Kota Tua

16 4 0
                                    

Kejadian ini aku alami saat lulus dari sekolah SMA waktu kemarin (sebelum covid). Kalian pasti tak asing dengan tempat bersejarah bernama kota tua seperti namanya, daerah sekitar ini dibangun saat VOC masih menguasai Indonesia.

Cecil, Miller, Marry sangat senang sekali jika aku ajak ke Batavia karena mereka dulunya pernah menghabiskan moment berharga semasa hidupnya di sana. Sepanjang perjalanan menuju kotu, mereka tak henti-hentinya bernyanyi kegirangan dan saling tertawa.

"Nadia, aku akan berkenalan dengan yang lain. Wah!! Pasti menyenangkan!!!"

Cecil sangat bersemangat untuk itu, Nona Marry juga daritadi bernyanyi dan mengingat-ingat yang terjadi pada hidupnya dulu.

"Nadia. Bi Desti masih hidup tidak ya?"

"Tidak tahu mungkin sudah sama seperti mu"

"Tapi aku yakin dia masih hidup. Bahkan yang kutahu dia wanita yang kuat, bagaimana jika aku nanti bertemu dengan cicit nya atau sanak keluarga nya?"

"Semoga saja kau bisa bertemu ya nona"

"Semoga"

Senyum miris terlihat dari raut wajah Marry, aku bisa merasakan apa yang ia pikirkan. Di sisi lain senang tapi di sisi lainnya dia malah sedih jika mengingat masa lalunya.

Perjalanan beberapa jam sudah kami lalui hingga akhirnya sampailah di tempat tujuan, saat turun di stasiun Kota Jakarta mereka langsung menghilang entah kemana. Dan ya, banyak sekali nona-nona beserta sinyo dan anak-anak Belanda lainnya berlalu lalang seakan sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

"Mereka sedang merekam apa yang terjadi saat masih hidup"

Temanku yang menjawab. Oh ya kebetulan aku dan teman manusia ku juga sama-sama memiliki kelebihan. Bisa dibilang dia lebih kuat dari ku tapi teman hantuku lebih suka berteman denganku, entahlah.

Kami berjalan menuju pintu masuk dan ternyata Miller sudah ada di sana duluan bersama anak kecil laki-laki  Belanda sedang menaiki kuda-kudaan.

"Hay Nadia!"

Miller memanggilku dengan bahagia, biarkan sajalah mereka bermain toh kapan lagi aku bisa melihat anak-anak itu bahagia.
Sedangkan Cecil dia tengah berlarian bersama anak perempuan Belanda lain yang membawa boneka lucu, dia juga sama seperti Miller yang memanggilku girang.

Marry dia bertemu dengan segerombolan Noni Belanda yang tengah duduk santai di kursi sambil meminum teh, aku tahu nona pasti akan mengajaknya mengobrol secara dia mengenali salah satu dari mereka. Jadi aku membebaskan saja teman-teman hantu ku ini bermain sepuasnya.

Aku mengelilingi bagian-bagian bangunan ini tanpa lelah, namun aku melihat sosok tuan Belanda sekitar remaja seusiaku. Dia sangat pemalu menunjukkan dirinya padaku lalu menghilang muncul lagi lalu menghilang, seperti akan menyampaikan sesuatu padaku.

"Aku tidak akan menyakitimu tuan"

Akhirnya sosok itu muncul juga dan hanya berkata

"Hati-hati mereka tidak seperti yang kau lihat"

Setelah mengucapkan kalimat itu, tuan muda langsung menghilang entah kemana. Aku mencarinya di setiap tempat namun nihil, malah yang kutemui kebanyakan hantu lokal di Kotu ini. Sedikit informasi dari batinku yang bisa ditangkap kemungkinan setelah merde gedung ini ditetapkan menjadi milik Indonesia lalu para hantu Belanda di sekap dan dikucilkan oleh hantu lokal, atau bisa jadi sebelum bangunan ini dibangun sesepuh pemilik tanah sudah menyiapkan sesuatu yang sakral hingga mereka (Belanda) takluk dan mengalah pada Indonesia. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan hantu lokal yang berada di sini.

Tentang Belanda yang kulihat hanya sebagiannya saja bisa dihitung dengan jari, mereka kebanyakan bersembunyi tak menampakkan dirinya kecuali saat aku berada di area stasiun Kota Jakarta.

Setelah puas menelisik misteri tergelap di sini aku berusaha memanggil teman-teman ku. Cecil dan Miller malah menolak dan bilang

"Kami berdua tidak mau pulang ke Rangkasbitung. Kami akan tetap di sini, izinkan kami tinggal ya nad?"

Astaga! Anak-anak itu ingin tinggal tanpa perizinan dari Papa. Apa kata Papa jika salah satu anaknya akan lepas dari tanganku? Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak bisa membuat hantu-hantu kecil ini marah yang ada nanti barang-barang ku berantakan.

"Boleh saja. Bagaimana dengan nona Marry?"

"Hmmm... Aku...."

Dia tampak sedang bimbang karena anak-anak mengajaknya untuk bergabung di Kotu namun di sisi lain dia juga harus selalu melindungi ku, siapa lagi saat Cecil dan Miller pergi?

"Niet! Aku akan pulang ke Rangkasbitung menjaga Nadia. Kalian berdua boleh saja di Batavia"

"Asiikkk!!! Kita akan betah tinggal di sini. Thank you Nadia en nona Marry!!"

Kedua anak nakal itu menghilang saat kami menunggu kereta datang, namun pikiranku sedikit kalut mengingat perkataan si tuan muda Belanda tadi.

"Nadia kau kenapa? Sedih ditinggal anak-anak nakal itu? Kan masih ada aku"

"Iya sih, tapi aku merasa aneh Mer. Takut-takut kalo nanti...."

Marry langsung menutup mulutnya berisarat agar aku tidak melanjutkan perkataan ku lagi. Dan selama setahun lebih aku menjalani hariku tanpa anak-anak itu terasa sangat hampa, hanya ada Marry di sampingku. Setiap malam aku mendengar suara anak kecil meminta tolong pada ku memanggil-manggil namaku keras dan penuh tangisan.

Nona Marry juga menyuruhku untuk segara menolong mereka. Firasat ku merasa bahwa Cecil dan Miller dalam bahaya, malam itu aku memutuskan pergi ke rumah kakek ku yang bisa menangani hal-hal mistis. Kedua anak itu ditarik paksa dari Batavia ke Rangkasbitung menggunakan ilmunya, dan ya mereka berdua menangis sangat kencang sambil memelukku erat.

"Nadia aku takut. Nadia kami pulang huaaaa"

Seharian itu mereka berdua terus memeluk ku erat, Cecil di sebelah kanan dan Miller sebelah kiri pinggangku. Mereka terus mengucapkan kalimat 'wij hou van je Nadia Fristy'  yang artinya kami mencintaimu padaku.

Kemudian aku penasaran dan bertanya mengapa mereka menangis di sana padahal kan mereka sendiri yang ingin tinggal di Batavia.

"Kami di culik"

"Oleh siapa?!"

Aku tak terima jika sahabat anak-anak polos ini di siksa.

"Orang Indonesia tapi dia sudah bekerjasama dengan Nippon"

"Yang benar???"

"Ya! Mereka (Belanda)  ternyata dijadikan umpan untuk mengelabui Belanda lain agar masuk ke dalam perangkap dan dijadikan budak"

"Kau tahu Nadia. Kami berdua menangis setiap hari berharap kau menolongnya namun nihil, dan aku baru ingat kau itu bodoh tak bisa mengambil kami dari sini. Untungnya nona Marry tahu dan dia memberitahumu meskipun kami di tarik paksa oleh kakek jahat"

Ya, mereka memanggil kakek ku sebagai kakek jahat. Karena mungkin yang ada di tubuhnya itu arwah-arwah leluhur yang terkesan arogan dan tegas, jadi hantu manapun akan takluk dibuatnya tak terkecuali teman-teman ku ini.

Syukur sampai hari ini anak-anak itu sudah belajar dari kesalahannya dan tidak akan mengulangi kesalahannya kembali, bahkan Cecil dan Miller lebih suka berada di sisiku. Mereka berdua sudah berjanji tidak akan ikut siapapun lagi meskipun ditawari gula-gula atau es krim coklat tetap saja mereka akan teguh pendiriannya.

Satu hal yang bisa ku sampaikan adalah jangan mudah percaya pada orang lain atau hantu sekalipun memiliki muka dua, karena sejatinya mereka sama-sama memiliki niat yang sama yaitu membohongimu.













Vote ya teman-teman 🌼

Stad Bloederig Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang