C H A P T E R 4 : Misteri Pembunuhan di SMA Nusantara 2 (Bagian 2)

187 9 0
                                    

Vella sedang sendirian di kelasnya. Tiba-tiba sosok Cindy muncul di sebelahnya. Cindy duduk di kursi Ryan.
“Kak Vella, maaf tadi aku menghilang tiba-tiba. Kakak mau bantu aku kan?” tanya Cindy.

“Kamu bikin kaget saja. Memangnya siapa pelaku yang membunuh kamu?”

“Maaf, kalau aku bikin kaget kakak. Pelakunya adalah pacarku namanya Jonathan.”

“Jonathan? Jonathan siapa? Jonathan kan banyak di dunia ini.”

“Jonathan Natanael Wijaya. Anak kelas 11 IPS 2.”

“Oh iya, aku mau nanya. Kamu mantannya Ryan ya? Kenapa kamu tidak minta bantuan sama Ryan saja?”

“Iya, Kak. Aku mantannya Kak Ryan. Hmm, aku tidak enak sama dia. Dulu aku ninggalin dia, dan memilih Jonathan cowok yang lebih kaya. Aku menyesal kenapa waktu itu milih Jonathan daripada Kak Ryan. Jonathan ternyata bejat, berbeda dengan Kak Ryan sopan, ramah dan tidak suka kasar.”

“Hmm, terus kenapa Jonathan membunuh kamu?”

“Dia tidak mau tanggung jawab. Padahal dia telah menghamili aku.”

Cindy kembali menghilang. Murid-murid yang lain mulai berdatangan dan memasuki kelas. Tak lama, Ryan kembali dari toilet.
“Sudah ke toiletnya?” tanya Vella.

“Sudah,” jawab Ryan dingin.

“Kamu marah sama aku? Maaf, atas perkataanku tadi. Aku tidak bermaksud meledek.”

Ryan hanya diam tidak merespon perkataan Vella. Bel masuk sekolah berbunyi. Pukul 07.00, Pak Dwi memasuki kelas.

“Selamat pagi, anak-anak! Perkenalkan nama saya Dwi Raharja. Saya di sini akan mengajar pelajaran Matematika kelas 12. Baik mari kita mulai pelajarannya.”

Pelajaran matematika pun di mulai. Hari ini kelas mereka mendapat tiga jam pelajaran matematika berturut-turut. 2 jam kemudian, jam pelajaran matematika telah habis. Bel istirahat telah berbunyi.
“Sekian pelajaran hari ini sampai ketemu hari Kamis,” pamit Pak Dwi sambil meninggalkan ruang kelas.

“Ryan, Julian, ayo kita ke kantin!” ajak Steve.

“Ayo! Aku sudah lapar banget nih. Gara-gara pelajaran matematika yang menguras banyak tenaga,” jawab Julian.

“Setuju gue, Ryan lu kenapa? Lu ikut kita ke kantin kan?” tanya Steve lagi.

“Hmm, aku ga ke kantin hari ini. Aku ada urusan,” jawab Ryan sambil beranjak dari tempat duduknya meninggalkan kelas.

“Vell, si Ryan kunaon?” tanya Steve.

“Maksudnya?” tanya Vella yang tidak mengerti bahasa sunda.

“Oh iya, gue lupa. Maksud gue si Ryan kenapa?”

“Hmm, aku juga kurang tahu dia kenapa. Mungkin keinget sama mantannya,” jawab Vella.

“Bisa jadi. Kan si Ryan dulu cinta mati sama si Cindy,” tambah Julian.

“Iya juga. Mungkin dia mau menyendiri dulu, ya sudah kita ke kantin sekarang ya! Oh iya, Vell, lu mau ikut juga?”

“Boleh deh, aku juga mau makan. Di sini ada makanan apa yang enak?” tanya Vella.

“Banyak di sini mah. Makanannya enak-enak,” jawab Steve.

Vella, Steve, dan Julian pergi ke kantin.
Sementara itu, Ryan sedang menyendiri di halaman belakang SMA Nusantara 2. Dia duduk di sebuah kursi taman di bawah pohon. Tempat itu adalah tempat favorit dia saat sedang ingin menyendiri. Kenapa? Tempat itu jarang dikunjungi murid-murid yang lain karena terkenal angker. Menurut Ryan, tempat itu tidak menyeramkan karena dia sudah mengenal penunggu pohon yang berada di dekatnya sekarang.
“Kak Ryan kenapa?” tanya sosok anak laki-laki bernama Sono, penunggu pohon itu.

“Hmm, aku hanya lagi kepikiran sesuatu,” jawab Ryan.

“Oh. Kakak punya masalah apa? Cerita saja sama Sono. Siapa tahu Sono bisa bantu.”

“Aku kepikiran sama Cindy, mantan kakak.”

“Oh, kakak lagi mikirin Kak Cindy yang waktu itu kakak ceritain ke Sono ya?”

“Iya, Sono. Dia meninggal sepertinya dibunuh seseorang.”

“Meninggal? Aku turut sedih, Kak. Kakak masih sayang ya sama Kak Cindy?”

“Iya, kakak masih sayang sama dia. Sayangnya dia lebih milih cowok lain daripada kakak. Sekarang dia minta bantuan sama teman kakak, namanya Kak Vella. Apakah kakak harus bantu teman kakak untuk bantuin dia atau tidak usah? Kakak bingung banget.”

“Kalau menurut Sono sih, kakak bantu saja teman kakak untuk membantu Kak Cindy. Menolong kan perbuatan baik. Kalau bisa membantu kenapa tidak? Oh iya, Kak. Seno pamit dulu ya! Biasa mau main sama teman-teman Seno yang lain. Semoga masalah kakak cepat selesai ya!”

“Oke, makasih ya! Sudah dengar curhat kakak.”

Sosok Seno pun menghilang. Tak lama setelah Seno menghilang, tiba-tiba sosok Cindy muncul dan duduk di sebelah Ryan.
“Cindy? Mau apa kamu ke sini?” tanya Ryan.

“Aku…” jawab Cindy ragu-ragu. “Aku mau minta maaf sama kamu. Aku menyesal udah ninggalin kamu dan lebih memilih Jonathan dibanding kamu. Aku tahu kamu masih sayang sama aku. Padahal sudah bertahun-tahun sejak kita putus, kamu masih saja belum bisa move on. Aku minta maaf, aku tahu aku salah. Ternyata kamu lebih baik dari Jonathan. Jonathan itu ternyata bejat dan kasar berbeda sama kamu. Dia telah memperkosa aku hingga hamil dan tidak mau bertanggung jawab,” ujar Cindy sambil menangis.
Ryan hanya diam.
“Aku ke sini hanya mau minta maaf sama kamu. Kalau kamu tidak maafin aku, aku terima kok. Sudah ya, aku pamit.”

“Tunggu!” teriak Ryan. “Aku maafin kamu. Aku juga mau bantu kamu untuk menangkap pelaku pembunuhan kamu. Siapa yang bunuh kamu? Pasti si Jo kan?”

“Makasih, Ryan. Iya, yang bunuh aku Jonathan.”

“Ya sudah, aku mau ke kelas lagi. Sudah mau bel,” pamit Ryan sambil beranjak dari kursi yang sedari tadi ia duduki.

“Sekali lagi makasih Ryan!” teriak Cindy.

Ryan kembali ke kelasnya. Steve dan Julian telah berada di kelas.
“Urusan lu sudah selesai?” tanya Steve.

“Sudah. Pulang sekolah aku mau bicara sama kalian dan Vella.”

“Bicara soal apa?” tanya Julian penasaran.

“Nanti aku kasih tahu. Oh iya, Vella mana?”

“Tadi dia ke toilet dulu. Bentar lagi juga dia datang.”

Bersambung...
Revision October 2020
©2020 By WillsonEP



Indigo 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang