C H A P T E R 2 : Kediaman Vella Alviera

232 17 0
                                    

Ryan memarkirkan motornya di halaman rumah kediaman Vella Alviera.
“Ayo, Ryan kita masuk!” ajak Vella.

“Iya, iya sebentar. Aku lepas jaket dulu,” jawab Ryan sambil melepaskan jaketnya.

“Bi Asih, Vella pulang!”

“Eh, Non Vella sudah pulang,” sambut Bi Asih, pembantu di rumah Vella.

“Iya nih, Bi. Mama mana sudah pulang?” tanya Vella.

“Nyonya belum pulang, Non. Eh iya, ini siapa Non? Teman baru, Non?” tanya Bi Asih lagi.

“Iya, Bi teman baru. Ayo, Ryan masuk jangan malu-malu!” ajak Vella.

“Oh gitu, silahkan masuk Den Ryan. Bibi permisi dulu mau buatkan minuman,” pamit Bi Asih.

“Iya, Bi. Terima kasih,” jawab Ryan.

Bi Asih pergi ke dapur untuk membuatkan minuman. Sementara itu, Vella dan Ryan langsung menuju ruang tamu.
“Silakan duduk, Ryan.”

“Terima kasih, Vella.”

“Sekarang, kamu cerita-cerita dong. Kamu kan sudah lama indigo. Apakah kamu menikmati kemampuan itu? Pernah ga ada kepikiran mau menutup mata batin yang kamu miliki?” tanya Vella penasaran.

“Hmm, jujur awalnya sih aku juga takut banget sama yang namanya hantu. Aku juga sempat mau menutup kemampuan ini. Di sekolah aku yang dulu, aku melihat hantu yang seram sekali. Hantu cewek, rambut panjang, duduk di dahan pohon. Hantu cewek itu, duduk sambil ketawa-ketawa ga jelas gitu. Nah, setelah melihat kejadian itu aku langsung bilang ke mamaku. Ma, Ryan mau tutup mata batin sekarang. Ryan takut.”

“Ternyata Ryan juga pernah takut,” Vella terkekeh-kekeh. “Terus mama kamu bilang apa?” tanya Vella penasaran dengan kelanjutan ceritanya.

Tiba-tiba, Bi Asih datang membawakan dua gelas teh.
“Silahkan, Non Vella, Den Ryan. Ini tehnya, silakan diminum,” ucap Bi Asih sambil menaruh dua gelas teh tersebut di meja.

“Bibi kembali ke belakang ya!” pamit Bi Asih.

“Iya, Bi. Terima kasih minumnya,” jawab Ryan.

“Oke, Bi. Silakan diminum tehnya, Ryan.”

Bi Asih kembali ke dapur.
“Aku minum ya tehnya!” Ryan menyeruput teh yang telah dihidangkan.

“Kita lanjut ya! Terus mama kamu bilang apa?” tanya Vella penasaran.

“Penasaran banget ya?” Ryan tersenyum kecil. “Iya, aku lanjut ceritanya. Mama bilang seperti ini buat apa kamu menutup batin kamu? Kamu kan punya Tuhan buat apa takut sama mereka. Indigo itu adalah sebuah kelebihan yang diberikan. Kamu harus menerimanya.”

“Hmm, tapi kan mereka serem banget. Kamu ada tips ga biar aku ga takut kalau mereka muncul?” tanya Vella lagi.

“Ada, kamu harus coba ajak mereka bicara. Ngobrol-ngobrol gitu. Anggap saja mereka sebagai teman.”

“Teman? Aku menganggap mereka sebagai teman?”

“Iya, kamu anggap mereka teman. Lama-lama kamu juga pasti akan terbiasa. Perlu kamu tahu, tidak semua hantu jahat kok. Ada juga hantu baik.”

“Hmm, baru tahu aku. Kirain aku semua hantu itu jahat. Kerjaannya hanya nakutin banyak orang.”

“Oh iya satu lagi, kamu harus berani. Jangan takut sama mereka, kalau kamu takut mereka bakal sering gangguin kamu.”

“Makasih Ryan buat tipsnya.”

“Sama-sama. Oh iya, Vell. Aku juga mau pamit pulang,” pamit Ryan sambil mengenakan jaket yang sedari tadi ia gantungkan di lengannya.

“Oh, kamu mau pulang sekarang? Ya sudah, aku antar ke depan ya!”

Vella mengantarkan Ryan ke depan rumah. Ryan kembali ke motornya.
“Aku pamit ya!” teriak Ryan.

“Hati-hati di jalan. Makasih sudah mampir.”

“Sama-sama. Sampai ketemu besok!”

Ryan pun menjalankan motornya dan meninggalkan rumah Vella.

<Vella POV>
Setelah Ryan pamit, aku langsung masuk ke dalam.
“Den Ryan sudah pulang, Non?” tanya Bi Asih.

“Sudah, Bi. Aku ke kamar dulu ya, Bi. Mau mandi.”

“Baik, Non. Bibi juga mau lanjut masak buat makan siang.”

Aku masuk ke kamarku untuk pergi mandi.
**
Selesai mandi, aku merebahkan diri ke kasur.
“Ryan, benar. Aku ga boleh takut sama mereka. Aku kan punya Tuhan buat apa takut.”

Tiba-tiba sosok perempuan yang aku lihat di sekolah muncul di hadapanku. Aku kaget dan langsung bertanya kepada dia.
“Siapa kamu?” tanyaku.

“Tolong aku! Tolong aku! Dia telah membunuhku,” jawab perempuan itu.

Belum sempat aku bertanya siapa yang membunuhnya, perempuan itu hilang entah ke mana.
“Dasar hantu ga tahu diri. Mau minta tolong tapi kasih informasinya setengah-setengah. Aku kan jadi bingung. Aku harus diskusi dengan Ryan.”

Aku pun langsung meraih ponselku untuk menghubungi Ryan. Aku membuka aplikasi WhatsApp dan langsung mencari kontak Ryan.
“Kok gak ada? Sial! Aku lupa minta nomornya,” gerutu Vella.

Bersambung...
Revision October 2020
©2020 By WillsonEP


Indigo 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang