' jujur Kalla ingin tertawa tapi ditahan. Bukannya dia sudah kehilangan nyawanya?

**

Di busway Kalla menelepon Daru, dering ketiga telepon diangkat, "Daru, aku otw ke kantormu, ada panggilan interview susulan. Aku bingung harus berharap diterima atau nggak diterima. Aku suka pekerjaannya tapi nggak suka dengan dukun berpayung itu."

"Dia bukan dukun, dia calon bosmu," Daru menjawab dengan suara pelan karena masih ada di ruangan kantor.

"Hm... ya, siapa pun lah. Jadi, dia ada di kantormu nggak? Si dukun berpayung itu," ucap Kalla.

StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang