Saat itu pagi cerah di hari Minggu. Di hari itu biasanya Papahku pulang dari Jakarta usai bekerja selama 6 hari disana. Malam itu aku sedang diam di kamar melanjutkan lagu untuk Mira. Tetehku juga sedang berada di kamarnya.
Sementara ibuku seperti biasa sedang menonton TV di ruang tamu. Terdengar suara mobil dari luar kamarku. Setelah aku keluar untuk melihat, ternyata itu adalah Papahku. Aku langsung menghampirinya.
"Pah..." ucapku sembari salam kepada Ayah.
Setelah aku salam kepada Papah, aku membawakan barang bawaan Papah dari mobil.Sebenarnya aku sangat kangen kepada Papahku karena jarang bertemu, dan jika bertemu hanya seminggu sekali. Tapi aku malu mengatakan bahwa aku rindu padanya dan mungkin itu terjadi kepada remaja lain yang malu mengatakan rindu pada orang tuanya.
Papah sempat beristirahat sejenak dan mengajakku untuk ngobrol santai atau kami sebut melakukan bincang keluarga. Ayah memberi pesan dan nasihat padaku karena aku satu satunya lelaki di keluargaku.
"Le, kamu udah punya pacar?" ucap Papahku sambil tersenyum padaku.
"Belum pah." ucapku pada Papahku.
"Ehhh kemaren aku asa liat kamu jalan sama cewek." ucap tetehku sembari meyakinkan Papah jika aku sudah punya pacar.
"Fitnah wae, didinya mereun nu bobogohan (Fitnah aja, kayanya kamu yang pacaran)." ucapku sedikit marah pada tetehku.
"Udah stop, Papah ada aja kalian suka berantem, gimana kalau papah udah gak ada." ucap Papahku melerai kita berdua.
Disaat itu Papah memberi nasihat padaku. Karena beliau pikir aku sudah dewasa dan bisa menerima dan mencerna nasihat Papahku.
"Le, kamu udah gede. Papah mah nitip kalau kamu udah punya pacar jaga pacarmu lindungi dia. Jaga kesuciannya jangan sampai kamu merusaknya." ucap Papah ku menasihatiku.
"Iya pah." ucap Aku pada Papah.
"Terus jaga keluargamu, jaga Mamahmu, buat Papah dan Mamah bangga sama apa yang kamu lakuin. Kamu ikut apa di SMA?" ucap Papahku bertanya padaku.
"Ikut Angklung pah." ucapku.
"Bagus tuh, kamu bisa melestarikan budaya kita ini. Kalau bisa kamu keliling dunia dengan Angklung ini. Buat bangsa ini bangga sama budayanya, bukan para koruptor yang menyengsarakan orang lain." ucap Papahku kepadaku.
Aku bingung kenapa Papahku berbicara seperti ini padaku, tidak seperti biasanya yang jarang berbincang denganku. Aku tidak terlalu memperdulikankan ucapan Papahku. Aku langsung keluar dan bermain bersama teman-temanku.
Keesokan sorenya, Papah ku pamit karena harus kembali ke Jakarta untuk bekerja.
"Le papah pergi dulu yah, jaga Mamahmu, juga teteh. Udah yah, papah pergi dulu." ucap Papah padaku sambil memelukku.
Setelah pamit padaku, Papah juga pamit pada Mamah dan Tetehku. Setelah Papahku pamit, ia langsung masuk mobilnya dan pergi meninggalkan ku.
Setelah Papahku pergi, hatiku sangat tidak tenang. Malam itu, malam yang cukup sunyi. Aku berada di kamar. Sementara ibuku berada di ruang tamu sembari menonton TV. Tak berapa lama, suara telephone terdengar.
Mamah ku langsung mengangkat telephone itu.Setelah mengangkat telephone itu, Mamah ku menangis saat mendengarnya. Aku dan Tetehku yang sedang berada di kamar langsung menghampiri Mamahku. Tetehku bertanya pada Mamah apa yang terjadi. Mamahku langsung menjelaskan semuanya.
"Papah teh.... Papah meninggal..... kecelakaan di Jalan Tol mau ke Jakarta." ucap Mamahku menangis sambil memeluk Tetehku.
Mendengar hal tersebut, aku dan Tetehku langsung menangis karena kita baru bertemu Papah sore tadi. Hari itu menjadi hari yang terburuk bagiku. Aku sangat menyesal dengan keadaan itu, karena semasa Papahku masih hidup, aku jarang mengobrol bahkan bercanda dengannya.
Aku merasa menyesal terhadap perilaku ku selama Papahku masih hidup. Sejak saat itu aku selalu berpikir jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan dengan orang yang kita sayang dan cintai. Karena ketika mereka sudah tiada kita akan menyesalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leo Valo "Sejak Kala Itu"
Teen FictionMenceritakan tentang seorang remaja bernama Leo Valo. Ia sangat mencintai Mira, warga baru di daerah rumahnya. Ia juga hobi bermain Angklung, alat musik dari Jawa Barat.