C H A P T E R 3 : Misteri Pembunuhan di SMA Nusantara 2 (Bagian 1)

210 13 0
                                    

Keesokan harinya…
Hari ini adalah hari pertama Vella memulai pelajaran di sekolah barunya. Pagi ini ia diantar oleh Pak Zaki, supirnya. Pukul 06.05, Vella tiba di sekolah.
“Non Vella, kok di sekolahnya ada mobil polisi dan ambulance? Memangnya ada apaan?” tanya Pak Zaki.

“Hmm, iya ya! Saya juga tidak tahu, Pak. Mungkin polisinya ada keperluan di sekolah ini,” jawab Vella santai.

“Mungkin juga ya, Non.”

“Ya sudah, Vella turun dulu ya, Pak! Makasih.”

“Sama-sama. Oh iya, Non Vella hari ini pulang jam berapa ?”

“Jam 2, Pak.”

“Baiklah, nanti jam 2 saya jemput.”

Vella turun dari mobil. Setelah turun dari mobil, Vella langsung menuju kelasnya. Di koridor, Vella bertemu dengan sosok Pak Yunus yang sedang mengepel koridor sekolah.
“Pagi, Pak!” sapa Vella kepada Pak Yunus.

“Pagi, Neng! Neng, murid baru ya? Saya baru pertama kali lihat.”

“Iya, Pak. Saya murid baru di sini. Nama saya Vella.”

“Oh, Neng Vella. Nama saya Yunus. Ya sudah saya permisi dulu, mau ngepel bagian yang lain.”

“Baik, Pak. Saya juga mau ke kelas.”

Vella pun melanjutkan perjalanan menuju kelasnya. Saat Vella hendak melewati kelas 11 IPA, Vella terkejut. Dia melihat sosok siswi yang kemarin ia lihat sedang duduk di kursi depan kelas 11 IPA.
“Kak Vella!” panggil siswi tersebut.

“Aku?” tanya Vella memastikan kembali.

“Iya, Kak. Kakak namanya Vella kan?”

“Kok kamu tahu namaku? Tahu dari mana? Tolong jangan ganggu aku!” jawab Vella ketakutan.

“Aku tahu nama kakak karena aku bisa baca pikiran kakak. Aku hanya mau minta bantuan kakak.”

“Baca pikiran?  Kok bisa?”  tanya Vella bingung.

“Aku juga tidak tahu caranya bagaimana. Tiba-tiba bisa padahal sebelumnya aku juga ga bisa baca pikiran orang lain.”

“Oh gitu, mungkin karena kamu bukan manusia kali ya! Oh iya, kamu mau minta bantuan apa?”

“Aku mau kakak bantu aku untuk membuat pelaku pembunuhan aku ditangkap polisi.”

“Caranya?” tanya Vella lagi.

Tiba-tiba sosok siswi tersebut hilang.
“Woy! Kok kamu malah ngilang sih? Kamu siapa sih?” teriak Vella kesal.

“Lu teriak-teriak kenapa?” tanya Steve terkekeh-kekeh. Sedari tadi ia berdiri di belakang Vella.

“Hmm, aku ga apa-apa, Steve. Hanya lagi kesel saja,” jawab Vella sambil menahan rasa malu.

“Oh gitu. Mending kita ke kelas sekarang.”

“Eh iya, aku mau nanya. Kamu tahu kenapa di depan ada mobil polisi dan ambulance?”

“Oh, masalah polisi dan ambulance tahu. Pak Karno menemukan mayat siswi di gudang sekolah dalam kondisi tertusuk. Kayaknya sih dibunuh,” jawab Steve.

“Ih, serem. Mayatnya sudah dibawa?”

“Sudah, lagi diurus tuh.”

“Nama korbannya siapa?”

“Namanya Cindy Filanysia, anak kelas 11 IPA.”

“Oh, ayo kita ke kelas!” ajak Vella.

Vella dan Steve kembali melanjutkan perjalanan menuju kelasnya.
**
Setibanya di kelas…
“Ryan!” panggil Vella sambil menghampiri Ryan. Ryan yang sedang mengenakan earphone sambil memejamkan mata tidak menyadari keberadaan Vella dan Steve.
“Cie, cie, masih pagi sudah manggil-manggil Ryan. Vel, lu suka sama Ryan?” goda Steve.

“Kagak, aku ada urusan sama dia,” jawab Vella.

“Oh gitu, kirain gue lu suka sama Ryan.”

“Ryann!” panggil Vella sambil menyenggol tangan Ryan.

“Ada apa? Maaf tadi aku lagi dengar lagu,” ucap Ryan sambil mematikan musik yang sedang ia dengarkan.

“Tadi aku lihat hantu yang kemarin.”

“Hmm, kok ga pingsan lagi?” tanya Ryan sambil tersenyum.

“Ih, malah bercanda. Aku serius.”

“Maaf, memangnya hantunya bilang apa?” tanya Ryan.

“Mau minta tolong katanya. Terus memangnya ada hantu yang bisa baca pikiran?”

“Namanya juga makhluk gaib, bisa saja ada.”

Steve menghampiri Ryan dan Vella.
“Eh, Ryan! Lu tahu ga? Pa Karno menemukan mayat si Cindy mantan lu di gudang sekolah.”

“Hah? Serius? Cindy Filanysia?” tanya Ryan.

“Iya Cindy Filanysia, mantan lu. Memangnya lu punya mantan yang namanya Cindy ada lagi. Kan hanya satu.”

“Meninggalnya kenapa?” tanya Ryan lagi.

“Kayaknya sih dibunuh.”

“Terus gimana? Mayatnya sudah diurus?” tanya Ryan.

“Sedang diurus polisi,” jawab Steve.

“Syukurlah.”

“Ya sudah, gue ke kantin dulu ya! Belum sarapan. Kalian mau ikut?”

“Ga, Steve. Aku sudah sarapan,” jawab Vella.

“Ya sudah, kalau kalian ga mau ikut.”
Steve meninggalkan kelas.

“Kamu tadi datang jam berapa? Kok sudah ada di kelas saja?” tanya Vella.

“Jam 5.30.”

“Pagi amat! Jam segitu, aku masih di rumah. Ngapain pagi-pagi amat?”

“Ga ngapa-ngapain. Biar bisa santai saja.”

“Oh gitu.”

“Oh iya, hantu yang minta bantuan ke kamu cowok atau cewek?”

“Cewek, tapi dia belum kasih tahu namanya.”

“Apa mungkin cewek itu Cindy?”

“Mungkin. Aku kan tidak kenal dia.”

“Ciri-cirinya bagaimana? Apakah hantu yang kamu lihat cewek yang ada di foto ini?” tanya Ryan sambil menyodorkan ponsel miliknya yang menampilkan foto dirinya dan Cindy waktu pacaran dulu.

“Benar, Ryan. Ini cewek yang aku lihat barusan.”

“Berarti benar Cindy yang minta bantuan ke kamu.”

Bytheway, kok kamu masih simpan foto kalian berdua sih di HP kamu? Belum bisa move on ya?” tanya Vella sambil senyum-senyum.

“Bukan urusan kamu. Aku mau ke toilet dulu.”

Ryan meninggalkan Vella sendirian di kelas.

Bersambung...
Revision October 2020
©2020 By WillsonEP

Revision October 2020©2020 By WillsonEP

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Indigo 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang