Chapter 9 : Usai

64 6 33
                                    

Sudah hampir 3 minggu aku berada di Bali. Hampir 1 bulan mengejar karir dan studi di Bali.

Bintang, Garasi(Kampus Awan), Mamah, Eyang semuanya menyatu dengan kisah selama 3 minggu ini.

Semesta memang tidak bisa diprediksi.

Kukira pesanku tidak dibalas tapi ternyata, Devara kembali membalas.

2 manusia ini Dhito dan Deva selalu menghantui bahkan  datang beriringan seperti ingin membuat kisah pedih kembali.

Ah mungkin aku-nya saja yang berprasangka.

Handphone ku berdering di-kala aku sedang melamun di koridor rumah.

"Awan.. lo masih marah sama gue? Gue sekarang di Bali, bisa ga kita ketemu hari ini?"

Kaget, bingung, ternyata masa lalu masih saja mengikuti.

Devara masih saja mengikuti. Kukira menghilang itu masalah akan pergi,
ternyata tidak masalah terus mengejar.

Semakin kamu lari dari masalah kamu, masalahnya tetap disitu dia gak pergi kemana-mana.

Aku hanya melihat pesan itu sambil membayangkan betapa sakit dulu kamu berkhianat di belakangku.

Kamu bermain dengan Ardhito yang jelas kamu tahu aku suka dengan dia.

Yang jelas kamu tahu aku sayang dan cinta dengan dia.

Apakah? Aku terlalu jahat untuk situasi ini?

Dengan lapang dada aku terima semua kemesraan itu, semua yang kamu jalani itu bersama Dhito.

Sudah iklash... Makanya aku sudah hilang dari kalian.

Hingga air mata bercururan. Tanpa sadar aku menangis. Menangis perih, pedih mengingat masa itu.

Saat ini Eyang masih ada di-sampingku mencoba menenangkan.

Devara orang yang bisa dibilang baik sekali. Bahkan dia selalu ada kapan-pun aku butuh dia selalu merespon apa yang aku butuhkan.

Detik itu juga aku memutuskan untuk bertemu dengan dia kembali.

"Kita bisa ketemu hari ini, lo datang aja di (**Sensor**)"

"Oke wan.. Gue kesitu"

Mengetik pesan tersebut dengan perasaan yang campur aduk seperti bubur yang diaduk. Semua rasa menyatu.

Bertemu langsung mungkin bisa menyudahi masalah ini.

Dewasa itu seperti ini rasanya. Aku yang masih berjalan menggunakan taksi menuju tempat yang aku inginkan dengan hati yang tak karuan.

Menghela nafas berkali-kali, kamu bisa bayangkan saja betapa sakitnya.

Hingga aku sampai pada tempat yang kutuju.

Devara sudah duduk di koridor pojok. Aku tak sempat memandangnya terlalu lama.  Ia memang tidak berubah selalu suka bersembunyi.

Kulangkahkan kaki-ku untuk masuk dan pelan-pelan melangkah menuju tempat Devara duduk.

Aku berdiri kaku tak berdaya setelah sampai di hadapan Devara, Devara membawa Ardhito.

Hatiku rasanya tak karuan. Maksudnya Apa?

"Awan!!!" Ucap Devara tegang.

"Apa..?" Kataku dengan nada yang bergetar.

"Gue senang lo mau ketemu sama gue?" Ucap Devara dengan ekspresi haru.

"Kenapa harus ada Ardhito?" Ucapku sambil melirik Ardhito yang tengah menunduk.

"Gue mau selesaikan semua ini wan... Lo harus tau kebenaran" Ucap Devara.

Awan Biru Angkasa [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang