11 | Pelacakan

53 28 12
                                    

Percayalah kamu itu pasti bisa, jika kamu tetap percaya dengan kemampuan.

Gadis berambut pirang itu terbangun dari mimpi anehnya. Ia mengatur napas sedikit demi sedikit. Tangannya meraih sebuah benda mengkilap di atas meja. Lalu ia pun meminum air yang ada di gelas itu.

"Ha?,haa?,haa?, mimpi yang aneh," ujar dirinya sendiri.

Ia meletakan kembali benda itu pada asalnya. Sesekali gadis berambut pirang itu melamun sambil menatap ke arah cermin.
Matanya tetap saja sepeti orang buta.

"Mimpinya..." belum juga mengakhiri ucapannya.

Mendadak kepala milik gadis berambut pirang itu seperti di putar-putar dengan kencang. Matanya sedikit demi sedikit melemah, kelopak matanya mencoba untuk menutup matanya itu.

Namun, ia berusaha untuk menahannya.
Lama kelamaan tubuhnya terjatuh di atas lantai yang dingin itu dan kelopak matanya berhasil menutup mata milik gadis itu.
Gelaplah yang tersisa

Tok...tokkk...tokkk

Ketukan pintu itu itu terdengar dengan jelas. Sosok gadis berbaju pelayan itu tengah nampak dari balik pintu sambil membawa semangkuk bubur hangat. Seketika, mata Una membulat.

Mangkuk yang di pegang gadis itu terambau di atas lantai mengkilap itu.

"Ro-ro-se?"

Gadis berbaju pelayan itu menghampiri Rose. Kini gadis itu tergelatak di atas teras.
Una berusaha untuk membantu tubuh Rose agar kembali pada ranjangnya. Setelah itu, gadis berbaju pelayan itu memanggil sang raja dan sang ratu.

***

"Yang mulia!" jerit Una.

Seluruh penghuni di ruang tahta itu dalam sekejap menatap mata gadis itu termasuk kedua orang tua Rose.

"Una? Ada apa?" tanya sang ratu dengan raut wajah kebingungan.

Sedikit demi sedikit gadis berbaju pelayan itu merapati tempat mereka berdua. Chris dan Maria kebingungan memandang gadis itu.

"Rose yang mulia, ia pingsan di dalam kamar," ujar Una.

Sontak, sang ratu dan sang raja kaget mendengar perkataan Una. Akhirnya mereka bertiga pergi menuju ruangan Rose.

Sampai mereka di sebuah pintu bercorak mawar. Tangan sang raja pun di ulurkan dan mendorong pintu itu.

"Ro-ro-see!"

Sang ratu menghampiri tubuh gadisnya sambil mengelus rambut pirang Rose. Ia mengalirkan tetesan air dari matanya termasuk sang raja.

"Una cepat panggilkan tabib," ujar sang raja.

"Baik, yang mulia," balas Una sambil menundukan kepalanya.

Gadis berbaju pelayan itu pun berlari keluar pintu dan segera memanggil seorang tabib untuk menolong sahabatnya itu.

***
"Bagaimana keadaan Rose?" Tanya sang raja dengan raut wajah penuh kecemasan.

"Rose baik-baik saja, mungkin ia kelelahan," jawab sang tabib.

"Baiklah, terima kasih," ujar sang raja pada sang tabib.

Tiba-tiba, mata gadis berambut pirang itu terbuka perlahan-lahan, jari jemarinya juga sudah bergerak sedikit demi sedikit.

Gadis itu memandang sekeliling, nampak air mata sang ratu dan sang raja berguguran dari kelopak mata mereka.

"Ibu? Ayah? Kenapa kalian menangis? Apa yang terjadi?" ucap Rose dengan wajah penuh tanda tanya.

"Tadi kamu pingsan. Mungkin karena kelelahan," balas sang ratu.

Rose tidak membuka mulutnya sama sekali, ia saja tidak tau bahwa dia sendiri pingsan. Mungkin ini semua ada hubungannya dengan mimpi tadi malam.

"Apakah aku harus menemui rumah itu?" batin Rose bergumam.

"Kalau begitu, ibu dan ayah pergi ya. Una tolong jaga rose dengan baik ya!" ujar sang ratu.

"Baik yang mulia."

Sosok wanita dan pria bermahkota itu lenyap dari balik pintu. Rose pun berinisiatif untuk pergi melacak tempat itu. Mungkin ia takan sendirian.

"Una? Aku ingin bicara denganmu," ujar Rose sambil berbisik pada Una.

Gadis berambut pirang itu menceritakan mimpi anehnya itu. Una kaget setelah mendengar perkataan sahabatnya ini.

"Rose? Kamu yakin? Kamu baru sembuh loh," ujar Una penuh kerisauan.

Rose hanya menggeleng kepalanya saja, ia segera meraih tas di dalam lemarinya dan mengambil beberapa benda yang perlukan.

Una hanya membuntuti Rose. Jika ia menanti di dalam istana, pasti ia selalu membayangkan raut wajah ketakutan Rose dalam angan-angannya.

Setelah itu, kedua gadis itu telah lenyap dari istana sundrop. Berbeda kali ini, mereka berdua meminta izin terlebih dahulu pada sang ratu dan sang raja.

Untungnya, sang ratu dan sang raja rela agar Rose pergi ke luar istana. Rose sendiri sangat gembira dengan kata-kata yang ia tangkap dari ayahnya sendiri.

"Aku tak percaya bahwa ayah mengizinkanku untuk pergi," ujar Rose girang.

"Hm, aku juga," balas Una tersenyum.

Dulu, kebanyakan sang raja melarang Rose pergi. Kali ini, berbeda dengan waktu lalu sekarang Rose bebas dari penjara yang terkunci.

***

Kedua gadis itu telah menginjakan kakinya di sebuah hutan. Hutan ini di tumbuhi pohon yang tinggi menjulang, sarang laba-laba di mana-mana hingga pohon yang memiliki daun berwarna hitam. Sungguh aneh.

Serasa di neraka saja, namun perjalanan mereka tumpuhin bersama-sama, saling berpengangan membuat batinnya lega.

Namun pikiran, selalu mengeluarkan kata-kata yang tak seharusnya di ucapkan.
Tak lama kemudian, kabut menghampiri kedua gadis itu. Menutup kaki mereka berdua dari atas tanah.

"Una, ada yang aneh gak?" bisik Rose.

Una menganggukan kepalanya, hatinya tak damai lagi seperti sebelumnya. Tak lama kemudian suara gesekan dari ranting-ranting pun terdengar dari semua semak di sekitarnya.

Di tambah dengan suara burung hanti di siang bolong ini. Memang, di hutan ini cahaya matahari sirna tertutupi pohon yang menjulang tinggi.

Tiba-tiba....

"Una! Awas di belakangmu!"

Sampe sini aja ya semuanya.
Semoga kalian tetap betah sama ceritaku ini.
Maaf ya agak telat UPnya wkwk😄
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa
Vote dan koment.
Silahkan di beri krisarnya(akan di terima dengan senang hati)

Sekian dan terima kasih...

ROSESITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang