ANGKLUNG Menyatukan

14 3 2
                                    

Beberapa hari setelah meninggalnya Ayahku, aku masih selalu sedih mengingatnya. Aku berusaha untuk ikhlas melepaskan semua yang telah terjadi itu. Aku melaksanakan rutinitas ku seperti biasa agar aku dapat mengikhlaskan kepergian Papahku. Seperti biasa aku berangkat ke sekolah dengan menggunakan motorku dan sengaja aku membawa helm untuk Mira siapa tau dia akan pulang denganku. Setelah sampai di sekolah Aku bertemu Anto sahabat kecilku.
Anto menyampaikan rasa berdukanya padaku.

"Turut berduka yah Le....." ucap Anto kepadaku.

"Iya to." ucapku kepadanya.

Setelah berbincang dengan Anto aku langsung masuk kelas dan memulai pembelajaranku. Aku masih belum terlalu fokus memahami apa yang diajarkan oleh guruku. Saat itu hari Senin, dan aku ingat bahwa hari itu ada ekskul Angklung. Setelah pembelajaran selesai, aku langsung pergi ke ruang seni bersama Anto untuk mengikuti ekskul Angklung. Kang Dedi selaku pelatih di ekskul tersebut menjelaskan tentang Angklung.

"Ini di tangan saya ada Angklung. Angklung ini merupakan alat musik khas Jawa Barat, yang terdiri dari 2,3 sampai 4 tabung, yang dimainkan dengan cara digetarkan." ucap Kang Dedi kepada seluruh peserta ekskul Angklung.

"Kang, kalau Angklung ada filosofinya gak?" ucap Anto kepada Kang Dedi.

"Angklung teh ada filosofinya. Kalian diharuskan untuk saling melengkapi. Jika kalian bermain suatu lagu, salah satu diantara kalian tidak berbunyi, maka suaranya ada yang kurang. Makanya kalian tuh harus bermain pake perasaan dan harus saling melengkapi." ucap Kang Dedi.

Setelah Kang Dedi menjelaskan tentang Angklung, ia membagi kami ke beberapa kelompok Angklung. Setelah disebutkan oleh Kang Dedi, Aku masuk di kelompok A. Ternyata aku satu kelompok dengan Mira. Pembagian kelompok pun selesai dan Kang Dedi mulai memberikan partitur atau notasi.

"Kalian tandain nada apa yang kalian mainin biar gampang ngafalinnya." ucap Kang Dedi kepada seluruh siswa.

Setelah itu kita semua keluar dari ruang seni tersebut dan bergegas pulang. Sembari berjalan pulang aku menawarkan tumpangan kepada Mira, kali saja ia mau pulang denganku.

"Hai, Mir. Aku bawa helm dua, mau pulang bareng?" ucapku kepada Mira.

"Gak usah, aku bisa pulang sendiri." ucap Mira kepadaku.

"Ini udah mendung mau hujan, mau malem juga lagi, bahaya kalau jalan sendiri. Udah ga papa ayo.." ucapku sambil menarik tangan Mira.

Setelah sampai di rumah Mira, Ia turun dari motorku dan memberikan helm kepadaku. Kala itu mulai turun rintik-rintik air hujan. Tak lama setelah itu, keluarlah mamah Mira yang kemudian mengajakku masuk ke rumahnya.

"Ehhh ada Leo, masuk dulu atuh Le, udah agak gerimis." ucap Mamah Mira sambil mengajakku masuk.

"Iya Tante." ucapku sambil memarkirkan motor dan melepas helmku.

Setelah itu, aku langsung menuju teras rumah Mira karena hujan semakin besar.

Aku duduk di teras rumah Mira sambil menatapi hujan yang semakin besar. Tak lama Mamah Mira memberikan teh kepadaku.

"Nih Le minum dulu..." ucap Mamah Mira sembari memberikan teh kepadaku.

"Aduh maaf Tante ngerepotin." ucapku.

"Gak kok, ga papa." ucap Mamah Mira kepadaku.

Mira duduk di sebelahku sambil menghafal partitur yang diberikan Kang Dedi. Sambil menunggu hujan aku pun ikut menghafal partitur yang diberikan Kang Dedi.

"Ehh Mir, daripada kamu ngapalin semua gitu, mending kamu tandain aja bagian yang kamu mainin." ucapku pada Mira yang sedang menghafal partitur.

"O iya bener, btw minjem spidol dong." ucap Mira kepadaku.

"Spidol aja ga punya, ga modal." ucapku pada  Mira sambil memberikan spidol.

Sambil menandakan bagian di partitur, aku curi-curi pandang menatapi Mira dan mulai berbincang dengannya.

"Mir, kamu tuh kaya Angklung yah..." ucapku padanya.

"Kok kaya Angklung sih?" ucap Mira yang terlihat kebingungan.

"Iyah kaya Angklung, menarik." ucapku

Mira hanya tersenyum kepadaku. Setelah menandakan partitur, aku pun membereskan seluruh partitur yang sudah ditandakan. Hujan pun mulai reda dan aku berniat untuk pulang karena sudah malam juga.

"Ya udah deh Mir, udah ditandain semua kan?" ucapku pada Mira sambil membereskan partiturku.

"Udah ko, udah, makasih yah udah mau bantuin." ucap Mira kepadaku.

"Santai aja... Ya udah yah aku pulang, ujannya udah reda juga." ucapku padanya.

"Tunggu dulu aku panggil mamah dulu." ucap nya sambil masuk ke dalam rumah.

Tak lama, Mamah Mira pun keluar dari rumahnya dan menghampiriku.

"Mau pulang Le? Hati-hati di jalan yah..." ucap Mamah Mira kepadaku.

"Iya Tante maaf ngerepotin." ucap Mamah Mira kepadaku.

"Dadah Mir, aku pulang dulu yah." ucapku sambil memakai helm.

"Iya ati ati yah." ucap Mira kepadaku.

Aku pun langsung menggas motorku dan pulang ke rumah sebelum hujan membesar lagi. Hari itu cukup menyenangkan bagiku karena aku bisa pulang sekolah bersama Mira dan mengobrol di rumahnya.

Leo Valo "Sejak Kala Itu"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang