Chapter 6

56 19 7
                                    

Happy Reading!

***
"Hati hati!" Ujar Chinta melihat kepergian Dara.

Setelah kepergian Dara, Chinta naik kekamar. Ia menutup pintu kamarnya dan tanpa sengaja melihat Chocolate berada di bawah meja belajarnya, mungkin Ia tidak sengaja menjatuhkannya saat menaruh tasnya tadi. Ia mengambilnya. Ia tidak punya niatan untuk memakan Chocolate itu karena belum tahu siapa sang pemberinya.

Ia pun duduk di kursi meja belajarnya dan memikirkan siapa sang insan pemberi Chocolate itu. Dua nama langsung terlintas di fikirannya.

"Dimas Aksa." Gumamnya. Ia pun segera mengambil ponselnya di sebelah bantal lalu mengotak atik hpnya mencari nama Babi kaya dan menekan tombol berwarna hijau yang berbentuk telepon.

"Tumben lo telpon gue dulu, kenapa?, rindu sama gue. Gue memang seorang pria yang kangenin da..." Ngoceh Dimas di trobos oleh Chinta.

"GR lo anjirr." Ujar Chinta kesal.

"Jahat lo Donat."

"Ada di rumah lo?" Tanya Chinta antusias. Ia memang gadis pecinta donat, sangking cintanya Ia tidak mau sedekahin keorang lain.

"Ada, tai kucing gue. Mau?" Tawar Dimas.

"Gak!" Tolak Chinta ganas.

"Sama sama." Ujar Dimas menadakan suaranya.

"Lo yang ngasih gue Chocolate?" Tanya Chinta. Sebaiknya Ia langsung menanyakan saja dari pada mendengar cekcokan tidak faedah dari Dimas.

"Nggak tuh." Ujar Dimas jujur.

"Oh." Ujar Chinta langsung mematikan telfonnya secara sepihak. Ia tidak peduli jika Dimas kesal di sanah.

Chinta mencari lagi nama Anjing kesasar lalu menekan tombol berwarna hijau berbentuk telepon.

"Kenapa?" Tanya Aksa setelah mengangkat telepon.

"Lo yang ngasih gue Chocolate?" Tanya Chinta to the point.

"Iya, waktu itu di kantin gue di kasih sama Adik kelas terus gue terima aja, tapi karena gue nggak suka, jadi gue suruh Adik kelas laki laki di sebelah gue ngasih lo." Ujar Aksa menjelaskan.

"Anjirr, kok tuh bocah nggak bilang kalo itu dari lo." Ujar Chinta sedikit kesal.

"Gue yang nyuruh." Ujar Aksa santai.

"Supaya apa?" Tanya Chinta kesal.

"Supaya lo penasaran aja sih, pasti lo belum makan tuh Chocolate." Tebak Aksa.

"Kok lo tau?"

"Taulah, kan lo emang gitu orangnya." Ujar Aksa. Ia memang tau kalau Chinta tidak mau makan pemberian orang yang sok misterius.

"Yaudah, makasih Chocolate nya."

"Sama sama." Balas Aksa.

Chinta mengakhiri panggilannya. Ia mengambil Chocolate itu lalu memakannya dengan lahap.
"Nikmat hakiki." Gumamnya.

Davina berdiri di depan pintu lalu berdehem "Anak durhaka kamu ya." Ujarnya seakan akan Ia telah di jahati.

Chinta bingung, Ia cuman melihat Mamanya yang masuk dengan muka sangar. "Gue ada salah?" Batin Chinta takut.

Davina duduk di kasur lalu menarik kursi Chinta sehingga mereka saling berhadapan. Chinta yang mendapatkan perlakuan Mamanya cuman diam membisu, tidak tahu reaksi apa yang seharusnya Ia tunjukan.

"Chinta!" Sahut Davina dengan wajah yang tidak dapat diartikan.

Chinta mengedipkan mata beberapa kali "Iya Ma." Ujarnya pelan.

"Kamu makan Chocolate kok sembunyi sembunyi, kan Mama mau juga." Ujar Davina mengambil Chocolate dalam genggaman Chinta.

Chinta menghembuskan nafas legah "Mama makan aja semuanya." Ujarnya merelakan Chocolate itu.

"Bener?" Ujar Davina senang.

"Iya, Aku mau mandi dulu." Ujar Chinta menuju kamar mandi.

"Yaudah, Mama turun." Ujar Davina keluar kamar.

***
Dimas yang sedang asik memainkan game pubg mengumpat kesal mendapat panggilan WA dari Aksa yang kesekian kalinya. Karena tidak tahan, Ia langsung menggeser tombol hijau dengan kasar.

"Anjing babi monyet kambing." Teriak Dimas mengabsen nama nama binatang.

"Selow anjir." Ujar Aksa ikut teriak. Ia tidak terima kalau suara fales Dimas menodai telinganya.

"Gue main babi." Ujar Dimas kesal. Ia memang tipekal orang yang kalau diganggu saat sedang main, akan mengeluarkan suara buaya mengaung ngaung.

"Gue sudah capek berdiri di luar babi." Ujar Aksa kesal. Ia memang sedari tadi di luar rumah Dimas, karena tidak ada yang membukakan pintu. Mungkin Mbak Inah sudah tidur dan Nyokap Dimas sedang keluar negeri lagi.

"Kenapa gak pencet bel bego." Ujar Dimas kesal lalu berjalan turun menuju pintu.

"Lo tuli ya! Gue sejak tadi udah mencet bel anjir." Ujar Aksa kesal.

"Nyadar babi! Itu berarti kedatangan lo gak di terima." Ujar Dimas yang sudah berada di balik pintu.

"Jadi lo ngusir kita." Ujar Chinta dingin sehingga membuat sang pemilik rumah langsung membuka pintu dengan cepat.

"Eh Chinta, Dara, Aksa lupain aja." Ujar Dimas nyengir melihat Dara dan menelan ludah susah payah saat melihat Chinta mengeluarkan aura dingin mencekam hingga menusuk tulang rusuk Dimas.

"Chin, lo gak papakan?" Tanya Dimas pelan dengan perasaan yang was was.

"Lo gak ngajak kita masuk?" Tanya Chinta lembut tapi begitu menyeramkan untuk Dimas.

"Kenapa kalian berdiri aja, ayo masuk." Ajak Dimas mempersilahkan.

"Silahkan Ratu." Ujar Dimas saat Chinta berjalan masuk.

"Masih selamat kan jantung gue." Batinnya Dimas mengelus dada.

"Gue mau minum beer." Ujar Aksa seakan tahu pertanyaan yang akan dilontarkan Dimas saat Dimas menaikkan alis.

"Galau lo? Habis di sakitin monyet?" Tanya Dimas heran.

"Sejak kapan lo minum minuman bir?" Tanya Chinta memelototi Aksa.

"Maksud gue Coca-Cola, maklum lidah gue kepleset." Ujar Aksa ngaur.

"Kepleset bapak lo." Ujar Dimas berjalan menuju kearah dapur.

"Dimas cuman tinggal sendiri?" Tanya Dara yang sedari tadi cuman diam canggung.

"Palingan orang tuanya keluar negeri lagi." Jawab Aksa menebak.

"Biasalah CEO." Ujar Chinta singkat.

"Oh gitu." Ujar Dara manggut-manggut.

.....

C H I N T ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang