06 . STAIN

1.6K 246 26
                                    

"Ichi..."

"...Ni...."

"..San..."

"...Shi.."

"..Go...."

"....Roku."

Deku memandangi enam orang yang terikat tali di depannya--mereka semua dalam kondisi tidak sadarkan diri tetapi masih bernafas.

Rencananya, mereka akan menjadi 'hadiah' untuk Stain yang akan datang ke gang sepi ini. Yah... Menurut prediksinya sendiri.

Setelah selesai berhitung, Deku mengalihkan pandangannya ke tembok bangunan di sampingnya. Di sana ada seorang pria dewasa yang tidak terikat tali melainkan terjerat aura hitam dari Deku. Dia masih sadar sepenuhnya tapi sayang mulutnya ikut dibungkam Deku yang membuatnya tidak bisa menyelamatkan diri atau meminta bantuan.

Deku perlahan berjalan hingga sampai di hadapan 'mangsa' miliknya.

"Ah... Apa anda ingin sekali mengobrol denganku, Paman? Tapi anda sebentar lagi akan mati. Jadi, aku pikir itu tidak berguna."

Pria itu semakin memberontak. Bahkan ia sampai nekat memukul tembok di belakangnya dengan kepala dan punggungnya. Meskipun itu tidak berguna.

Apa Paman itu akan bunuh diri?

Tidak boleh. Deku harus menyiksanya terlebih dahulu.

Deku segera mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya. Seraingan sarkas di wajahnya semakin melebar kala ujung pisaunya menyentuh pipi kiri pria itu.

Deku melakukannya dengan begitu pelan. Ia terlihat sangat berhati-hati saat menggoreskan pisaunya.

Namun, sikapnya yang penuh hati-hati itu justru semakin menyiksa pria itu. Apalagi saat kulitnya terkelupas dan mengalirkan darah segar.

Benar-benar menyakitkan baginya.

Apakah dia akan mati?

Kalau begitu kenapa harus mengalami sakit seperti ini?

Akan lebih baik jika dia langsung dibunuh.

Kekacauan pikirannya sekaligus rasa perih di pipinya membuat mentalnya rusak sekaligus gila dalam sekejap.

Benar-benar mengenaskan.

Deku mendecih saat melihat pria di depannya hanya memberikan tatapan kosong.

Lalu, Deku melepaskan setengah auranya dari tubuh pria itu.

"Baru tergores sedikit saja sudah menyerah, Paman?"

Deku tersenyum miring sebelum menusukan pisaunya ke bahu kanan pria itu.

Tapi, pria itu hanya diam dengan tatapan kosong. Bahkan saat Deku memainkan pisaunya di dalam bahunya, dia sama sekali tidak mengubah ekspresi kosongnya.

"Ah... Membosankan. Aku benci hal seperti ini."

Giliran bahu kirinya yang menjadi bulan-bulanan pisau Deku.

Walaupun begitu, tetap saja pria itu tidak mengatakan sepatah kata pun.

Deku langsung menendang perut pria itu. Membuat auranya kembali ke dalam tubuhnya dan segera menduduki tubuh pria itu.

Deku Menatapnya dengan penuh kebencian.

"Ah... Kau sebut dirimu pahlawan?! Mana semangatmu tiga menit yang lalu?! Tunjukan padaku penderitaanmu!"

Pria itu perlahan menggerakan tangannya lalu menggenggam pisau Deku. Tatapan kosongnya bergulir membalas manik hijau gelap Deku.

"Bunuhlah aku... Aku mohon..."

SAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang