Bab 15

74 13 26
                                    

Ubah warna background WP-mu ke warna hitam

Happy Reading^^

______

Evelyn menaruh botol sirup kembali ke semula. Langkah pertama untuk memulai permainan sebenarnya sudah dilakukan, sekarang dia tinggal menunggu waktu dan menyiapkan hal-hal berikutnya. Evelyn menatap wajan semakin dekat, meski bagian dari rencana, tetapi mereka terlihat enak.

Bella yang baru datang menaikkan alis melihat Evelyn memperhatikan wajan dengan wajah serius. "Ibu sudah mengundang Pak Joe, lebih baik Evelyn bermain selagi menunggu painya matang sempurna." Bella menuntun Evelyn duduk di meja makan, menyodorkan sebuah buku tulis dan pensil. "Bermain di sini, saja, ya."

Tidak ada jawaban, Evelyn menurut dan mulai membuka sampul buku, seperti yang diduganya kosong---tidak ada apa-apa, bagaimana dia bisa bermain dengan alat permainan yang menyedihkan seperti itu? Setidaknya Bella memberi buku berisi tulisan seperti yang tadi dia baca, bukan lembaran kertas kosong putih, Evelyn bahkan membaui buku yang tercium seperti cuka, asam!

Melirik hati-hati, Bella tengah sibuk membuat adonan kulit pai. Kepala Evelyn lalu menengok ke arah kiri Bella, di atas kulkas ada gunting kecil. "Boleh, aku bisa menggunakan itu," gumamnya lalu bergerak mengendap-endap menuju kulkas. Namun, setengah jalan dia terhenti, kulkas tingginya sekitar dua kali tinggi Evelyn, apa bisa tubuh pendek itu mengambil gunting di atas?

Evelyn mengurungkan niat, ada baiknya dia memikirkan dulu cara meraih gunting itu. Menggunakan kursi terlalu mencolok, Bella akan langsung mengetahui niat Evelyn dan langsung membuat Bella membatasi gerak-gerik Evelyn.

Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan, Evelyn menggambarkan sebuah kursi dengan sosok kepala besar dengan badan kurus menaikinya. Cara pertama, sama dengan yang Evelyn pikirkan, dengan menaiki kursi sebagai alas pijak, tetapi akibatnya terlalu besar.

Cara kedua, Evelyn harus pandai-pandai membujuk dan menahan diri kala beradu pandang dengan Bella. Dia menggores pensil dengan membentuk gambar yang sama seperti tadi, kepala besar dengan badan kurus, kali ini berjumlah dua orang dengan salah satu lebih tinggi dari yang satunya.

Yakin dan percaya diri, Evelyn merobek kertas barusan menjadi bagian-bagian kecil, beralih ke kertas baru dan mulai melukis lingkaran dengan telinga berbentuk segitiga di setiap lingkaran pada bagian atasnya.

"Boleh aku pinjam gunting?" Evelyn menarik rok yang dikenakan Bella pelan, kemudian menunjukkan gambar beruang yang lebih mirip kumpulan mahluk aneh bermata. "Aku mau memotong ini."

"Kenapa dipotong? Ibu lebih suka itu tetap di sana." Bella berkilah, pikirannya masih terbayang Evelyn saat di halaman belakang.

"Aku ingin memasangkannya magnet kulkas, nanti bisa ditempel di kulkas, kan." Evelyn memperagakan maksudnya, membuat bentuk kotak di belakang kertas bergambar beruang mengartikannya sebagaimana magnet, kemudian berjalan mendekati alat pendingin makanan dan menempelkan kertas pada permukaan dingin kulkas.

Bella mempertimbangkan, kelihatannya tidak akan masalah selama Bella ada di sekitar Evelyn untuk mengawasi. Pasalnya membatasi kreativitas anak itu sangat tidak mencerminkan orang tua yang baik, bisa-bisa perkembangan putrinya terhambat. "Baik, Evelyn boleh menggunakan gunting hanya di sini, dekat Ibu, tidak boleh di tempat lain, paham?" Bella menarik pegangan gunting dari atas kulkas dengan telunjuknya.

"Aku berjanji!" seru senang Evelyn, meraih gunting di tangan Bella, lantas bergegas duduk di lantai berselonjor kaki di ujung meja makan, mulai memotong-motong kertas.

Cukup lama dan Bella kembali fokus ke adonan, ini saatnya! Evelyn berjalan jinjit cepat menuju ruang tamu, mencari ujung sambungan kabel telepon dan memotongnya sedikit mendekati bagian yang tersambung ke dinding.

Selesai! Evelyn meletakkan gunting di meja makan bersama dengan buku dan potongan gambar beruang, memilih berbaring di sofa yang lembut, pastinya setelah melapor kepada ibunya.

Petunjuk yang dulu diberikan Edward masih sulit untuk Evelyn pecahkan, ya, mungkin satu petunjuk yang membutuhkan kerja otak yang ekstra.

Dia menunjuk langit-langit membisikkan ucapan Edward yaitu di langit selalu ada rahasia. Cukup mudah, yang jelas jawaban dari teka-teki itu ada di lantai dua rumah Jeffere. Bisa jadi di kamar orang tua Evelyn atau di ruangan yang pintunya tidak pernah dibuka. Evelyn lekas bangun dari tidurannya, merogoh saku dan terkejut jika kunci perak yang selama ini dibawa hilang.

"Ke mana hilangnya, aaa!" Evelyn merangkak meraba-raba lantai, bisa saja jatuh, bukan? Mustahil jatuh di ruang tamu, Evelyn jarang sekali bermain di sini. Jangan-jangan! Ya! Baju yang dikenakan sebelumnya, pasti kunci itu ada di dalam saku, tepatnya Evelyn lupa.

Evelyn akan berjaga-jaga untuk itu, mencari saat ini, di mana Bella masih tetap mengawasinya dua puluh empat jam akan sangat buruk. Permainannya boleh jadi berhenti ketika Bella mengetahui kunci perak. Langkah terbaik adalah diam, lagi pun Evelyn masih punya pertanyaan, kenapa tidak ditanyakan saja kepada Bella?

"Ibu, apa aku punya alergi?" tanyanya setelah agak dekat. Bau apel yang tercampur dengan gula mulai menggoda penciumannya lagi.

Bella berbalik, mengajak Evelyn duduk di sampingnya sembari menunggu pai matang di oven sana. "Iya, punya, untuk itu Evelyn tidak boleh memakan biji-bijian tertentu ataupun makanan yang mengandungnya."

"Biji-bijian seperti apa? Beras berbentuk biji, tapi Evelyn tidak mengalami hal yang ditulis buku," sahut Evelyn.

Bella mengelus pipi Evelyn, bagaimana bisa selembut dan sekenyal itu? Terkadang ia heran terbuat dari apa pipi putrinya, apalagi tengah penasaran, semburat merah semakin menambah lucu wujud duplikat Edward Jeffere.

"Tidak semuanya, yang membuat Evelyn alergi adalah kuaci dan biji wijen, jadi sebisa mungkin jangan sampai memakan itu semua termasuk makanan lain yang dicampur dengan kuaci atau biji wijen," jelas Bella, "dan dari mana Evelyn tahu alergi?"

"Dari buku Ayah." Evelyn meraih potongan kepala beruang di meja. "Nanti belikan magnet, ya, Bu," ucap Evelyn yang dibalas anggukan kepala Bella.

Setelah jawaban tentang alergi didapat, Evelyn bingung mesti melakukan apa. Terus menerus bertanya kapan makanan yang berada dalam oven matang, perut Evelyn sudah tidak tahan.

Menuju makan malam pun masih beberapa jam lagi, daripada semakin kelaparan, memakan apel sisa isian pai menjadi pilihan yang tepat. Meski rasanya sudah tak seenak apel segar, yang penting perutnya tidak berbunyi aneh dan cacing-cacing di dalam sana berhenti membuat perih.

Jika saja waktu bisa dipercepat walau dibayar dengan memakan brokoli satu piring, Evelyn akan menyanggupinya.

Jika saja waktu bisa dipercepat walau dibayar dengan memakan brokoli satu piring, Evelyn akan menyanggupinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat siang! Eh, mungkin lebih cocok selamat siang menuju sore.

BloodLine update kembali untuk mengejar setoran. Untuk part ini masih disibukkan siasat-siasat aneh Evelyn, oh! Dan bagi yang mempunyai alergi, harap berhati-hati dalam memakan makanan. Meski terdengar sepele, alergi bisa jadi mematikan bila tidak ditangani segera.

Oke, selamat menikmati! 😆

Papay!

BloodLine (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang