Mira dan Angklung

11 1 1
                                    


Setelah beberapa bulan aku berlatih jalan, akhirnya aku bisa berjalan dengan normal kembali. Aku memutuskan untuk kembali bersekolah dan melakukan aktifitas seperti biasa. Pagi itu mulai kembali memanaskan motorku untuk aku gunakan ke sekolah.

Setelah memanaskan motor, aku langsung ke rumah Mira untuk menjemputnya. Setelah sesampainya di rumah Mira, aku mengetuk pintu rumahnya. Ternyata ada Mira, Mamahnya dan Papahnya, yaitu Pak Iwan. Pak Iwan bertanya padaku tentanga kondisiku.

"Le, kamu udah sembuh." ucap Pak Iwan.

"Sudah om, udah sembuh, udah bisa aktifitas normal lagi." ucapku.

"Syukur atuh." ucap Pak Iwan.

"Oh Iyah om, Leo mau ngajak Mira pergi sekolah bareng." ucapku.

"Mangga mangga." ucap Pak Iwan.

"Pamit yah Om, Tante." ucapku.

"Ati ati yah Le." ucap Pak Iwan.

Setelah berpamitan pada Om dan Tante aku langsung pergi ke sekolah dengan Mira. Di sepanjang perjalanan Mira menanyakan keadaanku. Mira sepertinya masih terlihat sangat khawatir dengan keadaanku.

"Le, bener kamu udah sembuh??" ucap nya yang masih terlihat khawatir.

"Udah atuh, kan dirawatnya sama kamu." ucapku.

"Apa bedanya dirawat aku sama dirawat orang lain?" ucapnya bertanya padaku.

"Kalau sama kamu mah jadi cepet sembuhnya. Tiap hari aku di support terus sama cewek cantik terus baik hati lagi...." ucapku.

"Gombal kamu...." ucapnya padaku.

Setelah sampai di sekolah, Aku dan Mira menuju parkiran untuk memarkirkan motor.
Aku menuju ke kelas bersama Mira. Di tengah perjalanan menuju kelas, aku dan Mira berpisah karena berbeda kelas. Hari itu tidak ada yang aneh. Aku melanjutkan pembelajaran ku yang sudah tertinggal jauh.

Pukul 16.00 pembelajaran sudah selesai. Terdengar pengumuman di speaker sekolah bahwa seluruh siswa yang mengikuti ekskul Angklung harap berkumpul di ruang seni. Hari itu aku berniat untuk langsung pulang dan tidak mengikuti ekskul Angklung, karena kondisi ku juga yang sudah cukup capek dan harus mengejar materi-materi pembelajaran yang tertinggal. Saat aku ingin pulang aku berpamitan pada Anto.

"To, aku langsung pulang. Capek euy...." ucapku sambil membereskan buku.

"Gak ikut Angklung Le?" ucapnya.

"Gak kayanya, langsung pulang aja." ucapku.

"Ya udah atuh sok..." ucap Anto.

Setelah aku berbincang dengan Anto, aku langsung menuju parkiran untuk mengambil motorku. Di tengah perjalanan menuju parkiran, aku memiliki perasaan bahwa rasanya aku harus pergi ke ruang seni untuk mengikuti Angklung. Aku diajarkan oleh Ayahku bahwa aku harus memiliki sifat tanggung jawab dan integritas. Jika kondisiku masih baik, aku harus mengikuti ekskul itu, dan berusaha untuk tidak bolos.

Akhirnya aku pergi ke ruang seni untuk mengikuti ekskul Angklung. Setelah sampai disana, semua siswa yang mengikuti ekskul Angklung sudah ada di ruang seni. Untung saja saat itu Kang Dedi belum hadir. Tak lama setelah aku datang, Kang Dedi pun datang. Saat Kang Dedi datang, latihan pun dimulai. Latihan hari itu cukup melelahkan menurutku. Mungkin karena fisikku juga yang sudah lelah.

Saat latihan Angklung sudah selesai Kang meminta untuk seluruh peserta Angklung untuk tidak pulang dulu, karena ia ingin menyampaikan sesuatu. Aku merasa aneh. Tidak seperti biasanya Kang Dedi seperti ini.
Akhirnya Kang Dedi berbicara kepada seluruh peserta Angklung.

"Barudak, Akang mah mohon latihannya tambah di seriusin lagi." ucap Kang Dedi pada seluruh anggota ekskul Angklung.

"Kenapa kang, ada apa emangnya?" ucap Rizal, salah satu anggota ekskul Angklung.

"ENAM BULAN LAGI KITA AKAN PERGI KE EROPA UNTUK MENJADI DUTA BUDAYA DAN MEMAINKAN ANGKLUNG DISANA...." ucap Kang Dedi dengan raut wajah yang sangat senang.

Setelah mendengar kabar itu, seluruh anggota ekskul Angklung sebanyak 35 orang berteriak histeris dan menangis, termasuk aku. Setelah itu, kami semua pulang dengan hati dan perasaan yang gembira. Aku mengajak Mira pulang bersama. Kami pun menuju parkiran.

Di sepanjang perjalanan kami berdua berteriak-teriak karena sangat senang dengan kabar itu. Setelah tiba di rumah Mira, ia memelukku dan langsung masuk ke rumahnya dan berteriak memanggil kedua orang tuanya. Aku pun menggas motorku dan bergegas untuk pulang.
Setibanya di rumah, aku langsung memeluk mamah ku dan menceritakan apa yang terjadi.

"Ehhh, kenapa kamu teh Le??" ucap Mamahku keheranan dengan sikapku.

"Mah, aku mau pergi ke Eropa. 20 hari disana." ucapku sambil memeluk mamah.

Mendengar kabar itu mamah terlihat sangat bahagia dan menangis. Keesokan harinya, aku dan teman temanku terus berlatih. Tak jarang aku juga berlatih di luar jam latihan bersama Mira. Kami pun mengurus passpord dan visa.

Hingga 6 bulan kemudian, aku dan teman-teman pun pergi ke Eropa. Negara yang kami tuju pertama adalah Italia. Kami pergi dari Bandara Soekarno-Hatta. Kami melakukan perjalanan selama kurang lebih 18 jam dengan 1 kali transit. Setelah sampai di Italia, kami beristirahat sehari. Keesokan harinya kami mempromosikan budaya Angklung ini di hadapan warga Roma, Italia.
Setelah dari Italia, kami pun menuju Swiss, Jerman, Belanda, Inggris, dan Prancis.

Telah 19 hari aku dan teman-temanku di Eropa. Hari ke 19 ini aku berada di Paris, Prancis. Esok adalah hari free bagi kami. Kami bisa berjalan-jalan di kota Paris.

Keesokan harinya, aku ingin menghabiskan waktuku bersama Mira, Anto dan Tasya. Sepanjang hari kita berempat pergi ke tempat tempat terbaik di sana.

Malam harinya, kami berempat pergi ke menara Eiffel di Paris, Prancis. Saat itu aku memutuskan untuk menyatakan perasaaaku pada Mira di bawah menara Eiffel di kota Paris, Prancis. Malam itu aku dan Mira berpisah dengan Anto dan Tasya. Aku pun mengajak Mira untuk lebih dekat lagi di menara Eiffel. Disana aku mengungkapkan perasaanku padanya.

"Mir, sebenernya dari dulu aku suka sama kamu. Ini perasaan yang ku pendam selama ini. Mir, mau gak jadi pacarku??" ucapku sambil memegang tangan Mira.

"Iyah Le aku mau...." ucap Mira padaku.

"I Love You......" ucapku sambil memeluk Mira.

"I Love You too..." ucap Mira padaku.

Malam itu, malam yang sangat berarti bagiku. Karena aku bisa mengungkapkan perasaanku padanya di bawah Menara Eiffel. Aku pun bisa berpacaran dengannya. Aku juga senang karena impian Papahku terwujud, karena aku bisa membawa dan memperkenalkan Angklung ini ke luar negeri, ke dataran Eropa.

Good bye.

Leo Valo "Sejak Kala Itu"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang